Zayyan berhenti di depan pintu kamarnya. Kabar penuh kebahagiaan itu seketika melenyap ketika ia tiba di depan pintu kamarnya. Rasa sedih seketika merasukinya, membuatnya takut dan enggan untuk menarik kenop pintu.
Apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia katakan? Senyum Ricky yang lembut melintas di pikirannya. Apakah lelaki itu masih akan tersenyum selembut itu padanya nanti? Ataukah ia akan berhenti bicara padanya dan menatapnya kecewa?
Dengan hembusan napasnya, Zayyan memberanikan diri membuka pintu.
"Congratulatioooonnnns!!!!!"
Zayyan terkejut, suara Seungdae yang nyaring menyambutnya. Confeti-confeti berbagai warna menari di hadapannya. Sangwoo memeluknya erat, Seungdae bersorak bahagia, dan dari balik pelukan Sangwoo, Zayyan melihat Ricky dengan kedua tangannya yang masih memegang pelontar confeti tersenyum lembut padanya.
Pada dasarnya, mungkin ia hanya berpikir terlalu keras saja. Kenyataannya, Ricky masihlah Ricky yang Zayyan sukai. Maka, kekhawatiran Zayyan luntur, ia menangis haru karena memang begitulah dirinya yang cengeng ini.
.
.
.Dengan merinding, Zayyan menyingkirkan tangan Sangwoo yang memeluk pinggangnya. Teman sekamarnya itu sedari tadi mengoceh tidak jelas mengenai pinggang Zayyan yang berlekuk bagus, pipinya yang tembam, ataupun sekedar mengagumi jawline miliknya. Zayyan tahu dia tampan, tapi mendengar Sangwoo yang mengoceh dengan kesadarannya yang tersisa sekian persen membuatnya merinding.
Ricky tertawa, ia turut membantu menurunkan Sangwoo dari Zayyan dan membawanya ke ranjang Seungdae. Ia tidak dapat menidurkan Sangwoo di ranjangnya sendiri karena Seungdae telah tertidur nyenyak setelah menenggak alkohol yang sebenarnya tidak seberapa. Yah, bocah.
Setelah ia menyelimuti Seungdae, Ricky membersihkan kaleng-kaleng alkohol di meja terpisah dari yang Zayyan tempati. Ia melihat satu kaleng yang masih utuh belum tersentuh. Sudah berapa lama sejak ia tak lagi menenggak alhokol? Sedikit saja mungkin tidak apa-apa.
"Aku kayaknya ga mampu makan lagi deh."
Ricky melirik Zayyan yang bergumam pelan, mengeluh karena makan terlalu banyak. Ia kemudian memandangi kaleng birnya sekali lagi. Dan ia berpikir ulang, lalu menggeleng pelan. Dengan kesadaran tinggi, Ricky membuang kaleng itu.
"Selamat atas debutmu."
Zayyan menoleh, melihat Ricky yang berjalan ke arahnya setelah mencuci tangan. Ia mengalungkan tangannya pada leher Zayyan yang mengaduh kesakitan. Tetapi Ricky tertawa dan justru semakin gemas mengusak kepalanya.
"Sakit tahu." rajuk Zayyan.
Senyum Ricky terbit. "Maaf ya."
Si pemuda Indonesia mengangguk-angguk kecil. Ia menenggak jus kalengnya untuk menghilangkan dahaga.
Ricky di sampingnya dengan tenang mencoba menghabiskan sisa-sisa toppoki milik Seungdae.
Zayyan terpaku, sudah berapa ia tak melihat wajah Ricky dari dekat? Figur samping wajah Ricky yang menawan, hidungnya yang bangir dan terkadang kemerahan pada dinginnya salju malam, ataupun mata sayunya yang selalu menatapnya lembut dan dalam. Mata yang Zayyan seringkali impikan dalam tidurnya yang singkat karena kelelahan.
Sejujurnya, ia tidak mengerti bagaimana perasaan ini muncul. Mungkin karena Ricky yang membuatnya muncul? Ia terlalu baik, memperlakukan Zayyan dengan penuh kehati-hatian, memeluknya erat ketika ketakutan, dan menyayanginya dengan sangat menyenangkan.
Mungkin frasa menyayangi hanya objektif Zayyan semata, tetapi ia benar merasakannya. Dan Zayyan yang di Indonesia menjadi kakak tertua yang dewasa untuk adik-adiknya merasa dilindungi oleh Ricky. Ia mendapatkan perlindungan, kelembutan, dan kasih sayang dari seorang Ricky.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower
FanfictionHe's the flower, beautiful, and everyone loves him. -Oneshoot story about zyyncentric- *Randomly Update*