25

569 77 5
                                    

Sementara itu di rumah Sisca.

Chika sedang duduk sambil membaca buku, buku itu adalah buku catatan ibu kandungnya. Chika membacanya dengan seksama sambil menunggu Bunda nya untuk sadar.

 Chika membacanya dengan seksama sambil menunggu Bunda nya untuk sadar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak beberapa lama menunggu, Sisca sadar dan menatap sekelilingnya.

"Sudah bangun, Bunda?" Chika menutup buku dan meletakkannya di meja kecil di samping kursinya.

"Baju itu.." Sisca terkejut melihat baju kebaya hitam yang dikenakan oleh Chika.

Meskipun kebaya seperti itu mungkin bisa saja dibuat oleh orang lain. Tapi hanya melihatnya sekali saja, Sisca sudah tau siapa pemilik baju itu.

"Kenapa, Bunda? Bukankah aku sangat cocok dengan baju ini?" Chika tersenyum.

"Darimana kamu mendapatkannya? Seharusnya kamu tidak tau tentang baju itu." Sisca hanya bisa bertanya tanpa bisa berbuat lebih karena tubuhnya yang terikat di kursi.

"Bagaimana bisa seorang anak tidak tau, dan tidak boleh memakai baju ibunya sendiri?" Balas Chika.

"Apa kamu sudah mengetahui semuanya?" Tanya Sisca, panik. Padahal semua rahasia itu sudah ia simpan rapat-rapat.

Chika mengangkat tangan kirinya dan dua sosok mengerikan dan berbadan besar muncul di belakang tubuhnya. Sosok yang sama seperti yang dilihat oleh Shani di mansion.

"Nurhayati. Bunda tidak asing bukan dengan nama ibuku." Chika sengaja menekan kata 'ibuku' pada Sisca.

"Kamu sudah bisa memanggil mereka?" Tanya Sisca lagi untuk memastikan.

"Sekar.."
Chika memanggil Sekar, dan tak lama Sekar pun muncul dan berdiri di samping Chika.

"Tidak mungkin. Kamu seharusnya tidak pernah melakukan ritualnya. Tidak mungkin mereka bisa patuh hanya..."

"Kenapa tidak mungkin? Aku tidak butuh ritual itu. Ritual itu hanya untuk orang asing yang mencoba menggunakan mereka. Sedangkan aku, aku adalah pewaris dengan garis darah terdekat dengan tuan mereka."

Sisca menatap tajam dengan penuh amarah pada Chika. Rencananya bisa berantakan jika dia tidak menjinakkan Chika sekali lagi.

"Menjinakkan? Kenapa aku yang harus dijinakkan oleh orang asing sepertimu?" Ucap Chika. Dia mengambil belati khusus yang dia gunakan sebelumnya untuk menjalankan misi, memainkannya di tangannya.

Melihat wajah terkejut Sisca, Chika tersenyum remeh.
"Aku bisa mendengarnya."

Chika berjalan lalu menyayat tangannya dan tetesan darahnya sengaja ia teteskan di lantai mengelilingi Sisca yang terikat di kursi.

"Aku punya banyak waktu untuk bermain." Ucap Chika. Tak butuh waktu lama, banyak mahkluk dengan tubuh aneh dan menyeramkan muncul menjilati lantai.

Chika mengambil darah di telapak tangannya dengan ibu jari lalu mengoleskan di bibirnya seperti menggunakan lipstik. Lalu Chika seperti mengucapkan sesuatu namun tanpa mengeluarkan suara. Tiba-tiba satu mahkluk yang sebelumnya menjilati darah Chika di lantai langsung berdiri dan masuk dengan paksa ke raga Sisca.

AAAARRGHH... AAAAAHHH..

Chika tertawa melihat Sisca yang teriak kesakitan dan dengan wajahnya yang kadang sedikit berubah menyerupai mahkluk yang memasuki raganya.

"Ini sangat menyenangkan" Chika tertawa sambil bertepuk tangan. Ketika Sisca kembali berteriak.
Chika memotong tali yang mengikat Sisca.

Sisca berteriak sambil berguling di lantai, terkadang dia mencakar-cakar tubuhnya sendiri, membenturkan kepalanya di lantai, mencabut kuku jari, dan masih banyak lagi. Setiap mahkluk yang masuk ketubuh Sisca melakukan hal yang berbeda untuk menyiksanya.

