prolog : mencekam

17 2 0
                                    

Deru mesin bis menjadi backsound yang menemani persiapan mereka di pagi yang cerah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deru mesin bis menjadi backsound yang menemani persiapan mereka di pagi yang cerah ini.

Satu kata beribu ekspetasi. Ya setidaknya dengan adanya kata "study tour" bisa membuat mereka kembali bersemangat sebelum menjalani hari menjadi kakak kelas tingkat akhir. 

Pagi itu, langit cerah tidak memberikan petunjuk bahwa kisah mereka akan menjadi sebentuk bayangan mengerikan dari permainan yang tak terduga.

Apakah mereka mampu bertahan dari teror, pengkhianatan, dan kekejaman permainan "The Last"? Ataukah takdir mereka sudah tertulis dalam lembaran kelam yang tak terelakkan? Hanya waktu yang dapat mengungkapkan jawabannya.

Namun, sebelum malam itu tiba, perjalanan mereka di pagi hari terasa  seperti rutinitas biasa. Bus berjejer rapi di depan gerbang sekolah, siap membawa ratusan remaja kelas 11 penuh semangat menuju destinasi study tour mereka.

"Puan! novel baru kamu keren banget! And really inspired me," celetuk Raisya, seorang siswi berprestasi dan influencer di sekolah mereka, mencoba memecah keheningan dengan senyuman.

Puan tersenyum manis, "Makasih buat apresiasinya. Semoga cerita ini bisa ngasih inspirasi baru buat kita semua."

Zulfa fermonsel, ketua OSIS yang selalu tampak serius, memasuki bus dengan sikapnya yang khas, "Pastikan kalian sudah mempersiapkan diri, berdoa sesuai kepercayaan masing-masing, dan jalankan studi tur ini sesuai rundown yang telah dibuat."

"Ayo, kita bikin kenangan yang gak terlupakan!" seru Maynia, salah satu anggota OSIS yang tak terkesan kaku.

Di tempat duduknya, Mentari Agatha, dengan ekspresi datarnya, memandang keluar jendela. Perasaan gelisah menyelimutinya. "Semoga perjalanan ini bakal baik baik aja," gumamnya.

Nisa yang duduk di dekatnya ikut merasa gelisah karena mendengar gumaman Mentari. Ia mencoba mencairkan suasana, "Everything Will be fine, kan ada bidadari ke tujuh disini!"

Mendengar Nisa memanggil dirinya sendiri 'bidadari' membuatnya tergelak. "Pfft! Ahahahhaha."

Selamat perjalanan bus mereka sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Anggota OSIS yang sibuk memastikan bahwa semuanya baik baik saja, Puan yang berkutat dengan novel di laptop nya, dan Mentari yang terpejam sembari berusaha mengusir perasaan aneh di benaknya.

Berjam jam berada dibangku bus yang membuat mereka seketika menjadi remaja jompo ketika bus akhirnya tiba di penginapan yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama study tour. Para remaja itu diperlihatkan oleh mewahnya villa yang sekolah mereka sewakan.

Zulfa dengan wajah seriusnya, menyambut mereka di pintu. "Kita harus menjaga ketertiban dan sikap tanggung jawab di sini. Ini bukan daerah kita, pastikan kalian tidak melakukan hal yang melanggar norma. Setiap pelanggaran akan mendapat sanksi," tegasnya.

Masih terganga karena dihadapkan pada sebuah villa mewah yang membuat mereka takjub. Namun, kegembiraan itu segera terusik oleh perselisihan yang gaduh.

Mentari secara tak sengaja, menabrak meja kecil di ruang tengah villa akibat kecerobohannya. Suara gemerincing ponsel iPhone 14 promex yang jatuh menghentikan waktu sejenak. Gerombolan anak OSIS reflek menatap Mentari dengan bombastis side eye mereka.

"Kita baru sampai! Bisa gak sih kamu lebih hati hati?!" kata Zahra Fahima, atlet silat yang menjadi musuh bebuyutan Mentari.

Mentari yang sebenarnya kesal, namun juga menyesal, mencoba menjelaskan, "Maaf, itu beneran gak sengaja..., eum ponsel siapa itu? biar aku ganti rugi."

"Ini bukan masalah ganti rugi! Baru tadi dijelaskan kalau kita harus menjaga sikap di lingkungan baru yang bukan daerah kita. Dan sanksi bakal berlaku buat kamu Mentari!" jawab Zulfa dengan ketus disertai tatapan matanya yang tajam.

Merasa muak mendengarkan perdebatan yang tidak ada habisnya itu, Puan menengahi mereka. Sebagai orang yang cinta damai, ia tahu bahwa tindakan Mentari salah, tapi jawaban dari OSIS sangat kekanakan.

"Itu ponselku, dan Mentari udah minta maaf. Bukannya udah cukup?" sarkas Puan sembari menahan emosi.

"Udah 'lah Zul, ini baru hari pertama. Aku bakal mastiin ini gak bakal terulang, oke? sekarang lebih baik kalau kita masuk ke kamar masing-masing guys!" ucap Puan mengakhiri perdebatan mereka.

Bagai air yang menyiram api, perselisihan antara segerombolan OSIS dengan anak karate 'pun terselesaikan. Dan tanpa disadari permainan juga sudah dimulai.

"Udah 'lah mending kita nikmatin waktu istirahat sebelum besok mulai perjalanan," celetuk Nisa dengan wajah lelahnya.

Puan menoleh pada Mentari dengan tatapan datarnya, "its okay, everything will be okay, mending sana istirahat."

Meski masih terasa gelisah, Mentari  merasa lega mendengar kata-kata dari Puan. "Iyaa, makasih."

Maynia selalu anggota OSIS yang masih merasa tidak enak hati karena perseteruan tadi mencoba memecahkan suasana canggung di antara mereka, "Ayo, kita lihat kamar-kamar kita. Siapa tahu ada sesuatu yang menarik di sana!"

Namun, di belakang senyuman dan kata-kata bijak, ketidaknyamanan masih terselip. Zulfa, dengan pandangan tajam, mengatakan, "Jangan lupakan aturan dan tanggung jawab masing-masing! Kita masih harus menjalani study tour ini dengan tertib."

Begitu mereka tiba di kamar masing-masing, suasana yang santai mulai tercipta.

Dialog kecil dan candaan mengisi udara. Zahra Fahima berbicara, "Mentari, kita mungkin eumm.. rival? Dalam mencari perhatian sekolah buat prestasi kita, tapi semoga disini kita bisa seru seruan."

Mentari terkekeh, "Setuju, Zahra. Kita buat enjoy aja study tour ini."

Dalam kamar-kamar mereka, sembilan remaja itu melanjutkan perjalanan malam mereka dengan beberes diri sembari bertukar cerita dalam studi tour ini.

Tanpa menyadari bahwa malam itu akan menjadi awal dari permainan horor yang lebih mengerikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Last 'X' OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang