V

1K 135 22
                                    

Begitu banyak penyesalan yang Junghwan rasakan selama ia menjalin hubungan dengan Doyoung.

Yang pertama, ketika Junghwan tidak mendekati Doyoung di pertemuan pertama mereka walau laki-laki itu sudah menarik perhatiannya. Junghwan bukan tipe orang yang gemar membuat orang lain tidak nyaman, ia tidak ingin Doyoung justru terganggu dengan kehadirannya.

Kebodohan Junghwan yang terus bertahan, adalah dirinya yang selalu menunggu waktu yang tepat hanya untuk sekadar mengajak Doyoung bicara.

Penyesalan kedua adalah saat Junghwan terus menunda-nunda pernyataan cinta, ia tidak ingin membuat Doyoung terbebani karena saat itu Doyoung terus disibukkan dengan berbagai hal; tugas yang tidak kunjung rampung, pekerjaan yang menyita banyak waktu.

Tingkah bodohnya masih sama, ia menahan diri dan berusaha menunggu waktu yang tepat untuk meminta Doyoung agar menjadi kekasihnya.

Yang ketiga, kala Junghwan tidak meminta Doyoung untuk tinggal bersama walau ia tahu tempat tinggal kekasihnya saat itu bukan tempat yang layak dihuni oleh mahasiswa.

Kediaman yang berada di gang sempit ditambah minim cahaya itu selalu membuat Junghwan khawatir. Ia memang berniat mengajak Doyoung menyewa rumah yang lebih besar dan layak tingga, tapi dirinya terus menunda karena takut Doyoung menolaknya.

Hingga suatu malam, Doyoung yang baru selesai bekerja itu hampir dirampok saat ia hendak pulang ke rumahnya. Untungnya ada Junghwan yang memukul asal orang jahat yang ternyata sudah mengincar Doyoung selama berminggu-minggu lamanya.

Dan penyesalan terakhir Junghwan adalah ketika ia tidak langsung membicarakan masalahnya dengan Doyoung hari itu, memberi waktu untuk Doyoung sendirian dan menyebabkan kehancuran demi kehancuran yang harus ia rasakan.

Andai malam itu Junghwan langsung meminta maaf, Doyoung pasti akan dengan senang hati bersedia untuk menjalani pengobatan, bukan justru memutuskan untuk mati pelan-pelan sendirian.

Day 40.

"Ayo ke rumah sakit." Mohon Junghwan untuk yang kesekian kali, namun Doyoung malah menggeleng sambil tetap berusaha menghalau nyeri yang menyerangnya tanpa henti.

Entah sudah berapa jam mereka habiskan di dalam kamar mandi karena Doyoung yang terus muntah sejak ia bangun tadi, Junghwan bahkan yakin kalau perut Doyoung sudah kosong karena tidak berhenti ia muntahkan ke dalam kloset.

"Ayo, Doyoung." Mohon Junghwan lagi, tangannya masih betah berada di tengkuk yang lebih kecil, memijatnya pelan walau ia tahu itu sama sekali tidak memberi pengaruh berarti.

"Aku gapapa." Ucap Doyoung lemah, berbanding terbalik dengan keadaan sebenarnya.

Ia sendiri juga tidak tahu mengapa pagi ini ia disambut dengan kepala yang luar biasa nyeri juga rasa mual yang enggan berhenti. Padahal dirinya hanya menghabiskan waktu untuk makan dan tidur berjam-jam beberapa hari ini.

Bahkan sudah lebih dari seminggu sejak kejadian dirinya yang tiba-tiba pingsan, Doyoung pikir tubuhnya mulai membaik karena ia tidak lagi bekerja atau melakukan sesuatu yang berpotensi membuatnya kelelahan.

"Kamu sakit, Doyoung. Dan harus diobatin, jadi ayo kita ke rumah sakit."

Doyoung berdecak kesal sebab Junghwan terus mengoceh soal rumah sakit dan pengobatan yang terdengar memuakkan.

"Aku gapapa. Harus aku bilang berapa kali sih kalau aku gak mau ke rumah sakit?!" Omelnya dengan suara keras, membuat Junghwan yang berjongkok di sampingnya juga ikut mengerang frustasi. "Pergi! Gak ada yang butuh bantuan kamu di sini." Lanjutnya, sambil berusaha mendorong Junghwan agar pergi dari sana.

Final Chapter [Hwanbby]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang