Happy reading><
***
Langit terlihat mendung, perlahan mungkin hujan akan turun. Tetapi lelaki berseragam sekolah itu tampak tak ingin beranjak dari halaman rumah. Begitupula, wanita cantik yang tengah duduk di tepian ranjang. Dia terlihat asik memainkan handphone tanpa ingin tahu dan peduli pada lelaki di sana.
Sungguh membuat iri, sangat mudah bagi Kak Sarah mendapatkan kekasih, dan lebih mudah juga memutuskan hubungan begitu saja. Siapa yang tak suka, siapa pula yang rela melepaskannya, cantik, pintar, dan sangat dapat diandalkan dalam sesuatu. Tentu berbeda jauh denganku.
Yah, seperti itu pandangan orang tua padaku juga. Aku tak merasa tertekan karena memang sudah terbiasa. Lagipula, kenapa mereka tak lelah mempertahankan sesuatu yang memang sudah dilepaskan. Aku menopang dagu, masih asyik memerhatikan lelaki itu di jendela, sepertinya dia memang menyadari kehadiranku. Tetapi karena memang aku bukan tujuannya dia tak terlalu memedulikan.
"Kau tak ingin pergi?!" teriakku padanya.
Sesaat dia bergeming, sebelum akhirnya menggeleng. Aku terkekeh geli, jelas-jelas hujan mulai turun, dia masih saja dalam pendirian. Benar kata orang cinta itu bisa membuat mata buta. Apalagi aku dengar Kak Sarah cinta pertamanya.
Baiklah, karena aku baik. Aku beranjak dari kursi menghiraukan Kak Sarah yang sesaat tampak heran. Tidak mau menjelaskan, aku lebih memilih mengambil payung lipat dalam tas lalu membawanya.
"Katakan padanya, jangan menungguku lagi. Fokus saja belajar. Aku tak ingin berpacaran dulu sebelum lulus sekolah," ujar Kak Sarah mengurungkan niatku keluar kamar.
Aku berdecih. "Alasanmu sangat aneh, Kak! Cari asalan lain, kau bisa mengatakan aku sudah punya pacar yang lain, atau orang tuaku tak mengijinkan berpacaran. Jangan jadikan belajar sebagai alasan menolak."
"Aku benar-benar ingin fokus belajar, kau tidak percaya?" Kak Sarah menunjukkan layar handphone. "Lihatlah ini, bagaimana Kakakmu ini berusaha keras untuk mempertahankan nilai di sekolah. Aku banyak membaca untuk menambah wawasan."
"Baiklah .... " Aku mengangguk-angguk. "Dengan terpaksa aku percaya saja. Aku usir dia dulu, sebelum dia benar-benar pingsan di depan rumah kita. By!"
Kak Sarah tersenyum sambil mengibaskan tangan. Sudah jelas Ratu di rumah ini tak akan peduli. Sungguh malang pangeran di luar, aku sebagai dayang hanya bisa memberikannya kemudahan. Memberikan payung contohnya.
"Ambilah!" Aku mengambil tangannya lalu menyerahkan padanya. "Jangan ke sini lagi, Ratuku bilang dia ingin fokus belajar, dan kau fokus belajar juga. Dia ingin kau menjadi orang sukses."
Apa aku berlebihan? Melihat wajah muramnya saat ini membuat hatiku tak tega. Tubuhnya sudah basah kuyup. Rambutnya tak beraturan meskipun tak bisa menutupi wajah tampannya. Dengan alasan manis itu mungkin dia akan lebih baik dan melepaskannya dengan ikhlas.
Sangat tepat, senyum tersungging di wajahnya. Jantungku serasa melompat disaat tatapan kami bertemu. Ditambah dengan spontan dia memegang kedua bahuku. Terlihat jelas lelaki ini sangat bahagia.
"Dia benar-benar mengatakan itu?" tanyanya antusias.
Aku mengangguk ragu. "...ya, seperti itulah, hehe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Kekasih Kakaku
Romance"Aku bisa menunggunya. Ini hanya perkara waktu, kan?" Anaya Happy reading><