tulang lunak

6 1 0
                                    

* * *

semua sudah berkumpul di ujung desa, tempat dimana gapura desa cisukun berada. sebelum berangkat, alangkah baiknya mengawali perjalanan dengan mengucap do'a untuk meminta perlindungan kepada tuhan agar diberikan keselamatan selama pergi maupun pulang. cuaca hari ini sangat mendukung untuk pergi motoran karena sinar matahari tidak terlalu menyengat.

perjalanan dimulai. dengan posisi nara dan rendi memimpin di depan, di susul fahmi dan amir karena mereka semua tau keduanya sangat lambat dan mudah sekali untuk tertinggal jika dibiarkan dibarisan belakang. di tengah ada ilham dan tito yang terus berbincang, ghani dan willy masih hening memerhatikan dibelakang. utara selaku paling tua di antara mereka semua sudah pasti berada di posisi paling belakang sekaligus berjaga.

dalam perjalanan semua terkendali dengan aman. cuaca benar-benar mendukung, awan putih mengitari mereka dengan tenang selagi terasa semilir udara menyapu lembut tubuh. jam pagi masih terlihat, terik matahari terasa begitu hangat dan sangat menyegarkan begitu mengenai kulit tubuh. semua terus berjalan baik-baik saja.

"kalau di lihat dari gmaps, tiga puluh menit lagi nyampe." rendi memberitahu sembari menunjukkan layar ponsel

"mau lanjut atau neduh dulu sebentar?" suara utara mengudara dari belakang

lima tangan mengacung minta untuk beristirahat sebentar, "tanggung ngga sih." kata nara

"yaudah, banyak yang minta istirahat dulu. udah deket ini, nar." utara menenangkan

kesembilan remaja itu duduk melingkar dengan rapih menunggu pesanan. mereka sudah berniat dari rumah untuk sarapan sedikit hingga nanti jika sudah tiba di pantai, mereka akan kembali melakukan sarapan secara bersama meski itu sudah tak terbilang sarapan lagi melihat jam yang sudah bergulir menuju siang hari.

tak menunggu lama, sembilan teh manis hangat datang menghampiri. di susul dengan tiga roti bakar manis dan enam pisang goreng kriuk hadir melengkapi, semua terlihat tak sabar untuk segera menyantap. cepat-cepat, ghani mengeluarkan ponsel guna merekam dengan berbagai gaya supaya terlihat bagus dan juga menggiurkan saat di posting ke media sosial tentunya.

"pada mau jalan-jalan ke pantai, nih?" tanya sang pelayan sebelum pergi kembali ke tempat

ghani menoleh cepat, "iya dong, bu! tapi sayang, kayaknya pantai lagi rame ya?"

"pantai di sini rame sampai siang doang. setelah jam tiga sore ke bawah langsung sepi, saya saranin kalau kalian mau menikmati suasana pantai mending pergi saat sore hari aja." tukas sang pelayan kemudian pergi meninggalkan mereka

nara langsung bersuara, "ayo kalian nunggu apa?"

"fahmi, amir! kita pergi duluan aja, yuk." ajak nara tiba-tiba

ghani mencegat pergerakan, "lo kenapa sih, nar?"

"iya. sabar atuh abisin makanan dulu." tito mengernyitkan kedua alis berbarengan, "kalau ngga mau, sini gue abisin."

"ye, goblok. makanan mulu idup lu!" sertak rendi

"gue ngga sabar pen main air, anying!" teriak nara menghebohkan

willy tersedak, "uhuk uhuk!"

"kalo itu mah kita semua juga iya, kali." timpal willy kesal

kepala utara menggeleng terus menghela nafas, membatin tenang kemudian menyenderkan kepala sebentar pada sebuah tiang kayu dibelakang. menganggukkan kepala sembari memberi isyarat tangan kiri ke arah jalanan pada nara, tanda memperbolehkan ia untuk pergi mendahului. melihat itu, nara bersama fahmi dan amir serta rendi langsung bergegas pergi.

tito kelabakan dengan mata berbinar melihat banyak makanan bekas teman-temannya yang masih tergeletak berserakan di meja makan. ilham menikmati dengan santai di sebelah ghani dan willy sambil sibuk pada layar ponselnya masing-masing, di rasa kenyang tubuh utara memilih untuk bergerak menuju petugas kasir karena memang biasanya ia selalu menampung uang untuk makan saat pergi bersama seperti sekarang. jadi semua tak perlu repot bayar satu persatu.

tak perlu menunggu lama, tito dan ilham langsung pergi meninggalkan tempat makan di susul ghani dan willy. utara mengecek kembali keadaan tempat sebelum akhirnya ikut lekas pergi menyusul rombongan. dari kejauhan, ia merasa ada seseorang yang mengintai tepat pada pelataran hutan pinus persis warung pinggir jalan ini. karena hanya satu sisi saja yang terisi oleh bangunan warung, sementara sisi jalan raya lainnya masih di penuhi hutan lebat.

namun siapa sangka, saat jalan raya hening seorang pria bertubuh ideal tinggi semampai berlari kencang menghampiri motor utara yang hendak melaju. penampilannya acak-acakan sekali, memakai atasan berupa kaus dalam putih dengan bercak noda tanah pada bagian perut dan mengenakan celana hitam yang sudah terobek sebelah tanpa alas kaki terpakai. utara memperhatikannya sesaat.

"mas, tolong aku!" pintanya dengan nada bergemetar

"kamu siapa?" tanya utara ikut penasaran

pria itu mendekatkan wajahnya dan hendak saja mencium bibir utara, "anjing!"

"mas, tolong jadi suamiku mas! aku udah berbadan dua, mas! tolong jadi ayah dari anakku, mas!" teriak si pria itu semakin menjadi

utara menelan ludahnya kasar. ia tak memperdulikan si pria itu dan terus menancap laju gas motornya dengan cepat sekali, tentu dengan perasaan yang masih bergetar merinding membayangkan hal gila baru saja. si pria tadi hanya berdiri mematung memperhatikan silhuet utara yang semakin menjauh sembari menghela nafas panjang nan tenang, membalikkan tubuh dan melangkahkan kaki memasuki warung tempat tadi para kesembilan remaja tadi beristirahat.

"ngga salah paduka milih utusan." ucap sang penjaga kasir dengan nada bicara kemayu

sang pelayan wanita terkekeh, "siapa sih yang bakal nolak kalau bisa di tidurin oleh puluhan pria gagah? gue juga mau kali."

si pria mendorong kepala sang pelayan, "ngaca! tuh gunung kembar gue letusin dulu sini."

"bangsat!" umpatnya kesal

"omong-omong, pinter juga lu milihnya." tatapannya fokus pada wajah si pria, "yang masih brondong, tinggi berisi lagi."

"ya lebih bagus dari lu, yang harus milih dari wajah mulu. penting mah badan dimana-mana juga." tukas si pria mengibaskan rambutnya manja

"dasar banci abadi!"

cekikikan ketawa melengking terdengar menggelegar, menjadi pengisi suara utama karena jalanan yang sepi akan pengendara yang melintas. posisinya yang strategis akan kesunyian karena berada di tengah tikungan tajam juga berjarak jauh dengan pemukiman warga ramai.

karena sebenarnya, hanya warung itu saja yang beroperasi di daerah jalanan itu. sisa warung lain di pinggiran hanya sebagai pajangan saja, dibiarkan tertutup dan tak akan pernah dibuka oleh siapapun. kedua pegawai di warung tadi segera menghampiri si pria dengan berlari kecil terus mendudukkan diri memojok sambil berkomat-kamit di atas sebuah gelas bekas, salah satu dari kesembilan remaja tadi.

utara.

* * *

next..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ho-CanibalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang