III - Penyusup

16 1 0
                                    

Kehidupan memang penuh misteri. Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Bahkan sedetik dari sekarang, orang yang tadinya sehat bisa saja jatuh sakit. Begitupula dengan cuaca hari ini. Tadi pagi saat mengikuti apel rutin, aku merasakan matahari bersinar terik sekali dan membuat keringatku bercucuran. Namun ketika apel selesai dan kami semua kembali ke kelas masing-masing, hujan turun begitu deras.

"Kalau pensil alis, bagusan apa ya, Cin?"

Jovita bertanya kepada Cinda yang sedang memoleskan bedak kewajahnya.

"Tumben lo nanya?" kataku sedikit terkejut karena didalam pertemanan kami yang hanya terdiri dari aku, Jovita, Cinda, dan Aura, hanya Jovita yang agak tomboy yang tak tersentuh dengan makeup.

"Penasaran aja sih, Queen." Jawab Jovita. "Kenapa emang? Nggak boleh?"

"Bukan gitu. Kaget aja."

"Kalau gue sih biasa pake merk Viva," kata Cinda sambil meraih sebuah pensil alis dari dalam tas khusus makeup miliknya yang tidak pernah ketinggalan dibawa kemanapun ia pergi. "Walaupun murah, tapi kualitasnya nggak perlu diragukan."

"Kayak brand ambassador aja lo, Cin." Celetuk Aura.

"Yee. Udah lo fokus belajar aja sampai ngebul tuh otak."

Kami tertawa. Aura memutar bola mata dan lanjut membaca buku catatan Sosiologi miliknya. Aura memang gemar belajar. Bahkan tak jarang saat kami berkumpul ala-ala nognkrong dicafe pun, Aura tetap membawa iPadnya untuk belajar disela-sela obrolan kami. Tak heran, Aura selalu mendapatkan peringkat 1 seantero sekolah.

"Eh gimana Cin hubungan lo sama Fahri?" tanyaku karena aku baru ingat semalam Cinda mengirimku pesan di WhatsApp tapi belum aku balas karena aku sudah tidur.

"Loh bukannya lo udah putus, Cin?" sambar Aura.

"Iya, gitu deh. Gue udah capek diselingkuhin."

"Alah.. Dari dulu lo juga ngomong kayak gitu, tapi ujungnya balikan juga." Cibir Jovita.

Cinda berpacaran dengan Fahmi sudah satu tahun lamanya. Saat ini Fahmi statusnya adalah mahasiswa semester 4 disalah satu Perguruan Tinggi Swasta yang cukup terkenal. Fahmi sudah beberapa kali ketahuan selingkuh namun Cinda memaafkan dan tetap menjalin hubungan dengannya. Kami sebagai teman baik Cinda tentu sudah mengingatkan. Tapi, menasehati orang yang sedang dimabuk cinta adalah kegiatan buang-buang tenaga.

"Gue ke toilet dulu ya nitip." Kata Aura seraya bangkit dan terburu-buru.

"Ditemenin nggak?"

"Nggak.."

"Aura sebel tuh kalau denger cerita lo. Bulol. Bucin tolol." Celetuk Jovita.

"Nggak peduli.. lagian kali ini gue beneran putus kok. No coming back."

Aku dan Jovita saling tatap, ekspresi wajah kami sama-sama menyiratkan bahwa perkataan Cinda barusan adalah omong kosong belaka. Terakhir kali Cinda berkata seperti itu dengan sangat percaya diri tetapi malam harinya ia memposting foto sedang makan bersama Fahmi direstoran fancy. Kami sudah tidak percaya dengan Cinda.

Tidak lama, Bu Anggi muncul dari balik pintu masuk kelasku membawa setumpuk buku tulis milik kami didekapannya. Bu Anggi lalu menyuruh Karin untuk membagikan buku itu kepada masingi-masing dari kami. Aura belum kembali dari toilet, dan ia juga tidak membawa handphone jadi aku tidak bisa menghubunginya.

RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang