Dari tadi mau update, baru bisa sekarang. Sibuk bgt bikin cover pesenan teman #soksibuk hohooo ngembangin bakat.
Happy reading ...
***
Aku mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya ruangan, kemudian mataku berkeliling mengenali ruangan putih yang terasa asing. Tercium bau obat yang sangat menyengat, aku langsung tahu saat ini aku sedang dirawat di rumah sakit.
Samar-samar terdengar suara orang berbicara dari luar, aku masih memperhatikan keadaanku yang terbaring dengan tangan kiri terpasang selang inpus. Tak lama pintu terbuka, jeritan anak kecil langsung terdengar memanggil-manggil namaku, aku menoleh saat Ronald yang menggendong Brandon berjalan mendekat.
"Bu Rara ..." panggil Brandon, aku mencoba bangun tapi tiba-tiba kepalaku berdenyut hebat, Ronald menahan gerakan tubuhku lalu mendorongku hingga kembali berbaring. Aku memegangi dan memijit kepala yang masih terasa pusing, dihidungku pun masih terasa sakit.
"Jangan bangun dulu." Ucap Ronald lembut. Aku menatapnya lalu beralih ke Brandon, dari wajah mereka terlihat kekhawatiran.
"Maaf sudah merepotkan." Ucapku lirih dengan mengalihkan pandangan tidak berani menatap wajah Ronald.
Lama terdiam, Ronald memilih duduk dikursi samping ranjangku, sedangkan Brandon duduk diranjang bersamaku. Brandon membelai-belai wajahku dengan tangan mungilnya, bemain-main dipipi sesekali menciuminya. Aku hanya tersenyum menanggapinya, tiba-tiba tanganku terasa digenggam erat dibalik selimut, kulihat Ronald kini memandang lembut kepadaku dengan senyuman tipisnya. Aku membalas senyumnya malu-malu, entah karena senyumannya atau genggaman tangannya, jantungku langsung bereaksi seperti ini. Berdebar-debar dengan kencang, aku merasa seperti anak abg yang baru mengenal cinta. Pipiku memanas, aku tidak bisa menyembunyikannya.
"Bu, pipinya kok merah?" Aku menoleh ke Brandon yang bertanya dengan wajah bingungnya karena melihat perubahan wajahku, lalu beralih ke Roland yang kini terkekeh geli memandangku. Aku tersenyum kikuk, malu sekali. Aku mengalihkan wajah ke arah lain untuk menutupi rasa malu dan rona diwajahku. Sekarang aku benar-benar seperti anak abg yang blushing karena digoda oleh sang kekasih. Apa? Kekasih? bukan ... bukan.
"Ibu kenapa?" tanya Brandon, aku menoleh ke arahnya.
"Emang kenapa?" tanyaku bingung.
"Itu Ibu kenapa pukul-pukul kepala sendiri?" Aku melihat tanganku yang berada dikepala, meringis saat menyadari tindakan konyolku tadi yang memukul-mukul kepala tanpa sadar.
"Tidak apa-apa." Jawabku cepat.
Deritan pintu mengalihkan pembicaraan kami. Aku, Ronald, dan Brandon bersamaan menoleh ke arah pintu yang terbuka. Di sana berdiri Laurie menatap takut-takut kepada Ronald.
"Boleh aku masuk?" tanya Laurie terdengar gugup. Kulihat Ronald menoleh kembali ke arahku seolah enggan melihat Laurie, sepertinya tampak ada yang telah terjadi dengan wanita itu. Dia berdiri cemas dan terlihat sangat ketakutan saat ini.
"Boleh aku masuk, Rara?" tanya Laurie kepadaku, aku menatap Ronald melihat reaksinya, tapi dia tidak menunjukan keberatan.
"Boleh." Jawabku saat kembali menatap Laurie.
Laurie berjalan pelan menghampiriku, dia memilih berdiri berseberangan dengan Ronald. Tidak seperti biasanya yang selalu bergelayutan dilengan Ronald, justru dia tampak menghindari Ronald.
"Maafkan aku." Ucap Laurie pelan, aku menatap matanya mencari kejujuran atas permintaannya tersebut. Tapi, yang kudapatkan hanya keterpaksaan dari binar matanya.
"Maaf untuk apa?" tanyaku. Laurie menatapku tajam, namun hanya sebentar, setelahnya dia tertunduk. Aku menoleh ke Ronald saat tanganku terasa sakit dalam genggamannya. Ronald saat ini terlihat sedang menahan emosi, kuperhatikan dia sedang menatap tajam pada Laurie. Pantas saja Laurie langsung menunduk seperti itu, tatapan Ronald berkilat menandakan kemarahan. Aku pun sampai bergidik ngeri melihatnya.