Vampir

6 0 0
                                    

Akhir-akhir ini bumi dikejutkan oleh berita kemunculan vampir di berbagai belahan dunianya. Aku yang belum pernah melihat langsung dan orang-orang sekitarku yang juga tak pernah melihat membuatku sedikit tak percaya. Aku tetap pulang malam sendiri sepulang les selama seminggu ini ini tapi belum juga menemukan suatu kejadian. Hal itu membuatku berpikir bahwa berita belakangan ini hanyalah rekayasa media.

Satu teman kelasku, Cale, dicurigai sebagai vampir. Bukan karena apa pun kecuali karena ia tampan. Semua teman kelasku memanggil dia vampir. Bahkan sampai banyak yang berkata kalau ia benar vampir, mereka rela diminum darahnya.

Panjang umur. Itu dia, Cale. Laki-laki tinggi dengan kaki jenjang dan tubuh tegapnya, netra dan rambutnya yang segelap malam, dan cewek-cewek yang selalu ada di sekitarnya, itu semua cukup untuk mendeskripsikannya.

Ah. Tatapanku bertemu miliknya. Ia tersenyum. Darahku mendidih. Bukan, ini bukan rasaku suka padanya. Ini rasa... Permusuhan? Kubiarkan perasaan itu. 

Malam, aku pulang les sendiri seperti biasa, malam ini bulan belum sempurna purnamanya , tapi hawa dingin mulai menyeruak. Hatiku juga tak tenang, seperti ada bagian dari diriku yang akan meluap. Entah itu apa. 

Kupeluk tubuhku yang sedikit menggigil sambil terus melangkah. Kususuri gang demi gang untuk segera sampai ke sharehouse-ku. Gang pertama, aman. Gang kedua, syukurlah tak ada yang perlu ditakutkan. Tinggal dua gang lagi aku akan sampai. Setelah ini gang yang paling sepi, gang ketiga. Firasatku makin tak enak. Kuberanikan diri untuk terus melangkah. Putar balik sudah terlalu jauh.

Refleks, kepalaku mengintip celah antargedung pertokoan itu. Ini gang ketiga. Mataku langsung menangkap siluet dua orang, sontak kumundurkan kembali tubuhku. Tapi mataku yang penasaran ini masih memindai apa yang terjadi di sana.

Satu hal yang langsung terlintas di kepalaku, berita tentang penyerangan oleh vampir yang banyak terjadi di distrik sebelah.

Badanku menegang kala aku dengan jelas melihat laki-laki yang mulanya terlihat sedang merengkuh wanitanya itu mendaratkan taringnya di leher sang wanita. Dia vampir. Aku yakin itu.

Udara dingin semakin menusuk tulangku, kakiku gemetar dan pandanganku mulai berbayang. Laki-laki vampir itu tak hanya minum, ia mengoyak leher wanita korbannya.

Batinku berteriak, menyerukan tubuhku untuk segera kabur. Tapi rasa takut membuat tubuhku tak bisa berkompromi. Aku lihat mata merah vampir iru bertatapan dengan milikku. Dalam sekejap, suhu tubuhku naik. Jantungku seakan mendidih. Aku bisa merasakan panas dari seluruh tubuhku. Sakit. Ini sakit sekali. Kalau aku terus begini, Cale bisa meminum darahku juga.

Tunggu, Cale? Kupaksa kepalaku yang terasa berat itu. Tatapan kami terkunci beberapa detik. Ya, dia Cale, teman sekelasku.

Badanku yang sudah terduduk di jalan itu tak bisa kuajak bergerak, bak seonggok daging tak berguna.

Cale meninggalkan korbannya, ia berjalan ke arahku dengan langkah cepat, semakin membuat jantungku ingin loncat dari tempatnya.

Dalam sekejap, tubuhku sudah sudah berada dalam kungkungannya, pandanganku semakin kabur, sepertinya air mataku keluar. Sepersekian detik kemudian aku sudah bisa merasakan sesuatu yang tajam, keras dan sedikit dingin itu mulai menusuk kulit leherku. Aku juga bisa darahku yang perlahan-lahan meninggalkan tubuhku. 

Kalau sudah begini, sudahlah. Ayah, Ibu, maaf, anakmu ini belum bisa membahagiakan kalian. Anakmu ini mati karena vampir, Bahkan sebelum purnama, haha. Sempat-sempatnya aku tertawa di situasi seperti ini.

"AKH!" ringisku. Jantung yang sedari tadi terasa nyeri itu seperti tak membolehkanku kehilangan kesadaran.

BRUK

Aku dapat merasakan punggungku menubruk keras aspal. Kulihat Cale yang langsung mengambil jarak dariku. Dia kenapa?

Raut wajah Cale terlihat sangat ketakutan. Tangan kanannya meremat kuat dada bagian jantungnya. Ia meringis dan sesekali mengumpat padaku. Kenapa? Tanda tanya besar muncul di kepalaku.

Kakiku mendapatkan kembali kekuatannya. Langsung kupaksa diriku untuk berdiri. Lagi-lagi darahku seakan mendidih saat pandanganku bertemu milik Cale.

"Kamu..." Cale menggeram. Tatapannya nyalang. "Sialan!"

Aku yang bingung hanya diam. Tak tahu harus apa.

"Kenapa setelah 700 tahun kami mengira kalian punah, tapi sekarang malah bergerak lagi?!" Tatapan Cale berubah menjadi tatapan yang jelas-jelas menyatakan kebencian.

Saat itu juga aku dapat merasakan tubuhku benar-benar aneh. Rasa sakit di leherku seketika lenyap, saat kuraba leherku pun tak ada apapun di sana. Tak ada bekas gigitan seorang vampir.

Aku melihat rambut putih terurai di bahuku. Membuat tanganku secara cepat terulur untuk menyentuhnya. Kubelalakkan mataku kaget. Itu rambutku. Rambut putih panjang itu rambutku.

"Kamu! Anak Michaelis sialan itu!" panggil Cale.

Aku hanya menatapnya, menunggunya untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Pencampuran pengkhianat, vampir putih dan malaikat. Makhluk sok suci yang memosisikan dirinya sebagai penghukum para vampir. Makhluk menjijikkan yang menghilan ratusan tahun. Sekarang apa tujuanmu? Berburu vampir?" Cale mendongakkan kepalanya. Taringnya terlihat jelas.

Sesaat setelah Cale menyelesaikan ucapannya, banyak memori masuk ke kepalaku. Tak beraturan seperti kaset rusak. Memori-memori yang tertidur bersama sebuah jiwa itu bangkit. Membuat diriku menjadi sosok yang seutuhnya berbeda.

"Sudah puas main-mainnya? Kau bahkan meminum darahku." Aku tersenyum. "Saatnya hukuman."

HalloweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang