16

524 82 14
                                    

"Kalau kamu memberitahu aku alasannya.. Aku akan memberikan apapun yang kamu minta, selama dalam batas wajar dan masih dalam kemampuanku."

"Kenapa sebegitu ingin tahu nya? Bukankah sebaiknya biarkan seperti biasanya saja, Ci."

"Aku juga butuh informasi agar aku bisa memperhitungkan setiap resiko dalam keputusanku kedepannya." Ucap Shani.

Semenjak ia memutuskan untuk mempercayakan hatinya pada Gracia, Shani merasa setiap resiko dari keputusannya itu akan berimbas ke Gracia juga. Dulu mungkin Shani akan mengabaikannya, tapi sekarang tidak bisa seperti itu.

"Aku bisa memberikan sedikit petunjuk, tapi setelah aku mengatakannya aku ingin Cici berjanji untuk merahasiakannya dan membiarkan aku terus mengawasi Chika secara pribadi."

Shani berpikir sejenak. Bisa saja dia mengijinkan hal itu, meski pun ada sedikit resiko, tapi informasi sekecil apapun itu sangat penting saat ini.

"Baiklah, aku berjanji akan membiarkanmu mengawasi Chika secara pribadi dan juga merahasiakan pembicaraan kita ini. Bahkan ke Gracia sekalipun."

"Aku tidak bisa memberitahu terlalu banyak, sama seperti Cici. Aku pun punya sesuatu untuk di lindungi."

"Sebagai sesama orang yang memiliki sesuatu untuk dilindungi, aku ingin informasi yang sepadan dengan persyaratanmu tadi."

"Cici bukanlah orang pertama yang bertemu dengan Bunda. Chika lah orang pertama yang bertemu dengan bunda. Dan aku adalah anak pertama yang dibawa ke tempat ini."

Shani benar-benar terkejut mengetahui hal itu. Jadi selama ini dia seperti orang bodoh yang merasa spesial karena menjadi anak pertama?
Harusnya ia sadar, terlebih dengan Bunda yang selalu mengistimewakan Chika.

"Satu minggu setelah bertemu dengan Chika, Bunda bertemu denganku, dan menunjukkan mansion ini padaku. Aku tidak bisa mengikuti ritual itu bukan karena tidak sanggup atau tidak cocok. Melainkan aku memang tidak bisa dijinakkan dengan ritual itu. Tidak seperti kalian, aku memiliki penjaga ku sendiri. Jadi aku tidak perlu dijaga oleh apapun lagi selain dirinya."

Shani masih diam, ia mencerna setiap kalimat yang di lontarkan oleh Gita.

"Entah ini menjawab rasa ingin tahu Cici atau tidak, tapi yang aku tahu alasan kenapa Bunda sangat mengistimewakan Chika adalah... Karena Chika adalah wadah Bunda. Chika adalah tujuan dari segala ambisi Bunda."

"Ambisi?" Gita mengangguk.

"Apa Cici pernah berfikir kenapa kita semua ada disini? Kenapa kita dididik untuk jadi seperti ini? Kenapa harus ada ritual itu? Mungkin itu sempat terlintas di pikiran kalian, tapi karena 'dia' kalian jadi mengabaikan pikiran itu. Kalian adalah..."
Gita tidak melanjutkan ucapannya. Tiba-tiba ia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya.

"Sepertinya aku bicara terlalu banyak."

Shani melotot, tiba-tiba saja darah keluar dari hidung Gita. Matanya sedikit memerah.

"Kamu kenapa?"
Dengan panik Shani mengambil tissu dan membersihkan darah yang mengalir di hidung Gita.

"Aku tidak bisa mengatakan hal yang belum saat nya kalian ketahui. Mau kalian meminta baik-baik pun. Bagiku rasanya sama seperti membuka mulut setelah berbulan-bulan disiksa dalam ruangan bawah tanah."

Shani terduduk lemas. Jadi itu sebabnya selama ini Gita diam. Membuka mulut sama saja menyiksa diri sendiri.

"Jika Cici ingin semuanya baik-baik saja, bersikaplah seperti obrolan ini tidak pernah terjadi. Suatu saat nanti, Cici bisa menemukan jawabannya sendiri. Tidak perlu dipaksa secepatnya, kita hanya perlu mengikuti arusnya. Aku tidak membenci kalian, aku hanya ingin kita semua baik-baik saja dan tetap utuh tanpa kehilangan siapapun lagi."

Cinta dan Enam Cangkir BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang