6

436 45 7
                                    






~Happy Reading~





Aku berjalan sambil mengamati foto-foto di ruang tamu yang menjadi bukti transfromasi pria itu dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Foto yang bertema sama, badminton. Beberapa memaparkan senyumnya yang tulus, dan beberapa senyum freak. Lucu.
Sebuah foto yang cukup besar menarik perhatianku. Jefrico dengan seorang lelaki yang tampak mirip dengannya, serta seorang wanita dan pria paruh baya yang berdiri di belakangnya.
Persepsiku tentang orang-orang di foto itu adalah keluarganya yang terdiri dari saudara kandung, Ibu, dan Ayahnya. Jefrico terlihat mirip dengan Ayahnya, tapi rambutnya berbeda. Rambut Ayahnya sedikit keriting, sedangkan Jefrico lurus, seperti rambut Ibunya.

Piala-piala kejuaraan berpadu dengan medali terdiam dalam sesaknya lemari, dari satu sudut hingga sudut lain ruangan ini. Beberapa piagam-piagam penghargaan besar berbingkai kayu melekat pada dinding, seperti All England, Dubai Super Series, ASEAN Games, dan masih banyak lagi.

Hatiku berdecak kagum bisa mengenal seseorang yang sudah dipastikan menjadi bagian dari cerita sejarah bulutangkis di masa depan. Beberapa saat kemudian, Jefrico datang membawa dua cangkir teh. Ia menaruh kedua cangkir itu di meja tamu lalu duduk di sofa. Aku pun bergabung dengannya.

“Lo, tinggal sendiri?” tanyaku.

“Kepo,” jawabnya ketus.

“Santai aja kali, enggak usah ngegas,” kesalku.

“Bentar, deh. Gue masih nggak habis pikir. Kok bisa sih, followers lo banyak gitu? Mana akun-akun gosip sampai follow lo lagi. Emangnya lo siapa?” tanya nya.

“Kepo,” balasku.

“Tinggal jawab apa susahnya, sih?” kesalnya.

“Lo juga, tinggal jawab aja apa susahnya, sih?” tanyaku balik. Jefrico menghela napas.

“Oke, gue tinggal sendiri. Keluarga gue semuanya di Malang. Puas?” ucapnya.

“Sekarang giliran lo,” lanjutnya.

“Iya, iyaa. Gue sering upload video aja di youtube. Video main piano, main gitar, main biola, cover lagu, dan cover dance. Tapi gue bukan youtubers. Gue upload, ya karna gue mau aja. Kalau gue nggak punya mood, ya nggak upload. Selain itu, gue ada grup cover dance gitu di Jogja, dan kita sering menang. Yaa, bisa dibilang grup gue cukup terkenal, sih.  Mungkin itu alasannya,” jawabku.

“Ohh, gitu” ucapnya.

“Berarti, lo bisa main gitar dong?” tanyanya.

“Iya bisalah,” jawabku.

“Oke, kalau gitu kita barter. Gue ajarin lo main badminton, dan lo ajarin gue main gitar. Gimana? Setuju?” tawarnya.

“Ajarin lo main gitar?” tanyaku.

“Iya,” jawabnya mantab.

"Buat apa?" tanyaku.

"Kepo," jawabnya.

Aku terdiam. Merenungkan keinginannya. Bukan aku tidak mau mengajarinya, tapi aku takut kebersamaan kita yang semakin panjang ini mengikat erat hatiku untuk terus menyimpan rasa padanya.

Memang kebersamaan itu menyenangkan dan membuai jiwa, tapi di detik-detik berikutnya, derasnya tetesan belati siap menghujani sanubari.

“Woi, gimana? Mau enggak, lo?” tanyanya lagi.

Aku menghela napas panjang.
“Oke,” saguhku.

“Nah, gitu dong,” ucapnya.

"By the way, lo kenapa pengen belajar main badminton?" tanyanya.

With You [JaeYong | GS] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang