Tahun ini adalah musim dingin kedua Zayyan di Korea. Ia menghirup banyak-banyak udara musim dingin yang menggigil. Beberapa waktu lalu baru turun salju untuk pertama kalinya. Suhu terus menurun dan langit semakin kelabu.
Zayyan memandangi jalanan abu-abu yang kini perlahan tertutup putih anggunnya salju. Meski ini adalah kali kedua Zayyan mengalami musim dingin di Korea, tetapi rasanya salju-salju itu masih sangat menarik baginya. Ia seperti terbawa ke dalam dunia fantasi dibuku-buku yang sering dibacanya.
Kata sahabatnya Gerald, Zayyan norak katanya. Toh, masa bodoh juga, Zayyan tak terlalu ambil hati karena Gerald mengatakan dengan senyum lebar dan menepuk pelan kepalanya.
"Lihat apa?"
Suara itu memanggil atensi Zayyan. Sing sehabis mandi dan mengeringkan rambutnya, bertanya dengan halus.
Senyum Zayyan mengembang, ia melambaikan tangannya agar Sing mendekat dan menunjuk ke luar jendela.
"Salju pertama."
Sing menghampiri Zayyan, ia melongok untuk melihat salju yang datang. Ini sudah keberapa kalinya Sing melihat salju ya? Ia kini sudah tak seheboh ketika pertama kali melihat salju. Senyumnya mengembang, ia mengangguk. Tetapi tahun ini salju yang turun terasa lebih spesial.
"Di Indonesia ga ada salju, tahu."
Sing terkekeh. "Hongkong juga tidak ada."
"Tapi Hongkong kan dingin." sungut Zayyan. Sepertinya lelaki itu tidak terima, dia maunya yang paling menderita.
Sing gemas, ia mencubit pinggang Zayyan yang segera ditepis si empu pinggang. Mata Sing mendelik, Zayyan memicing, dan seperti yang sudah-sudah.
Mereka bertengkar seperti anak kecil.
Sing menirukan ekspresi Zayyan, yang membuat lelaki Indonesia itu tidak terima. Pukulan main-main Zayyan mendarat di lengan Sing, tidak sakit, tapi menimbulkan aura persaingan keduanya. Sing beraksi, ia menggelitiki Zayyan, membuatnya berlari, dan mereka berakhir kejar-kejaran mengelilingi kamar.
Tawa Zayyan lepas. Ia terus menghindar dari Sing yang tersenyum lebar hingga gigi berbehelnya terlihat. Zayyan memekik hebat ketika Sing menangkapnya dan melemparkannya ke kasur mereka. Tangan Sing yang panjang menggelitiki perut Zayyan yang tertawa kegelian.
Tak lama, pemuda Hongkong itu menghentikan gelitikannya. Zayyan tertawa terbata-bata, napasnya ia coba normalkan kembali. Sing menatapnya dari atas tubuh Zayyan. Tangannya ia gunakan untuk menopang tubuhnya agar tak menindih Zayyan.
Sebelum Zayyan sadar, Sing tersenyum jahil. Tanpa izin, Sing menyambar pipi Zayyan dengan bibirnya.
Zayyan terkejut, ia panik, dan segera mendorong Sing dari atas tubuhnya. Sing yang terlempar tertawa terbahak-bahak. Padahal Zayyan sudah merinding bulu romanya.
Ia mencebik pada Sing yang masih tertawa.
"Kau itu! Selalu saja mengambil kesempatan dalam kesempitan." rajuk si lelaki Indonesia.
Sing menghentikan tawanya. Ia tersenyum lalu mendekat pada Zayyan yang sudah was-was. Dengan cepat, sebelum Zayyan menghindar, Sing menyentil dahi Zayyan.
"Ayo main salju di luar, Jayan."
Seolah musim semi menghampiri keduanya, senyum Zayyan merekah. Ia sudah lupa pada kejahilan teman sekamarnya itu beberapa saat lalu. Ia juga melupakan rasa panas kemerahan di pipinya, yang ada kini wajahnya memerah. Merah karena ia merasa begitu antusias.
"BOLEH?!"
Sing tersenyum. Mana mungkin ia melarang, bahkan jika Zayyan meminta ke kutub utara sekarangpun, akan Sing kabulkan. "Tentu saja boleh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower
FanfictionHe's the flower, beautiful, and everyone loves him. -Oneshoot story about zyyncentric- *Randomly Update*