Prolog

29 0 0
                                    

*Typo bertebaran xixi
_______

KATANYA anak perempuan tidak boleh kelamaan sendiri, batas usia ideal seorang wanita untuk menikah itu berada pada usia dua puluh lima tahun. Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku untuk Nabilah, yang sampai saat ini ketika usianya sudah genap dua puluh lima tahun ia masih belum memikirkan sebuah pernikahan. Meskipun pernikahan bukanlah hal ingin ia hindari, hanya saja mungkin belum waktunya.

Nabilah Azzahra – nama gadis yang tengah duduk di depan televisi, sesekali tertawa karena siaran yang tengah ia tonton menyajikan lelucon yang menggelikan baginya. Dengan setiples kacang almon panggang yang ia jadikan cemilan setiap kali ia menonton televisi.

"Mau sampai kapan kamu cekikikan di depan tv begitu,hm?" itu suara Hanum–ibunda Nabilah.

Nabila bergeming, buru-buru ia melihat ke arah dapur.

Hanum pun ikut menolehkan kepalanya ke arah dapur. "Kenapa nengok ke dapur?" tanyanya heran.

"Perasaan Bibim udah ngerjain semua kerjaan rumah, cuci piring, nyapu rumah, nyuci baju dan jemur baju." Bibim– panggilan kesayangan dari keluarganya, dulu ketika kakak laki-laki Nabila mengeluh karena nama adiknya begitu panjang, akhirnya ia memberikan panggilan singkat berupa Bibim dan diikuti oleh anggota keluarga lainnya. Nabilah hanya dua bersaudara, kakak laki-lakinya saat ini berada di Bandung, dan sudah menikah.

Sudah menjadi kegiatannya setiap akhir pekan adalah membersihkan rumah, dan membiarkan bundanya pergi arisan bersama teman-temannya. Nabilah saat ini tengah bekerja di salah satu perpustakaan yang ada di pusat kota Jakarta. Perpustakaan itu buka dari hari Senin hingga Jumat oleh karena itu Nabilah bisa bersantai sejenak setiap hari Sabtu dan Minggu. Jika hari Minggu ia full dirumah, maka kadang kala setiap hari Sabtu ia selalu menemai Ayahnya bekerja di rumah sakit, Ayah Nabilah adalah salah satu dokter bedah di rumah sakit yang tak jauh dari rumah mereka.

Bundanya pun mengernyit. "Terus hubungannya apa?"

Nabilah menghela napasnya. "Hari ini siapa yang dapet arisan bun?" tanya gadis itu.

"Tante Wulan, harus Bunda ni, mungkin belum rejeki aja."

"Ooh, pantesan."

"Kenapa sih?"

"Ya Bibim jadi tau alasan Bunda ngomel karena apa." ujarnya to the point.

Hanum menowel lengan anaknya itu. "Bunda bukan ngomel karena itu. Bunda heran aja sama kamu, kenapa masih betah sendirian di rumah nonton tv, kamu lihat tu anak-anak seumuran kamu udah pada nikah naaakkkk.!"

Raut wajah Nabilah pun langsung berubah shock. "Oh karena itu, santai dulu lah bun. Kata Mas gak papa orang masih muda juga baru dua puluh lima tahun."

"Baru dua puluh lima tahun? Bunda dua puluh lima tahun udah punya Mas kamu, bahkan Mas kamu itu udah bisa jalan waktu itu."

"Ya kan waktu itu, jaman dulu bun, jaman sekarang mana main." Nabilah tersenyum unjuk gigi, seraya memasukkan kacang almon kedalam mulutnya.

"Astagfirullah Bim, kamu gak mau nikah ya? Atau kamu gak suka sama laki-laki?"

"Uhuk, astagfirullah bunda! Bibim masih normal bun, amit-amit ya Allah." Nabilah menyentuh kepalanya dan meja di hadapannya, seraya mengungkapkan semoga ucapan bundanya itu tidak terjadi. "Kok bunda doanya gitu sih, jelek amat doain anaknya."

"Bunda bukannya doain yang jelek-jelek. Bunda ga pernah lihat kamu sama laki-laki. Maksud bunda, pacaran emang haram nak, ga baik, baiknya langsung nikah. Tapi kayaknya kamu ga ada kenalan laki-laki." Hanum mengambil toples kacang yang Nabilah peluk. "Memangnya teman kerja kamu ga ada yang suka sama kamu? Perasaan anak bunda gak jelek-jelek banget." Tangan Hanum menyentuh wajah putrinya itu.

"Di tempat kerja yang laki-laki suami orang semua bun. Emang Bunda mau Bibim jadi istri kedua?"

"Innalillahi Nabilah, jangan buat bunda cepet mati karena serangan jantung ya."

Nabilah tertawa, melihat raut wajah sang ibu yang terlihat sangat kaget dengan ucapannya. "Bercanda sayang ku." ujar Nabilah sambil merebut kembali toples kacang miliknya.

"Kamu bunda kenalin sama anaknya Tante Wulan, mau gak?" tanya Hanum.

"Enggak!"

"Mau dong, sekali aja ya nak ya, bunda mohon banget. Kemarin juga kata Ayah kamu anaknya Tante Wulan dan Om Romi lagi jomblo."

"Terus?" Nabilah menoleh. "Gak ada hubungannya sama Bibim."

"Kenalan aja ya, kan bunda nyuruh kenalan bukan nikah."

"Tujuannya apa?"

"Biar bisa nikah."

"Kan itu juga tujuannya."

"Kan belum tentu jadi."

"Ya coba dulu, kenalan aja."

"Buat apa dicoba-coba kalau gak jadi."

"Astagfirullah Nabilah." tegur Hanum geram.

Nabilah terkekeh kecil. "Boleh deh, tapi jangan berharap lebih ya Bunda. Jodoh itu ditangan Allah."

Seketika senyum Hanum terpancarkan. "Siap, bunda kabari dulu tante Wulan deh." Wanita itu langsung berdiri dari tempat duduknya.

"Eh bunda mau kemana? Temenin Bibim nonton dong."

"Bunda mau ke kamar, mau wa Wulan, kayaknya bakal besanan deh." ujar Hanum, kemudian buru-buru ke kamarnya.

"Bun, apaan sih Bunda! kan kenalan aja, gak langsung ke KUA bun. Bunda!!!" Nabilah histeris seketika. "Ya Allah selamatkan hamba," gadis itu menampungkan tangannya pasrah.

******

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah Untuk NabilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang