What is the meaning of life to you ?
.
.
Upacara dibubarkan sekitar 10 menit lalu dan Candana baru memasuki kelas sambil membawa beberapa makanan dari kantin. Saat melangkahkan kakinya di kelas yang ia dapat hanya tatapan tak berarti dari teman-temannya. Baru mengistirahatkan tubuhnya di kursi, dua orang datang menghampirinya.
"Can, jangan lupa patungan 15 ribu buat prakarya."
"Iya, lo nggak kerja jadi patungannya dilebihin 5 ribu."
Candana menatap dua gadis di depannya. Dia menghela napas panjang kemudian mengeluarkan uang kertas sesuai nominal yang mereka sebutkan.
"Kali guru nanya kenapa nama lo merah di makalah, jelasin sendiri."
Mereka berlalu dari sana meninggalkan Candana yang terdiam seribu bahasa. Candana benar-benar ingin masuk sekolah setiap hari seperti janjinya ke Bang Juni, tetapi keadaan yang memaksa Candana untuk tidak tinggal diam melihat Juni banting tulang sendirian.
Candana mulai makan dengan kesendiriannya, lalu menatap bangku kosong di sebelahnya yang pernah diisi oleh siapapun. Candana tidak benar-benar pernah mempunyai teman dekat di kelas. Alasannya? Tidak ada. Mereka mungkin kesal dengan kehadiran Candana yang sering dipertanyakan.
"Candana! Dipanggil Pak Galuh!" Panggil salah satu temannya dari pintu.
Candana bangun dari bangkunya dan meninggalkan sarapannya di meja. Dia berjalan dengan penuh rasa cemas mengingat siapa yang akan dia hadapi.
Dia berhenti saat berhadapan dengan guru berambut tipis di depannya, Candana mencium punggung tangannya dan tersenyum gugup.
"Udah masuk lagi kamu? Kamis Jum'at kemarin kemana kamu?" Tanyanya tak terlalu ramah.
Candana tersenyum kemudian menjawab dengan ragu, "itu... Saya Kamis emang sakit, kalau Jum'at saya kerja pagi, Pak!"
Guru itu hanya mengangguk saja kemudian menatapnya dari atas ke bawah. Sambil memegang buku-buku, dia kembali bertanya, "itu kata si Riska kamu nggak ada izin."
"Maaf, Pak. Saya lupa, emang salah saya."
Candana merasa guru yang menjabat sebagai wali kelasnya ini menggeleng mendengar alasan konyolnya.
"Rumah kamu di mana? Saya mau bicara sama wali kamu aja," tanya Guru itu membuat jantung Candana berdegup kencang.
Candana menggaruk belakang kepalanya dengan cemas.
"Itu, Pak... Di sana, dekat kantor pegadaian... Buat wali cuman ada Kakak Tiri saya, Pak," jawab Candana sambil menundukkan kepalanya.
"Jauh juga ya, yaudah begini aja. Temen kamu ngadu karena kamu jarang masuk tapi mereka harus terpaksa bawa kamu kalo ada tugas kelompok. Saran saya kamu lebih aktif lagi ya? Kasian temen-temen kamu loh!" Imbaunya membuat Candana semakin merasa terpojok. Meski begitu Candana mengangguk dan mencium tangan wali kelasnya sebelum ditinggalkan sendiri lagi.
Candana duduk di sekitaran depan kelas dan menatap kosong ke depan lapangan. Setelah beberapa saat, seseorang duduk di sampingnya tanpa mengucap satu katapun.
YOU ARE READING
[2] Turning Page (On Hold)
FanfictionKalau manusia tidak bisa luput dari perpisahan.... Kenapa Bang Juni tidak mau mengunjungi makam Bang Hanan dan Jelan? Kenapa dia tetap menunggu di depan panti sampai Bang Maraka dan Jeno pulang? Tapi setelah ini, Candana pastikan kalau Bang Juni ti...