"bahkan seandainya angin meminta maaf pun,
ranting itu masih tetap patah"
*Dalam keadaan yang hening di dalam mobil, Farka meraih selimut kecil yang tergeletak di kursi belakang.
Ia dengan lembut menempatkan selimut tersebut di atas Casandra, yang tampak sudah agak tenang meskipun matanya masih sembab akibat terus menangis.
Wajahnya pucat, dipenuhi dengan goresan luka darah kering dan lebam yang menghiasi kecantikan wajah Casandra.
"Dia cantik, sayangnya banyak luka," gumam Farka dalam hati sambil tetap fokus pada mengemudi.
Casandra menyandarkan kepalanya ke sisi pintu mobil yang dia duduki, matanya terlihat kosong seakan kehilangan arah.
"Rumah lo ada di mana? Biar gue antar!" tanya Farka mencoba memulai percakapan.
Casandra menggelengkan kepalanya. "Gue nggak punya rumah," jawabnya dengan suara lirih.
Farka merasa terenyuh mendengar jawaban Casandra. Ia tidak bisa membayangkan betapa sulitnya kehidupan yang harus dilalui oleh Casandra.
Namun, Farka memutuskan untuk bertanya lebih lanjut, berharap dapat membantu dengan cara apa pun.
"Rumah orang tua lo?" tanya Farka dengan penuh kehati-hatian.
Casandra menundukkan kepala dan dengan suara lirih menjawab,
"Orang tua gue... mereka... mereka menginginkan gue mati."
Dalam keheningan yang memenuhi mobil, Farka terus melaju dengan tetap fokus pada pengemudiannya.
Ia merenung dalam hati, memutuskan bahwa ia akan membawa Casandra pulang ke rumahnya.
🍃
Sesampainya di depan rumah keluarga Zevallo, pandangan mereka langsung tertuju pada pagar kayu mewah berwarna cream muda dengan aksen hitam yang menghiasi sekelilingnya.
Pagar itu begitu kokoh dan megah, memberikan kesan eksklusif dan memukau bagi siapa pun yang melihatnya. Rumah ini adalah simbol kemewahan yang terpampang jelas di hadapan mereka.
"Gue nggak punya uang buat bayar kamar hotel!" ucap Casandra dengan suara lemah, matanya menerawang ke arah bangunan yang tegak di hadapan mereka.
Farka tersenyum seraya menatap Casandra dengan penuh kehangatan.
"Hotel? Ini bukan hotel,Ini rumah keluarga gue," jawabnya dengan penuh kelembutan, sambil menekan tombol klakson mobil untuk memberi tanda kedatangannya.
Seiring dengan bunyi klakson, gerbang rumah mulai terbuka perlahan oleh para satpam yang siap melayani.
Tak lama kemudian, mereka dihadapkan pada panorama bangunan mewah yang terhampar di hadapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Call Me Papa Anka's [TERBIT]
RomanceGue nggak peduli ayah dari bayi ini,benih yang ditanam di rahim lo ini! Yang pasti gue cuman ingin menjadi ayah untuk bayi ini, meskipun ini bukan darah daging gue,gue akan memperlakukan layaknya anak kandung. Dan gue juga nggak bakalan melarang lo...