Chika menutup hidungnya ketika mahkluk yang bertubuh besar juga sangat busuk dan menjijikan itu masuk ke raga Sisca. Tapi Chika tetap menikmatinya. Dia bahkan tertawa geli melihat tubuh Sisca yang perlahan muncul nanah yang busuk sama seperti tubuh mahkluk itu.

Gita yang melihat kebrutalan di depannya sampai muntah berkali-kali.

"Eh? Sudah pingsan? Kukira dia kuat menahannya sampai akhir." Chika menyeka air mata di sudut matanya karena terlalu banyak tertawa.

"Ah pertunjukan yang menyenangkan. Gita?" Chika menoleh ke belakang mencari Gita.

Gita kembali muntah saat melihat tubuh Sisca yang tergeletak di lantai dengan tubuh yang mengenaskan.

"Jika kamu tidak mampu aku akan meminta Sekar melakukannya." Ucap Chika.

"Aku bisa melakukannya. Tidak perlu meminta pada mahkluk itu. Aku hanya butuh waktu sebentar. Kamu tidak sedang buru-buru kan?"

Chika menggeleng.
"Baiklah, aku akan menunggumu. Jika sudah selesai, panggil aku."

Saat hendak keluar dari ruangan itu, Chika berhenti karena sosok Sekar meminta sesuatu padanya.

"Baiklah, lakukan sesukamu. Asal jangan merepotkan Gita"
Setelah mengatakan itu, Sisca kembali bangun. Bola matanya sepenuhnya berwarna hitam. Ya sosok itu adalah Sekar. Dia masuk ke tubuh Sisca untuk membalas dendam. Sekar tertawa sangat puas sambil mematahkan satu per satu jari tangan Sisca.

Chika tersenyum melihat aksi Sekar. Lalu dia kembali mengeluarkan perintah baru.

"Biarkan dia merasakannya sebelum kalian membereskannya." Ucap Chika lalu keluar dari ruangan itu.

Sekar semakin brutal menghancurkan tubuh Sisca. Sedangkan Gita, dia menatap tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dan lihat saat ini.
Chika yang memiliki hati paling hangat diantara yang lainnya kini berubah menjadi jauh lebih kejam daripada Sisca.

Gita menghampiri Sekar yang yang sibuk bermain dengan tubuh Sisca.

"Kau yang mengubah Chika sampai seperti ini kan!!"

Sekar terkikik geli lalu menghampiri Gita yang menatapnya dengan tatapan tajam.

"Apa kau pikir aku memiliki kemampuan untuk mengubah gadis itu? Tidak.. Tidak.. Kau salah besar." Ucap Sekar, tertawa lagi. Tangannya sibuk mematahkan jari tangan Sisca sampai tak berbentuk, sedangkan matanya yang hitam sepenuhnya itu terus menatap Gita.

"Tapi dia berubah setelah kau mengikutinya."

Sekar tertawa, tawanya terdengar mengerikan.
"Kau belum melihat ibunya. Aku sudah menyaksikan bagaimana kegilaannya puluhan tahun lalu. Jika hal seperti ini sudah kau anggap mengerikan. Tapi bagi ibu gadis itu, ini sama seperti permainan anak-anak baginya. Jadi jangan menuduhku mengubahnya. Gadis itu hanya mengikuti nalurinya, mengikuti yang sudah dilakukan keluarganya sejak lama."
Sekar terkikik lalu mematahkan jari terakhir tangan Sisca.

"Gadis itu bisa lebih kejam atau tidak, itu tergantung pada dirinya. Karena orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan biasanya akan terlena dan akan terus menyusuri jalan yang gelap." Ucap Sekar.

Sekar mengambil sebuah pisau, namun dihentikan oleh Gita.

"Bisakah kau berhenti? Jika kau teruskan, dia akan langsung mati saat kau keluar dari tubuhnya." Ucap Gita.

"Benar.. Kau benar.. Baiklah, aku tidak boleh membiarkannya mati dengan mudah, itu akan membuat gadis itu marah." Sekar tertawa dan tubuh Sisca pun terjatuh ke lantai.

Setelah Sekar pergi, Gita mengamati tubuh Sisca yang hancur dan mengenaskan.
Tiba-tiba ucapan Sekar kembali terlintas. Jika hal sebrutal ini hanya seperti mainan anak-anak bagi ibu kandung Chika. Maka akan semengerikan apa jika ibunya serius menyiksa orang? Gita bergidik, membayangkan saja dia tak sanggup.









Halo

Apa kabar?

Update lagi nih. Part gabut karena abis mendengar pengumuman last Show si jamet itu.

Hope you like it and see ya.

Cinta dan Enam Cangkir BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang