Suasana sore hari terasa hangat diikuti dengan hembusan angin yang menerpa hamparan lahan yang sepi dan sunyi. Banyak rumput dan pepohonan yang tertata rapi di lahan yang subur.
Langkah kaki kecil menyapa dengan senyuman manis di wajah kecilnya. Langkahnya sedikit cepat supaya sampai ditujuan yang ia kunjungi, lihatlah ditangan kecilnya membawa rangkaian bunga yang sudah menyatu disusun rapi.
"Nak, jangan cepat-cepat jalannya. Kamu bisa terjatuh nanti," seruan dari ayahnya membuat langkah cepat dari kaki kecilnya melambat.
Senyumannya semakin merekah, ketika sudah sampai yang dituju. Dengan langkah perlahan ia mendekat.
"Ayah, sini!" kata Anta kecil dengan suara cemprengnya.
Seorang lelaki dewasa tersenyum kecil melihat antusias dari anaknya, kemudian menghampiri. "Lain kali jangan berlari ya, nak. Nanti kamu bisa terjatuh."
"Iya ayah, maaf," ujar Anta seraya menundukkan kepala, takut jika ayahnya akan marah.
"Ayah maafkan. Lain kali jangan diulangi, janji," kata ayahnya mengangkat satu tangannya untuk menautkan jari kelingking.
Anta kecil tersenyum dan membalas menautkan jari kelingkingnya. "Ata janji, ayah."
"Pintar, anak ayah." Mengusak surai pelan anaknya dengan sayang.
"Nak, ucapkan selamat datang kepada bunda," perintah ayahnya kepada anaknya.
"Baik ayah." Anak kecil itu dengan patuh memberi salam kepada bundanya. Tangan kecilnya menaruh bunga yang di bawa tadi di atas lapisan bercorak batu tepat di depan foto senyum bundanya.
"Bunda, Ata datang lagi. Bagaimana kabar, bunda di sana? Pasti bunda baik-baik saja kan?" kata Anta dengan senyuman yang masih terbit di wajahnya.
"Bunda kemarin di sekolah, Ata di suruh ibu guru menggambar tentang keluarga, jadi Anta menggambar ayah, bunda, dan Ata. Bunda pasti senang kan kalo Ata menggambar keluarga, terus ibu guru kasih nilai Ata bagus. Ata sangat bahagia, bunda," cerita Anta dengan nada antusias dan senyuman bahagia.
Ayahnya mengelus pelan surai anaknya yang begitu antusias bercerita kepada bundanya, ia sangat bersyukur anaknya tumbuh dengan baik, ceria, dan menerima keadaan.
"Lihatlah sayang, anak kita tumbuh dengan baik. Terima kasih sudah melahirkan anak se baik Anta, aku akan berusaha menjadi ayah baik untuk anak kita. Aku sudah bisa menerima keadaan yang sekarang, walaupun kamu tidak ada di samping kita."
Anta kecil terus bercerita pada bundanya dengan antusias. Hingga tidak terasa waktu begitu cepat, sinar mentari perlahan mulai terbenam dan senja kini telah datang.
"Nak, ayo berdoa untuk bunda supaya bunda selalu bahagia di sana," titah ayahnya kepada anaknya. Anta menganggukkan kepalanya dengan lucu lalu berdoa untuk kebahagiaan dan ketenangan bundanya.
"Hari sudah mau gelap, jadi pamitlah pada bunda. Besok-besok kita ke sini lagi." Anta menganggukkan lucu.
Anta kecil beranjak dari duduknya, sesaat tatapannya terpaku pada suatu objek. Pandangan lurus ke depan melihat sesuatu yang membuatnya tersenyum lebar.
"Ayah," panggil Anta seraya menarik kemeja ayahnya.
"Kenapa, nak?"
Anta menatap ayahnya dengan tersenyum lalu menunjuk ke arah depan, ayahnya mengikuti arah tangan kecil anaknya namun tidak menemukan sesuatu. Apa yang Anta lihat?
"Ayah, Ata lihat bunda sedang senyum dan menatap kita dari sana," jelas Anta kepada ayahnya dengan nada cemprengnya.
Ayahnya tersenyum kecil dan berjongkok menyamai tinggi anaknya. "Anta, senyuman bunda sangat indah, bukan?"
Anta mengangguk kepala dengan lucu. "Iya, ayah. Senyuman dan wajah bunda sangat indah dan cantik."
"Lambaikan tangan kepada bunda dan tersenyumlah." Anta kembali mengangguk kepala.
"Bunda, semoga bunda selalu bahagia di sana. Ata bahagia sama ayah, pasti bunda juga bahagia. Terima kasih bunda, Ata sayang bunda." —Sebasta Bumantara.
***
Sekian.
[01 November 2024]
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara dan kisahnya
Teen FictionSebasta Bumantara, dia pemuda yang selalu mencari kebahagiaannya. ••••• Start : 01 Nov 2024 End : ? By. rafkchndr