003

59 5 3
                                    

" I'm strong but... I'm only human
And
I bleed when i fall down"
.
.
.
.

Kini Hinata berada di kamarnya. Menangis dalam diam sembari memeluk kedua lututnya. Ini tidak adil... Kenapa hanya Hinata yang selalu di marahi dan salah.

Hanabi, adiknya bahkan belum pulang dan ayahnya tampak biasa saja. Hanya karena ia yang tertua apakah benar-benar harus diperlakukan berbeda begini? Hinata juga masih seorang anak bukan?

Apa yang salah dengan pulang terlambat sesekali? Apa yang salah dari bermain sesekali? Hinata lelah dengan semua pelajaran yang harus ia cerna dengan otak nya.

Isak tangis yang menyayat hati dapat terdengar dalam sunyi nya malam. Di dalam sebuah kamar dengan pencahayaan yang minim seorang gadis yang menjadi objek iri orang-orang kini sedang menangis pilu. Bulan dan gelapnya langit malam menjadi saksi bisu atas luka yang selama ini dipendam sendiri.

Hinata menghapus kasar air mata yang terus mengalir diwajahnya. Ngucapkan berbagai kata penenang pada diri sendiri.

'Tidak masalah Hinata. Kau sudah terbiasa bukan?'

'Tidak masalah ini bukan apa apa'

'It's okey... You can handle it'

Pada akhirnya ia berhasil menghentikan tangis nya dan mulai mengobati pipinya yang tergores. Malam itu setelah mengobati lukanya Hinata terlelap.

.
.
.

Pagi hari ini tidak ada yang spesial. Sang ayah sudah pergi berangkat ke perusahaan nya dengan melewatkan sarapan bersama. Kini hanya ada Hinata dan adiknya yang entah kapan pulang, Hanabi.

"Nee, Nee-chan~ kenapa pipimu di plaster?" tanya Hanabi sembari memakan sarapannya

"Ah, ini... Kemarin terluka saat praktek memasak" Hinata menjawab dengen senyum seperti biasanya. Berbohong pada adiknya seperti biasanya jika ini terjadi.

"Lain kali hati-hati dong, Nee-chan! Kan sayang kalo wajah cantik Nee-chan luka~ Dewa Deus akan sedih melihatnya~" Ujar Hanabi dengan dramatis

Hinata terkekeh mendengar gurauan adiknya, "Kau terlalu banyak membaca mitologi Yunani, Hanabi"

"Habis seru sih" balas Hanabi

"Apa yang seru, hm?" Tanya Hinata

"Em.. Erk... Ah! Aku piket hari ini! Aku duluan ya! Jaa ne!" Ujar Hanabi lalu beranjak dari duduknya dan berlari cepat menuju pintu utama meninggalkan Hinata sendirian diruang makan. Hanabi tidak mungkin memberi tahu kakaknya yang polos dan lugu itu! Mana mungkin ia mengotori telinga kakaknya :)

Hinata yang menaikkan satu alisnya bingung. Kenapa adiknya menjadi panik begitu? Apa pertanyaannya salah?

Tak memikirkan nya lebih jauh lagi Hinata segera menghabiskan sarapannnya dan segera berangkat ke sekolah nya.

.
.
.

Di sekolah seperti biasanya Hinata mendapat nilai sempurna di mata pelajaran yang sedang ia pelajari. Bell istirahat telah berbunyi beberapa menit lalu. Kelas telah kosong karena semua penghuninya kini sedang memuaskan perut mereka di kantin termasuk Hinata and the geng.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Home (?) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang