Chapter 𝐎𝟐

93 54 0
                                    

          𝐊etika membuka pintu depan rumah, tubuhku langsung kaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝐊etika membuka pintu depan rumah, tubuhku langsung kaku. Aku bisa mencium bau para tamu. Kertas-kertas tua, wine terbaik; bau aristokratis anggun milik Senju Tsunade menyebar. Namun, para penjaganya memenuhi rumah dengan bau tak tertahankan; mendidih dan rambut terbakar.

"Sakura?" Suara Tsunade terdengar manis.

Aku merasa ngeri, berusaha mengumpulkan akal sehatku sebelum masuk ke dapur dengan mulut tertutup rapat. Aku tak ingin merasakan makhluk-makhluk itu maupun mencium bau mereka.

Tsunade duduk di meja seberang alpha kelompoknya saat ini-ayahku. Wanita itu tetap diam, sosoknya sempurna, surai pirang terjepit dalam sanggul di belakang lehernya. Dia mengenakan jas hitam biasanya dengan kemeja berkerah tinggi kaku. Dua sosok roh menjaganya, berdiri membayang di atas bahu kurusnya.

Aku mengisap pipiku agar bisa menggigit bagian dalamnya. Hanya itu yang bisa menahanku untuk tidak memperlihatkan taring kepada para penjaga.

"Duduklah, Sayang." Tsunade menunjuk ke arah kursi.

Aku menarik kursi dekat ayahku, lebih tampak jongkok ketimbang duduk di atasnya. Aku tak bisa santai dengan para roh yang berada begitu dekat.

Apa dia sudah tahu tentang pelanggaran itu? Apa dia di sini untuk memerintahkan kematianku?

"Sedikit lebih dari sebulan waktu yang tersisa untuk menunggu, gadis cantik," gumamnya. "Apa kau berharap-harap akan penyatuanmu?" Aku menghela napas yang secara tak sadar kutahan.

"Tentu." Aku menjawab.

Tsunade menyatukan ujung-ujung jemarinya di depan wajahnya. "Hanya kata itu yang bisa kau ucapkan tentang masa depanmu yang menjanjikan?"

Ayahku tertawa terbahak-bahak. "Sakura bukanlah orang romantis seperti ibunya, Nona Tsunade."

Nada suaranya terdengar percaya diri, tetapi tatapannya jatuh ke arahku. Lidahku menyusuri taring yang menajam dalam mulutku. "Aku mengerti," sahut wanita itu, pandangannya menyusuri tubuhku dari atas ke bawah.

Aku menyilangkan tanganku di atas dada.

"Neji, kau perlu mengajarkannya tata krama yang lebih baik. Aku mengharapkan alpha betinaku memiliki keanggunan. Shizune selalu memiliki keanggunan dalam menjalankan perannya."

Dia terus memperhatikanku sehingga aku tak bisa menunjukkan gigiku kepadanya seperti yang kuinginkan.

Keanggunan, sialan. Aku seorang petarung, bukan mempelai kecilmu. "Aku pikir, kau akan senang dengan perjodohan ini, gadisku," lanjut wanita itu. "Kau seorang alpha cantik. Sebelumnya, belum pernah ada seorang pun anggota keluarga jantan Uzumaki seperti Naruto. Bahkan, Neji mengakui itu. Perjodohan ini bagus untuk kita semua. Kau seharusnya merasa senang untuk mendapatkan seorang pasangan seperti dirinya." Rahangku menegang, tetapi aku menatapnya tanpa berkedip.

Shadow of the moonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang