Hai, jangan lupa follow, vote sama komentarnya ya!
***
Aku beserta keempat santri tersebut tertawa bersama setelah mendengar Ajun bercerita. Kisah persahabatan mereka lucu juga ternyata. Diawali dengan dua orang yang simulasi menjadi penjahat. Dengan memanjat dinding pembatas pesantren agar bisa kabur.
"Kalian beneran nangis ya? Duh, kalau ada aku mungkin aja aku udah ketawa. Tapi salut deh sama kalian, karena ketemu Ajun dan Ravi, kalian jadi bertahan di pondok kan?" ucapku.
"Kak Senja bener. Kalau aku sama Aid gak ketemu mereka, mungkin kita bakalan jadi buronan keamanan. Kita tuh udah buat rencana kabur dari jauh-jauh hari. Iya kan, Id?"
Farid mengangguk menanggapi ucapan Asep. "Sebenernya kita masih punya niatan buat kabur. Tapi ketika kita lagi down, Ajun sama Ravi selalu datang memberi motivasi. Emang bener ya kata orang, temen itu mempengaruhi perilaku kita juga."
"Coba kalau waktu itu yang nemuin kalian beneran keamanan, bisa berabe nanti. Apalagi dulu keamanannya galak banget, beda sih sama Zaidan," papar Ravi.
"Yee, Zaidan gitu-gitu juga galak, Rav. Cuma cara dia negur santri itu halus banget," sela Farid.
"Iya sih bener juga. Tapi mending kayak gitu. Daripada sok berkuasa, sok paling taat aturan, padahal ujungnya dia juga yang melanggar," sahut Asep.
"Tapi katanya dulu Zaidan juga pernah dikasih sesuatu sama santriyah. Katanya sih kakak kelas, tapi gatau siapa,"
Deg!
Ucapan Ajun membuat jantungku berdetak tak karuan. Apa dia tahu mengenai kedekatanku dengan Zaidan dulu? Tapi kan bisa saja Ajun hanya mendengar dari orang lain.
"Ah, masa sih? Emang dikasih apa?" tanya Ravi penasaran.
"Apa ya? Coklat gitu kalau gak salah, sama surban,"
Aku menghela napas lega. Dia bukan membicarakan aku. Karena dulu aku memberinya sarung, bukan coklat ataupun surban.
"Tapi kan kemungkinan mereka gak ada hubungan. Mungkin santriyah itu cuma penggemarnya Zaidan aja," komentar Asep.
"Bisa jadi, secara kan Zaidan itu jago pidato, sering tampil, pinter lagi, siapa sih cewek yang gak suka sama dia? Kalau aku jadi cewek, aku juga bakalan sama kayak mereka," celetuk Farid.
"Kamu jangan ngaco deh, Id! Kamu masih normal kan?" Ravi menaruh tangannya di dahi Farid.
"Tau nih, ngadi-ngadi mulu kamu, Id," kata Ajun pula.
"Kan aku hanya memberi pengandaian saja guys. Tapi jujur deh, aku insecure banget sama Zaidan. Dia berbakat, pinter, banyak yang suka. Coba aku, remahan gergaji kayak aku mana ada yang suka," keluh Asep.
"Ngapain insecure, Sep? Semua orang juga punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kita bersyukur aja dengan kemampuan yang kita punya," jelasku singkat.
"Iya, Sep. Kamu teh orang hebat kok. Liat kamu sama Farid bertahan di pesantren sampai sekarang aja kita udah salut. Iya kan, Jun?" Ravi merangkul pundak Asep dan melirik Ajun yang mengangguk pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersamamu (END)
Teen Fiction⚠️Wajib follow sebelum baca ⚠️ Jangan lupa tinggalkan jejak, minimal vote *** "Senja selalu membuatku terus menyukainya. Karena dia selalu memberiku kehangatan dan ketenangan di saat dunia memberiku banyak masalah." - Harun Arrasyid - "Jika aku buk...