𝐒aat aku masuk ke dapur untuk sarapan, keluargaku terhenyak diam. Aku langsung menuju tempat kopi. Ibuku bergegas datang meremas kedua tanganku, dan memutarku menghadapnya.
"Oh, Sayang, penampilanmu sangat cantik," ucapnya, mengecup kedua pipiku.
"Ini hanya sebuah rok, Mom." Aku melepaskan diri.
"Sudahlah." Aku meraih sebuah mug dari lemari dan menuang kopi. Pada detik terakhir, aku berhasil menarik rambut panjangku ke belakang sebelum helaian pirang itu terendam dalam cairan hitam.
Ansel melempar sebatang cokelat Luna dan berusaha menyembunyikan seringai di wajahnya.
Pengkhianat, ucapku tanpa suara saat aku duduk. Setelah dua suap sarapanku, aku menyadari ayahku terpaku menatapku.
"Apa?" tanyaku kepada semuanya dengan protein kacang kedelai penuh di mulutku.
Dia terbatuk, mengedip beberapa kali. Kemudian, matanya melesat dari ibuku ke aku. "Maaf, Sakura. Aku kira, aku tidak mengharapkan kau sepenuh hati menerima usulan ibumu."
Mom mendelik ke arahnya. Ayahku menggeliat di tempat duduk dan melipat Dever Post, "Kau terlihat menarik."
"Menarik?" Suaraku meninggi beberapa oktaf. Kopi dalam mug bergetar di tanganku.
Ansel tersedak Pop-Tart-nya dan meraih segelas jus jeruk. Dad mengangkat surat kabar itu untuk menyembunyikan wajahnya, sementara Mom menepuk—nepuk tanganku. Aku melotot ke arahnya sekali lagi sebelum akhirnya menikmati efek kafein. Kami melanjutkan sisa sarapan dengan keheningan aneh.
Dad terus membaca surat kabarnya sambil berusaha menghindari kontak mata denganku serta Mom. Mom berkali-kali melemparkan tatapan menyemangati ke arahku, yang kubalas dengan tatapan dingin. Ansel menghindari kami berdua, mengunyah Pop-Tart-nya dengan bersemangat. Aku meneguk ampas terakhir kopiku. "Ayo, An!"
Anvel melonjak dari kursinya, meraih sebuah jaket dalam perjalanannya ke garasi.
"Semoga beruntung, Sakura." seru Dad saat aku mengikuti Ansel ke pintu.
Aku tidak membalasnya. Pada sebagian besar hari—hari yang telah kulewati, aku senang pergi ke sekolah. Hari ini, aku ketakutan. "Neji!" Aku mendengar suara tinggi Mom saat aku keluar dari pintu dan membantingnya di belakangku.
"Boleh aku menyetir?" Mata Ansel terlihat penuh harap.
"Tidak," sahutku, berjalan ke arah tempat duduk pengemudi Jeep kami. Ansel mencengkeram dasbor saat aku mendecit keluar ke jalan. Bau ban terbakar memenuhi mobil. Setelah memotong mobil ketiga, Ansel melotot ke arahku, berjuang memakai sabuk pengamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow of the moon
Fantasy[on-going] Sakura Haruno, dalam lintasan takdir yang tersusun rapi, terjerat dalam getaran asmara yang merayap tanpa diduga bersama Sasuke, seorang pemuda tampan yang menghiasi bayang-bayangnya. Meski pada awalnya enggan memeluk nasib yang tertera...