Disclaimer : Cerita ini adalah fiksi dan murni berasal dari fikiran penulis. Seluruh adegan dan pemeran disesuaikan dengan kebutuhan penulis, dan jika ada kesamaan nama atau tokoh yang dipakai, itu adalah sebuah kebetulan. Credits untuk seluruh gambar yang digunakan berasal dari Pinterest. Be wise and don't put a hate into the character.
Don't forget to VoMent
Happy Reading!!!***
Another Disclaimer :
Project ini adalah project numpang lewat yang sifatnya promosi
Suara riuh menguar dari arah stadion football, dimana sebuah pertandingan persahabatan antara LFSF dan LSI akan segera diadakan. Hampir semua siswa dan siswi memburu tempat terbaik untuk menonton pertandingan antara dua sekolah private bergengsi di San Fransisco itu. Tak ketinggalan, seorang siswi yang baru 4 bulan menghabiskan masa senior highschool nya di LFSF pun kini ikut tergeret arus ke arah stadion milik sekolahnya.
"Hurry up Lice, or we'll miss the best part."
"Oh ayolah, jangan terburu-buru. Pertandingan bahkan belum dimulai."
"That's the point! Bagian parade dimana semua pemain di perkenalkan adalah yang terbaik. Jika kau masih tidak tertarik, kau bisa pergi setelah sesi itu selesai. Tapi tolong berjalanlah lebih cepat agar kita bisa mendapat sudut yang jelas." Lalisa, gadis Asia dengan poni tebal yang menutupi dahinya itu menggulirkan matanya malas. Langkahnya terus diburu saat teman sekelasnya, Lia, terus menggeret tangannya untuk berjalan lebih cepat ke arah sumber keramaian itu.
Sesampainya disana, mereka masih harus berdesakan untuk mencari tempat terbaik agar Lia dan kameranya bisa mengambil gambar-gambar para pria tampan untuk majalah terbitan LFSF periode bulan depan. Ya, berteman dengan Lia yang menjadi salah satu anggota media sekolah seringkali membuat Lalisa harus ikut sibuk menemani Lia untuk datang ke beberapa event besar seperti saat ini.
"Woahh mereka mulai. Mereka mulai." dengan tangan yang bersedekap di depan tubuh, Lalisa menatap lurus pada setiap pemain yang memasuki lapangan, baik itu dari LFSF ataupun LSI. Tubuh mereka terlihat besar-besar. Dengan perawakan yang tinggi, punggung yang lebar juga betis-betis keras yang tercetak pada celana ketat yang mereka pakai. Lalisa tidak menyangka bahwa ia akan cukup menikmati moment ini.
"Dave!!"
"Oh itu Andrew!!!"
"Aku bersumpah jika LFSF menang, aku akan menari telanjang di pesta perayaan nanti!"
Teriakan demi teriakan terus masuk memenuhi gendang telinga Lalisa. Membuat gadis itu segera kehilangan rasa nyamannya. Ia berdecak lalu melirik pada Lia yang masih sibuk membidik wajah-wajah yang tertutup dengan helm itu.
"Ahhh Kim!!!"
"Kim!!"
"Itu Samuel Kim!!" teriakan para gadis-gadis pirang itu kembali memekakkan telinga. Lalisa jadi ikut terpaku pada sosok bernomor punggung 27 yang kini terlihat baru saja masuk ke lapangan.
Lalisa menatapnya lekat. Ia mengenali sosok Kim yang sedang di elu-elukan oleh hampir semua orang yang duduk di sekitarnya. Ia adalah salah satu orang Asia yang tergabung di dalam komunitas siswa Korea Selatan San Fransisco, sama seperti dirinya. Hanya kenal karena beberapa kali sempat berpapasan, bukan berarti Lalisa benar-benar mengenalnya.
"Lia, apa kau sudah selesai?"
"Kenapa? Kau sudah tidak betah? Ayolah Lice, ini bahkan belum 15 menit. Aku belum mendapat foto bagus untuk nomor punggu 17 dan 13." Lalisa kembali memilih bungkam. Dekapan tangannya semakin erat saat rasa tidak nyaman terus bertambah seiring waktu yang memanjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lily Of The Valley
Teen FictionMencari kenangan yang berada di bawah tumpukan kesedihan dan luka tak akan pernah mudah untuk Lalisa lakukan. Ia berulang kali menyakiti dirinya sendiri hanya untuk mengingat beberepa keping memori bahagia yang bahka tak banyak jumlahnya. Seokjin, s...