06 | Enam

80 53 24
                                    

"Hari minggu lu juga kerja, Ra." Samuel menutup bukunya. Jam istirahat telah usai.

Haura mengangguk. "Shiftnya sama kayak hari hari biasa."

"Besok pagi gue jemput ya? Kita ketaman dekat kompleks rumah lu."

Kantin sudah mulai sepi, Samuel memasukan buku bukunya kedalam ransel. "Lu sekarang ke kelas, gue masih ada urusan."

"Urusaan apaan? Palingan juga bolos."

Samuel tertawa. "Gue bukan tipikal siswa yang suka bolos, Ra. Mantan ketua osis ya kali bolos, yang ada rusak reputasi gue."

Haura memutar bola matanya malas. "Mang eak?"

𓍊𓋼𓍊

Jam 8 pagi, Samuel sudah berada didepan gerbang rumah Haura. Celana joker serta atasan dengan warna senada, dia berdiri menatap pintu rumah yang belum saja terbuka.

Hampir 10 menit menunggu, yang ditunggu akhirnya keluar. Haura menatap sepeda merah yang diduduki Samuel, dia terdiam sesaat lalu tertawa.

"Pake sepeda, El?" Tanya Haura cengengesan.

Samuel menghela nafas. "Gak, terbang."

Haura masih berdiri disana, menentang ranselnya. Seru tawanya belum terhenti.

Samuel menatap wajah Haura kesal. Menggayung sepedanya sedikit menjauh. "Belajarnya cancel aja, gue mau pulang."

Melihat Samuel yang perlahan menjauh, Haura sedikit berlari mengejarnya. "Eh eh kok gitu. Ngambekan banget, bapak Samuel." Ucap Haura dengan intonasi menggoda. Samuel memutar bola matanya malas.

Sepeda merah itu melesat. Membelah jalan jalur sepeda yang lenggang. Hampir tidak ada kendala, mereka menepi dipintu taman, merantai sepedanya pada pohon yang ada.

Langkah keduanya beriringan. Samuel duduk pada bangku panjang taman. Sedangkan Haura, dia terlihat bermain dengan beberapa kelinci yang sengaja dilepas oleh pengelola taman.

"Nama kamu siapa? Bani ya? Kalo kamu pasti namanya putri. Haii putri." Haura berbicara dengan para kelinci itu, sesekali tertawa dengan tingkahnya.

Haura mengendong salah satunya kelinci tersebut, membawanya kearah Samuel. "Lihat deh, El. Kelincinya lucu, gue kasih nama putri." Haura mendekatkan kelinci tersebut kewajah Samuel.

"Namanya jelek. Mending jamal."

"Enak aja, jamal nama suami gue!"

"Si jahe gayung?"

Haura menghentakan kakinya ketanah. "JAEHYUN, EL! BUKAN JAHE GAYUNG. LU GAK BISA BACA?" Teriak Haura, dengan intonasi penekanan pada kalimatnya.

Samuel tertawa. "Iya iya. Jahe gayung."

Haura menghela nafas. "Terserah lu deh."

Samuel mengulum bibir menahan senyum. Wajah kesal Haura terlihat menggemaskan kali ini. tidak seperti pada hari biasanya, yang seperti ingin menelan korban.

"Udah ngambeknya. Sekarang, kita belajar aja. Keburu hujan."

Haura duduk pada bangku depan Samuel, mengeluarkan buku dan alat tulisnya. Masing masing guru mapel sudah memberikan kisi kisi soal ulangan semester nanti, mereka hanya perlu mempelajarinya.

Samuel dan Haura satu jurusan, meskipun beda kelas. Jadi, keduanya bisa sama sama belajar.

Samuel pindah dari posisinya duduknya semula, kini dia beranjak ke kursi panjang tempat Haura duduk didepannya. Keduanya semula hanya terhalang meja.

Haura memperhatikan gerakan Samuel, menatap lekat kearahnya. "Lu ngapain pindah? Gue gak mau duduk disamping lu."

"Ya udah sini pangku." Kalimat itu keluar begitu saja dari Samuel.

Haura sontak berdiri, memukul lengan Samuel dengan buku catatannya. "Gila lu!?"

Samuel meringis. Memegangi lengannya yang terasa sakit. "Dibangku sebelah banyak semutnya, Ra."

"Alah modus."

"Emang." Jawab Samuel cengengesan.

𓍊𓋼𓍊

Menjelang sore, keduanya bergegas pulang. Haura terlebih dahulu pergi dari taman, menaiki sepeda merah itu menjauh. Samuel tertinggal, menghela nafas karena Haura sengaja meninggalkannya.

"Kejar gue, El." Teriak Haura sambil meledak.

Samuel berdengus. "Lu mau gue kejar sampai mana? Sampai seagama?" Teriak Samuel. Namun sayang, Haura tidak dapat mendengarnya karena jarak keduanya lumayan cukup jauh.

Nafas Samuel tersengal-sengal. Haura terlihat menepi, menikmati telur gulung gerobakan yang dia beli sebelumnya. "Capek, El?" Tanya Haura tanpa dosa.

Samuel menekuk lutut lelah, mengatur nafasnya yang tidak beraturan. "Pake nanya lagi! Parah lu, Ra." Jawab Samuel ngos-ngosan.

"Minum dulu." Haura menyuguhi sebotol air mineral.

Samuel duduk disamping Haura, meneguk air mineral tersebut. Dia juga menuangkan air tersebut kewajah ya, mengibaskan rambutnya yang terkena air. Wajah Samuel memerah, dia mengelap keringat pada lehernya dengan ujung baju yang dia kenakan. Bajunya terangkat, terpampang jelas otot-otot perutnya.

"Lagi pamer roti sobek, El." Ucap Haura tanpa menatap wajah Samuel.

Samuel menatap sekeliling. Dan memang iya, tempat itu sedikit ramai. Sepertinya ada band anak muda yang sedang menggelar konser disana.

"Main tuduh aja lu."

Haura tidak menggubris, dia malah berdiri meninggalkan Samuel dan sepedanya. Haura mendekat kearah kerumunan, menerobos diantara ciwi-ciwi yang menonton acara band tersebut. Samuel mengekori.

"Dirga sama Nathan?" Samuel memperhatikan wajah 2 cowok yang sedang berdiri diatas panggung kecil tersebut. Keduanya terlihat tidak asing bagi Samuel.

"El? Itukan Dirga sama Nathan?" Haura menoleh pada Samuel yang berdiri tepat dibelakangnya. Samuel mengangguk.

Samuel meninggalkan area kerumunan. Menarik tangan Haura ketempat mereka semula. Haura tidak mengerti apa-apa hanya terdiam.

"Kenapa El?"

Samuel tidak menjawab, dia menaiki sepedanya. "Naik, Ra. Kita pulang."

Haura menurut. Tangannya memegangi pinggang Samuel saat sepeda tersebut melaju. "Lu kenapa, El? Gue pikir tadi lu bakal gabung sama mereka. atau jangan-jangan, band kalian bubar ya?"

"Diem Ra. Gak usah banyak nanya. Pegangan aja yang kuat." Samuel menggayung sepedanya kencang, membelah jalanan yang kala itu sedikit ramai. Haura terdiam tidak berani menjawab.

"Lu kalo udah gini serem juga, El." Batin Haura.

𓍊𓋼𓍊

Segini dulu, bingung mau nulis apa.
Jangan lupa tekan bintangnya yeoreobun!
Btw, saran nama buat band Samuel dungg!!

Instagram:
@cahayasbla

Tiktok:
@_inicahaya

Tentang kamu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang