ONE

16 3 0
                                    


Waktu sudah menunjukkan pukul enam petang, seorang gadis masih setia duduk di depan layar monitor kantornya. Sesekali membenarkan kacamata yang bertengger di hidungnya kala benda itu mulai terasa sedikit tidak nyaman.

Dddrrttt... ddrrrttt...

Bapak CEO : Ayo pulang!

Pesan singkat yang muncul di bar notifikasi hanya membuat Agnes menoleh sekilas tanpa berminat membacanya. Gadis itu memutar bola matanya malas, membaca nama kontak yang mengirimkannya pesan saja mampu membuatnya meradang. Hatinya benar-benar sesak penuh dengan rasa kesal yang tak bisa ia lampiaskan, karena rasanya percuma hari esok akan kembali demikian.

"Kamu tidak pulang?" tanya Eric memberikan secangkir mochaccino pada Agnes yang hanya tersenyum dan menggeleng pelan, kemudian meneguk kopi buatan sahabatnya itu.

"Aku akan pulang menunggu hujan reda!" ucap Agnes menatap jendela yang terlihat basah dari luar, tampaknya hujan deras baru saja mengguyur kota metropolitan hari ini.

"Kamu tidak bawa mobil?" tanya Eric mengeryitkan dahi, tidak biasanya gadis itu menunggu hujan reda di kantor. Biasanya, Agnes lebih memilih segera pulang untuk mengistirahatkan otak dan badannya dibandingkan melanjutkan pekerjaan kantornya.

"Mobilku di bengkel hari ini, aku akan naik taxi nanti." Jawab Agnes asal, gadis itu hanya tidak ingin berpapasan dengan David di basement nantinya. Sejak menyetujui untuk menjadi pengantin CEO di perusahaannya sendiri membuatnya merasa tengah memikul beban yang sangat berat di bahunya.

"Nes, aku ingin memastikan dengan berita yang beredar, kalau..."

"Ayo pulang! apa aku harus menjemput ke ruanganmu seperti sekarang setiap hari!" ucap David yang sudah muncul di ambang pintu, membuat dua insan yang tadinya sedang mengobrol menoleh ke pintu.

Eric terkesiap dan langsung berdiri menunjukkan rasa hormat pada presdir perusahaan. Sedangkan Agnes membulatkan matanya, bagaimana laki-laki itu terang-terangan mengajaknya bicara, padahal Agnes berusaha sebisa mungkin untuk menjaga jarak sampai di hari mereka menikah.

Semua mata tertuju pada David yang masih setia menunggu menatap Agnes yang justru menundukkan kepala, berusaha bersikap biasa seolah David tidak sedang berbicara dengannya.

"Saya sedang bicara dengan anda, Nona Agnes Liam." Ucap David sedikit mengeraskan suaranya di bagian nama belakang Agnes membuat suara kian gaduh.

Agnes membulatkan matanya, dia segera mengambil ponsel dan tas kerjanya, menarik David untuk segera pergi dari kantor. Gadis itu bahkan tidak peduli dengan layar monitor yang masih menyala, rasa malu dan gugupnya membuat gadis itu tergesa pergi.

"Kamu gila! sejak kapan nama belakangku berganti menjadi nama keluargamu!" ketus Agnes pada David yang hanya menyeringainya.

"Sebentar lagi, bukankah kamu akan menjadi istri saya?" tanya David dengan blak-blakan. Agnes kelabakan mendengar kalimat yang kini terdengar begitu menggeletikan. Wanita itu belum terbiasa dengan obrolan yang mengarah ke masa depan, terlebih dengan David.

Agnes menghentikan langkahnya begitu mereka sampai di basement, di hadapannya mobil sport milik David memenuhi pandangan gadis itu. Agnes tampak celingukan, menoleh ke kanan dan ke kiri dengan menggigit bibir bawahnya dengan cemas, wanita itu takut jika ada yang melihatnya masuk ke mobil sang presdir.

"Untuk apa sembunyi? Semuanya juga bakal tahu nanti ketika kamu menikah denganku!" decak David kesal pada sikap Agnes yang tampak aneh, seperti seorang pencuri yang tampak berhati-hati takut ketahuan.

"Setidaknya biarkan hariku tenang sebelum menjadi hari-hari neraka bersamamu." Ucap Agnes ketus kemudian masuk ke dalam mobil.

"Terlambat, semuanya sudah tahu berita yang beredar. " ucap David tenang dan mulai melajukan mobil miliknya meninggalkan lantai dasar perusahaan.

"Iya semuanya gara-gara kamu!" tuduh Agnes menyilangkan kedua tangannya, wajahnya terlihat judes menahan amarah.

"Kamu pikir di perusahaan ini tembok hanya sebuah benda mati? Tentu saja, tidak. walaupun aku diam saja, desas-desus karyawan menggoda presdirnya akan tetap muncul." Ucap David dengan senyum liciknya, Agnes justru termenung menatap David yang rupanya mengetahui apa yang telah mengganggunya dan membuat telinganya terasa panas akhir-akhir ini, tepatnya setelah ia keluar dari ruangan David waktu itu.

Hening, tidak ada obrolan apapun selama perjalanan mereka. Entah hanya perasaan Agnes saja atau memang suasana mendadak terasa menegangkan, hawa dingin seperti terasa keluar dari sosok David yang kini tampak terlihat seperti lelaki dingin dari kutub utara.

Raut wajahnya saja tampak berbeda, seperti bukan David yang Agnes temui di kantor tadi. Perhatian Agnes teralihkan pada jalanan yang terasa asing, dia sangat jarang melalui jalan ini kecuali berkunjung ke rumah bibinya.

"Tunggu, ini bukan jalan ke apartemen! Kita mau kemana?" tanya Agnes yang mulai sadar, David tidak mengajaknya pulang.

"Ke rumah keluargaku!" jawaban singkat David membuat Agnes membeku ditempatnya, apa dia tidak salah dengar! Tanpa membersihkan badan atau merapikan penampilan lelaki itu mengajaknya bertemu keluarga yang sebentar lagi akan menjadi keluarganya jua.

"Dengan pakaian seperti ini! kenapa kita tidak pulang lebih dulu. Lagipula kenapa mendadak sekali?" tanya Agnes dengan pertanyaan bertubi-tubi.

"Bukan sesuatu yang special, jadi sebaiknya kamu tidak perlu menyiapkan dirimu." Jawab David dengan dingin lagi membuat Agnes bungkam, sepertinya suasana hati David sedang tidak baik-baik saja.

Agnes memilih tidak bertanya lagi, sepertinya jika dilanjutkan akan memperkeruh suasana di antara mereka. Wanita itu hanya menatap langit yang terlihat dari kaca jendela, tampak gelap sehabis hujan, genangan air bahkan masih terlihat samar-samar di jalanan belum surut sepenuhnya. Pikiran Agnes sekarang adalah apa yang akan ia katakan pada keluarga David.

Mereka sampai disambut dengan beberapa pengawal yang dengan sigap membukakan pintu mobil. Agnes keluar dan menghampiri David yang tampak merapikan jasnya, wanita itu tampak gugup bahkan tidak sanggup untuk sekedar menelan ludahnya yang kini terasa begitu kaku.

"Jangan banyak bicara nanti, katakana seperlunya! Karena ibuku pandai memancing obrolan, lebih tepatnya menjebakmu untuk bicara!" ucap David berbisik di telinga Agnes, memberikan peringatan pada wanita yang kini kian gugup, keringat dingin tanpa sadar keluar di pelipisnya.

"Jangan gugup! Kamu hanya perlu berdiri disampingku saja!" ucap David mengusap pelan keringat dingin di kening Agnes membuat wanita itu terdiam sejenak, dia tidak menyangka akan tindakan David yang justru membuat jantungnya kian berdegup kencang dan tak wajar.

Belum lagi masalah napasnya yang tampak memburu, rentangan tangan David membuat Agnes kebingungan. Sebenarnya apa yang sedang dilakukan oleh David, lelaki itu tidak mengatakan sepatah kata pun.

"Apa?" tanya Agnes yang masih tidak mengerti.

"Kamu pikir mereka akan percaya jika kita akan menikah, kita harus terlihat mesra sekarang!" ucap David kehabisan kesabaran dengan Agnes yang tidak paham apa yang ia maksud. Lelaki itu menarik tangan kanan Agnes pelan, mengisi sela-sela jari mungil Agnes dengan jarinya.

"Ini lagi shooting film kan? Tapi aku bukan artis!" 

FAKE MARRIAGE : The Crazy CEO Purpose Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang