15

1.5K 160 1
                                    

Semua siswa-siswi melihat kedatangan mereka, bahkan renjun langsung menundukkan kepalanya karena masih belum terbiasa dan dia merasa sangat tak nyaman sama sekali. Jaemin menyadari hal itu, diapun menggenggam tangan renjun, membuat sang empu menatap padanya.

"Gwanchana." Ucap jaemin pelan dan renjun hanya mengangguk sebagai tanda mengerti. Jaemin terus berjalan dengan wajah datar dan aura gelap miliknya membuat semuanya takut padanya.

Di kelas.

Semua siswa-siswi yang sekelas dengan keduanya hanya menatap tanpa bisa mengatakan apapun karena aura jaemin sangat mengerikan. Tapi, semuanya tak bertahan lama, karena haechan langsung melepaskan genggaman antara keduanya dan memeluk lengan renjun, membuat renjun kaget bahkan jaemin semakin tak suka.

"Kau duduk dengan jeno hari ini, aku akan duduk dengan renjun. Mengerti Na Jaemin." Ucap Haechan lalu diapun menarik renjun ke bangku yang jelas-jelas milik renjun. Jaemin hanya menatap datar lalu berjalan ke bangku jeno, dimana sang sahabat tengah mendengarkan musik dengan earphone sembari menutup matanya.

Srak.

Jeno membuka matanya dan diapun menatap heran jaemin, lalu menatap kearah yang tengah ditatap oleh sahabatnya itu.

"Apa Haechan memintamu duduk disini?"

"Ne." Angguknya datar.

"Sudahlah, lagian hanya hari ini saja. Kekasihmu tak akan menghilang juga."

"Kapan kau jadikan dia kekasihmu? Dia menggangguku." Ketusnya membuat jeno melebarkan matanya yang sipit itu saking kagetnya.

"Kenapa? Kau tak percaya kalau aku mengetahui perasaanmu?" Jeno hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Makanya jangan kebiasaan mengajak taruhan. Mengungkapkan perasaan saja tak bisa." Ucap jaemin datar lalu diapun duduk menyandar sembari melihat renjun.

Sementara itu, di bangku renjun dia hanya merasa canggung dengan Haechan.

"Kau tak perlu canggung, lagian jaemin keterlaluan, jangan mentang-mentang dia adalah kekasihmu dia bisa seenaknya." Kesalnya.

"Ha-ha-ha." Renjun tertawa begitu saja. Membuat haechan tersenyum mendengarnya bahkan jaemin juga tersenyum sangat kecil.

"Aku senang bisa mendengarkan suara tawamu." Ucap Haechan dan renjun sontak saja berhenti tertawa.

"Kenapa? Tawamu indah." Ucap Haechan dan renjun hanya menunduk saja. Disaat bersamaan shotaro datang, dan diapun kaget melihat Haechan duduk bersama renjun, dan jaemin yang duduk dengan jeno tengah menatap tajam Haechan.

"Kenapa kau duduk dengan renjun? Kau tak takut dengan jaemin?"

"Untuk apa takut padanya? Aku kan bukan ingin mengambil kekasihnya, lagian kekasihnya harus berteman juga bukan?"

"Kau terlalu berani Haechan, kau tahu, sekarang dia tengah menatap tajam padamu, kalau dimatanya ada laser sudah dapat dipastikan punggungmu akan terbakar."

"Aku tidak perduli " Ucap Haechan ketus. Disaat bersamaan jaemin mendekat dan berdiri disebelah renjun, membuat sang empu menatap padanya.

"Ada apa jaemin?"

"Aku ke ruangan kepala sekolah dulu, dia memanggilku."

"Aaa ne."

"Kalau ada guru katakan saja."

"Ne." Angguk renjun dan jaeminpun langsung pergi dengan wajah datarnya itu.

"Wah rasanya aku ingin mencabik wajahnya itu." Kesal Haechan.

"Tapi dia tampan Haechan."

"Aku tak perduli setampan apapun dia. Aku pasfi akan melakukannya." Renjun hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Haechan.

"Renjun? Apa kau tak marah? Haechan berkeinginan mencabik wajah kekasihmu."

"Aku yakin dia tak akan melakukannya. Dia hanya kesal saja."

"Dia saja mengerti, masa kau tidak shotaro. Dasar."kesal Haechan.

"Terserah saja. Aku duduk saja." Ucap shotaro lalu pergi ke bangkunya.











Di ruangan kepala sekolah.

Jaemin menatap datar kepala sekolah sekaligus kakak sepupunya itu.

"Kenapa kau memanggilku Hyung?" Datarnya.

"Ini mengenai hubunganmu dengan Huang Renjun, kalau kau hanya ingin mempermainkannya. Maka hentikan sebelum kau menyesal Na Jaemin."

"Aku tak bermain dengannya Hyung, aku serius saat ini."

"Apa kau yakin? Aku dengar dari sungchan, kau, jeno, Mark melakukan taruhan untuk hal ini."

"Awalnya memang begitu, tapi sekarang kami sudah tak melakukannya lagi. Karena aku tak mau. Dan aku mencintainya." Ucap jaemin datar. Jaehyun hanya diam saja lalu diapun menatap mata adik sepupunya itu untuk mencari kebohongan tapi yang dia temukan hanya kebenaran.

"Baiklah, jangan sampai kau mengecewakannya."

"Aku tak akan melakukannya. Aku bukan kau yang bodoh saat itu." Ucap jaemin datar lalu diapun keluar begitu saja. Jaehyun hanya terdiam dan diapun menutup matanya sembari menyandarkan tubuhnya.

"Aku memang pecundang besar." Monolognya.





















¶¶¶¶¶

Taruhan (jaemren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang