"Yogi! Hari Guru adain acara apa nih?" Seorang senior menghampiri Yogi yang baru saja keluar dari toilet.
"Yahhh nanti juga ada pengumumannya, Kak. Tunggu aja," jawabnya.
"Saran gue sih, jangan adain lomba kayak tahun lalu. Ngebosenin. Apaan lombanya kayak anak kecil gitu. Yah, saran aja sih. Gue sebagai wakil dari angkatan kelas tiga cuma berpendapat."
Jabatan yang diemban Yogi adalah Wakil Ketua. Dia kalah sewaktu pencalonan ketua OSIS, jadi otomatis Yogi menjadi wakilnya Putih.
Yogi mengangguk, "Saran ditampung, Kak. Makasih." Para senior itu mengangguk. Menepuk bahu Yogi sebelum akhirnya mereka berlalu.
Lorong kelas lantai dua sepi. Semua sibuk pada kegiatan di dalam kelas. Yogi berjalan santai menuju kelasnya, XI Administrasi Perkantoran satu. melewati ruang OSIS. Langkahnya terhenti ketika sudut matanya menangkap ada yang sedang memperhatikannya melalui jendela di ruang OSIS. Yogi menoleh ke kiri. Matanya memicing saat gorden itu bergerak-gerak dari dalam.
"Perasaan pintunya dikunci deh sama Putih," gumam Yogi pada pikirannya. Karena penasaran, Yogi pun membuka jendela yang kebetulan tidak di kunci. Dia memasukkan kepalanya untuk melihat ke dalam ruang OSIS.
Yogi menyibak gorden dan kepalanya melongok ke dalam. Tidak ada siapa pun. "Aneh." Yogi masih bingung. Tidak mau memusingkan lebih lanjut, dia segera menutup kembali jendela sebelum dikira maling oleh orang yang tidak sengaja lewat.
***
"Ra, Ira!" Suara nyaring yang familier di telinga Ira membuatnya menoleh ke belakang.
Bel pulang sekolah telah berbunyi sedari tadi. Anak-anak sudah keluar kelas, ada yang menunggu di depan gerbang, ada yang menunggu di halte, ada yang langsung ngacir dengan motornya.
"Napa, Bi?" Ira menghentikan langkahnya, menunggu Abi yang berlari ke arahnya.
"Gak rapat OSIS, Ra?" Mereka melangkah berdampingan. Ira menggeleng.
"Tumben."
"Ya lagian kan rapat gak tiap hari, Bi."
"Hehehe, kirain gitu."
Perbincangan basa-basi itu terhenti sampai di situ. Abi terlihat bingung mencari topik pembicaraan, sedangkan Ira hanya berjalan santai tanpa beban.
"Gue pernah denger benda jatoh dari ruang OSIS. Padahal di dalamnya gak ada siapa-siapa," kata salah satu siswi yang sedang mengobrol di halte. Ira yang mendengar itu hanya bisa menghentikan langkahnya beberapa meter dari segerombol siswi sekolahnya itu.
"Gue gak ngerti ama anak OSIS, padahal hawa di ruang OSIS itu berat tau," timpal siswi yang rambutnya keriting.
Abi yang sadar langkah Ira terhenti, hanya bisa ikut berdiri di samping gadis itu. Badan Ira menghadap ke jalanan, sehingga ia tidak terlalu ketahuan kalau sedang menguping orang di sampingnya.
"Mereka kan udah biasa. Padahal mereka gak tahu aja kalau mereka itu sedang terancam."
Ira tercekat mendengarnya. Tubuhnya menegang mendengar apa yang barusan dibicarakan.
"Maksudnya?"
"Mereka bakal kena kutukan. Ketiban sial. Bahkan nyawa bisa hilang."
Sesaknya belum mereda, dia sudah kembali disekat asak.
"Udah, udah, ada anak OSIS tuh." Salah seorang dari mereka menyadari kehadiran Ira. Suasana tidak menyenangkan itupun membuat Ira menunduk. Segerombol perumpi itu akhirnya naik angkot yang kebetulan lewat. Berlalu menyisakan sebuah misteri yang mengganjal di hati Ira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua OSISku Psikopat (PUTIH)
HorrorJANGAN COPY CERITA INI! KAMU AKAN BERNASIB SAMA SEPERTI PARA TOKOH!! "Aku sayang angkatanku. Aku sayang mereka. Aku tidak ingin menyakiti mereka. Tapi, mengapa mereka menyakitiku bahkan tidak menghargai pengorbananku? Aku kecewa. Rasa kecewa ini mem...