Selamat membaca...
Karena ada abadi indah yang menanti dan harus diusahakan
- Langit Afra
Senja di kota ini memang paling indah. Kota kelahiranku, senang rasanya bisa tinggal di kota ini. Sore ini Bestari menghabiskan waktunya bersama laki-laki yang menyukai matahari terbenam. Di rerumputan pinggiran danau duduklah mereka berdua. Bestari yang di dalam pikirannya terdapat pertanyaan memutuskan bertanya kepada laki-laki yang duduk bersisian dengannya.
"Aku mau ngomong sesuatu. Tapi kalau tidak suka kamu bisa langsung menghentikan ucapanku dan aku ada sedikit pertanyaan yang mungkin jawabannya panjang."
Laki-laki itu menatap Bestari dengan senyum yang terpatri di bibirnya dan anggukan kepala menyetujui ucapan Bestari.
"Kadang aku ngerasa capek kalau lihat kamu sering senyum, seolah-olah kamu gak pernah punya hal-hal yang buat kamu marah, sedih, apalagi kecewa. Kamu kalau seneng senyum, marah rautnya palingan datar. Intinya, kalau kamu gak senyum. Kamu selalu pasang raut wajah datar." Bestari menghentikan ucapannya menatap laki-laki disebelahnya dan mengamati apakah laki-laki disebelahnya ini tersinggung atau tidak dengan ucapannya. Mendapati respon dari laki-laki itu sepertinya Bestari bisa melanjutkan ucapannya
"Aku jadi penasaran gimana cara kamu ngadepin hal-hal yang nyebelin? Masalah apa yang ganggu kamu karena kamu selalu kelihatan kuat. Bahkan kamu juga sering jadi pendengar isi kepalaku yang sangat rumit bahkan kadang isinya banyak masalah-masalah dan overthinkingku yang gak ada habisnya. Rasanya hidup kamu itu pasti indah banget kayak taman bunga, karena jarang banget denger kamu ngeluh ke aku." Bestari mengakhiri perkataannya dengan tawa hambarnya.
Bestari menatap lamat-lamat mata laki-laki yang duduk disebelahnya yang kelihatannya terusik dengan kalimat terakhir yang terucap dari bibirnya. Bestari melihat laki-laki disebelahnya yang menghilangkan senyumnya berganti dengan raut wajah menerawang jauh. Seperti seseorang yang sedang mencoba memikirkan rangkaian peristiwa dan kata yang tepat untuk mendeksripsikan sesuatu yang ada dikepalanya. Bestari tersenyum dan menampakan raut wajah bersalah,
"Gak usah dijawab kalau sekiranya itu mengusik privasimu ak─" belum sempat selesai suara laki-laki disampingnya membuatnya berhenti
"Apa ada yang lebih menyakitkan dari mendampingi seseorang yang kau cintai menuju kepulangan yang abadi. Membantu menuntunnya mengucapkan kalimat terakhir yang sebisa mungkin setiap manusia ucapkan dipenghujung hidupnya,"
Helaan nafas yang terasa berat itu keluar dari laki-laki bernama Dirgantara
"kalau abadi itu ada─" terputus ucapan Dirga, mata itu menerawang menghadap langit senja yang datang menyambut.
"pasti aku akan menjadi salah satu diantara banyaknya manusia dibumi ini yang gak perlu merasakan sesaknya kehilangan, sesaknya mencoba kuat disaat kepala keluarga pergi. Dan aku harus menghadapi kenyataan didepan mataku saat wanita yang melahirkanku berteriak pilu kehilangan seseorang yang ia semogakan untuk menemaninya menghabiskan masa tuanya. Seseorang yang malah terpilih untuk mengambil waktu kepulangan lebih cepat dari harapan yang selalu dirapalkan dalam doa." Dirga mengalihkan pandangannya kearah danau yang airnya tenang.
"Kamu tadi berandai-andai, kadang seperti itu memang perlu. Tapi, bukankah aku, kamu dan segalanya akan mencapai titik abadi dari sebuah kepulangan itu? Kalau jawabannya iya" Bestari tersenyum tipis lalu melanjutkan ucapannya
"Mari kita buat pengandaian abadi bersama mereka, ditempat terbaik yang Tuhan sudah siapkan. Walau tidak disini, namun ditempat abadi selanjutnya mari kita buat diri kita dapat berkumpul bersama dengan abadi yang indah setelah kepulangan itu. Mari berusaha lebih keras lagi menjadi lebih baik agar yang dijanjikan indah itu memiliki hasil yang akan terwujud nantinya. Sekeras dan sebaik seperti usaha kita menggapai abadi." Dirga tersenyum mendengar perkataan dari Bestari, menganggukan kepalanya setelah mencerna maksud ucapan Bestari yang sedikit membuatnya bingung. Dirga memilih menikmati angin yang menerpanya lalu membuka suaranya lagi.
"Aku laki-laki ta..., dituntut untuk kuat menghadapi apapun. Saat wanita tersayangku menangisi belahan jiwanya. Aku pun ingin ikut menangis dengan keras, ingin meneriaki bumi ini dengan makian. Tapi ta, aku ini diminta untuk menguatkan, padahal aku sendiri sebenarnya hancur berantakan. Aku kuat selagi ibu kuat. Ibu kuat selagi aku kuat. Dan hari ini kamu bisa melihat bagaimana kuatnya aku setelah kepergian tulang punggung keluargaku. Kamu yang hari ini berkata bahwa hidupku terlihat penuh keindahan, ternyata banyak pula rintangannya." Senyum kecut diperlihatkan Dirga yang memilih mengambil nafas panjang untuk melanjutkan ucapannya.
"Senyum setiap hari ngebuat aku gak capek ngehadapin hari, ngejaga perasaan agar bahagia bisa ngebuat diriku ini jadi bersemangat walau ada capeknya. Aku gak banyak menceritakan hal-hal yang ada dikepala karena lagi-lagi aku ini laki-laki. Image laki-laki itu erat banget dengan kata kuat, gak gampang nangis, bisa ngelakuin apapun dan banyak lagi."
Bestari mencoba menepuk bahu laki-laki disebelahnya untuk menyalurkan kekuatan dan diusap dengan perlahan dengan harapan laki-laki yang selalu menyuguhkan senyuman terbaiknya setiap hari menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
"Siapa yang bikin image laki-laki harus begitu. Menurutku, semua orang boleh mengekspresikan diri sesuai dengan apa yang dirasakan. Yang penting jangan berlebihan untuk mengekspresikan diri. Hal-hal yang berlebihan itu biasanya gak ada baik-baiknya." Bestari berucap sambil mengerucutkan bibirnya, memperlihatkan ketidaksetujuannya.
"Karena kamu terlahir sebagai perempuan Bestari, ucapanmu juga tidak salah. Tapi aku tidak seberani itu untuk mencoba mengekspresikan diriku. Sedari kecil aku sudah belajar menjadi kuat. Bapak yang pergi saat aku menginjak bangku kelas tujuh. Membuat aku ini kuat dengan perkataan-perkataan menyakitkan maupun menyenangkan. Sudah biasa menemui hal-hal yang menurutku menyebalkan, atau bahkan tidak bisa aku jelaskan dengan kata. Aku belajar kuat dari ibu dan belajar menjadi laki-laki yang baik seperti yang Bapak ajarkan ketika masih hidup."
"Kalau begitu, kamu boleh menjadi dirimu sendiri tanpa harus menjaga imagemu itu saat bersamaku. Aku ini gak akan ngomongin kamu dibelakangmu, akan menjaga rahasia dengan baik. Seperti yang selama ini kamu lakukan." ucapan Bestari terdengar semangat dalam meyakinkan Dirga.
"Aku akan mencobanya kalau begitu." Dirga tersenyum hangat melihat ke mata Bestari yang memancarkan keyakinan akan ucapannya. Bestari mengangguk dengan yakin sembari mengacungkan ibu jari kea rah Dirga.
"Emm...Aku minta maaf Dirgantara kalau didalam perkataanku tadi ada ucapanku yang membuatmu mengingat masalalu dan terima kasih untuk jawabanmu. Jangan menyerah, jangan takut, dan tetaplah kuat seperti arti namamu yang berarti sangat indah dan didalamnya ada harapan-harapan yang diberikan kedua orang tuamu. Bagai rapalan mantra yang akan sampai pada titik jauh dan tinggi untuk mencapai tujuannya, namamu yang berarti sebuah ruang untuk melingkupi bumi, maka kuatlah seperti harapan yang besar itu."
Sejenak Bestari tersenyum kearah Dirga, yang Dirga lakukan menatap mata Bestari dan menggengam erat tangan itu.
"Terima kasih sudah menjadi pendengar dan pemberi kekuatan disaat aku membutuhkannya." Setelah mengucapkan kalimat itu Dirga membatin kata yang tak mampu terucap "Kau memang bumi yang berada dan menjadi dibagian diriku. Aku akan selalu ada sebagai ruang untukmu berbagi dan menghadapi apapun yang ada, seperti dirimu yang melakukannya untukku. Terima kasih karena sudah menjadi bagian ceritaku Bestari. Terima kasih."
Terima kasih sudah membaca
Semoga suka ya...
❤️
1 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu : Satu [1:1]
Cerita PendekKali ini aku ngebuat cerita pendek gitu. Disetiap part akan berbeda cerita walaupun mungkin akan memiliki nama tokoh yang sama. Langsung aja dibaca 📖 . . . . . . . . Selamat menikmati ❤️Selamat membaca 👀 Hope you like it ⭐ Hanya sebuah cerita yang...