Amerika memucat, dia melihat adegan kematian itu yang seolah terjadi tepat dihadapannya. Dia seolah-olah bisa merasakan hangatnya darah yang terciprat dari luka menganga di dada Adhipramana.
Jika saja warna kulitnya seperti manusia, pasti terlihat betapa pucatnya dia. Kukunya menembus kulit dan mulai mengeluarkan darah namun tidak dipedulikannya, yang ada di pikirannya sekarang hanya darah hangat serta tubuh yang mulai mendingin.
"A-"
Amerika merasa seolah-olah dia tidak bisa bernafas, tenggorokannya seperti tercekat sesuatu.
"Ame-"
Pupil nya mengecil seolah melihat sesuatu yang mengerikan, seluruh tubuhnya mulai gemetar serta keringat dingin membasahi tubuhnya.
"Amerika!!" Teriakan itu membuat Amerika tersentak, dia melihat U.K, France, Canada, Australia dan New Zealand yang mengelilinginya. Ternyata tanpa dirinya sadari dia jatuh dengan kondisi gemetar hebat, membuat kepanikan di ruangan itu.
"Aku tidak apa-apa. Silahkan melanjutkan." Amerika berucap serak, tangannya terkepal erat, matanya dipenuhi oleh rasa takut yang tidak bisa disembunyikan.
France menatap UK yang mengerutkan kening, Kanada menahan Australia dan New Zealand yang masih mencoba mendekati sosok Amerika yang dikelilingi oleh mereka, menghalangi berbagai pandangan yang dilemparkan oleh personifikasi lain.
UK menghela nafas, dan memberikan sebotol air pada Amerika yang perlahan tenang.
"Minumlah, lalu kita lanjutkan."
Setelah beberapa saat, mereka semua sudah kembali ke tempat mereka berada sebelumnya.
Amerika mengabaikan berbagai tatapan yang diarahkan padanya. Mata birunya menatap botol air di tangannya, dia menahan mual yang yang masih tersisa.
Omong-omong, katanya kau ingin menjelaskan Dwi?" USSR mendekati PK* yang tampak tak bertenaga.
"Benarkah? Tapi aku sedang dilanda 5L. Jadi pan kapan ya?" PK* melirik lesu pada sosok USSR yang sudah membayangi dirinya.
"Enak aja, udah penasaran gini kau suruh aku nunggu lagi? Oh, tidak bisa. Dan apa-apaan 5L itu?" PFI membetulkan posisi duduk nya menjadi condong ke sofa tempat PK* yang tampaknya meleleh.
PKI melirik sebentar sebelum bergumam pelan, "Lemah, letih, lesu, lunglai, loyo."
TNI bisa merasakan urat di kepalanya berdenyut, tangannya sedikit menegang guna mencoba untuk tidak meninju kembarannya ini.
"Emang kau ngapain sampe begitu, padahal cuman nonton doang." Petrus mendengus pelan, saat dia sedikit bergeser ke samping ketika Third Reich nyempil diantara dia dan PFI.
"Karena aku M.A.L.A.S jadi tenaga pun hilang~" PK* bergumam lesu, mata kuningnya berkaca-kaca saat dia menguap.
"Banyak alasan kau!" TNI mendorong bahu PK* yang baru saja duduk.
Namun entah tenaga TNI yang terlalu besar atau PK* yang lengah, hal itu membuat PK* hampir nyusruk mencium lantai.
"Heh!"
PK* merutuk sebentar sebelum kembali bersandar pada sofa, saat dia melihat berbagai tatapan bertanya yang dilemparkan padanya.
"Oke-oke. Saat itu terjadi kita baru saja ditegur sama Ayahanda karena bermain-main di pohon hingga terbang entah kemana. Apa kalian masih ingat?"
Petrus bersenandung mengiyakan. "Lalu? Tunggu, bukankah selanjutnya adalah kau dan Nusa menghilang? Apa disaat itu?"
PFI dan TNI saling memandang. Mereka ingat saat itu keduanya hilang sampai seminggu lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pecahan Jiwa || Countryhumans Indonesia
FantasySebuah cahaya terang menyeret beberapa Countryhumans dan Organization Humans serta beberapa sosok yang harusnya sudah mati ke sebuah ruangan untuk melakukan sesuatu. Dan apakah itu? Warning ⚠️❗ Ini cuman khayalanku doang, oke? Jangan dianggap serius...