3. Motor tua

5 2 0
                                    

Bolehkah seseorang seperti diriku yang kehilangan sosok orang tua untuk bermimpi? -Badak.


**

Badak duduk di pojok kelas tempat biasa dia duduk, tidak seperti biasanya kali ini dia memasang wajah suram-sehabis dimasuki oleh roh penunggu universitas.

"Ada Apasih kawan?, diem-diem aja." Tanya Keling pelan-pelan.

"Lo ditinggalin Egol lagi?" Dengan sangat penasaran kepada kondisi Badak yang tidak seperti biasa, Keling kembali bertanya, meyakinkan bahwa temannya itu baik-baik saja.

"Apa lo belum ngerjain tugas?" Desak Keling agar Badak mau membuka mulut.

"Gue keinget cewe pas demo."

"Siapa namanya? Dari jurusan apa? Lulusan mana? Rumahnya dimana? Keturunan apa? Blesteran? Zodiaknya apa? Lahiran tahun berapa?"

"Di kira gue bapaknya kali lo tanyain kayak gitu, lagian juga kalau gue tau ga bakal kepikiran." Badak meluruskan pertanyaan Keling yang sudah melantur kemana-mana.

"Mending lo ikut gue ke kantin, laper gue belum makan dari pagi, Bisa jadi ketemu sama orangnya." Keling menarik lengan Badak, membuat Badak terbangun dari duduknya sehingga terpaksa mengikuti ajakan tersebut.

"Baru juga dateng udah pergi aja, ada dendam apa lo sama gue?" Egol bertanya dengan tampang ketus menghampiri Badak dan Keling.

"Nah pas bangat lo dateng, jadi ga perlu nyamperin ke kelas lo. Yaudh ikut kita ke kantin." Ucap Keling seraya mengajak Egol.

Sesampainya di kantin mereka melihat Njut yang sudah dari tadi berada di meja paling pojok, dengan laptop di atas meja dan tak lupa secangkir kopi tepat disamping laptop tersebut. Padahal kampusnya tergolong tidak sepi-sepi amat akan mahasiswa, tetapi tidak ada seorang pun yang mengisi bangku-bangku kosong yang ada di samping Njut. Mungkin mereka sudah tahu bahwa bangku dan meja itu biasa di tempati oleh Badak dan teman-temannya, bahkan sekelas senior pun tahu akan hal itu.

Setelah memesan menu yang ada di kantin, mereka langsung menghampiri Njut yang sedang fokus terhadap laptopnya. Bagi Njut laptop adalah segalanya, tidak peduli kondisi atau bencana di sekitar, dia selalu fokus akan sesuatu yang ada didalam laptopnya itu.
Sebagai seorang yang ambis terhadap tugas, sudah semestinya Njut tidak akan pernah lepas dari laptop dimana pun tempatnya, terkecuali 2 tempat yaitu, ditempat kerja dan di tongkrongan.

Egol selalu bertanya-tanya. "Jangan-jangan Njut bandar judi online, Atau seorang mafia." Karena tak enak hati dengan temannya, ia mengurungkan diri untuk menanyakan hal tersebut dan memilih untuk memendam sendiri pertanyaannya.

"Gini nih, kalau udah kenal sama cewe, Sampai ga inget teman." Seperti biasa, sapaaan Egol setajam silet, bukan Egol namanya jika ia tidak mengelemparkan bongkahan pisau berupa kata terhadap Njut.

"Gue kesini duluan karena udah tau kalian pasti kesini, jadi menghemat tenaga aja ga nyamper kalian."

"Kayaknya hawa keberadaan lo sesuram itu ya, sampai-sampai ga ada yang mau deket-deket."

"Orang-orang juga udah pada tahu, Gol, kalau Njut itu psikopat."

"Psikopat apanya, Ling, yang ada copet kali."

"Copet juga ga mir-."

"Mesen kopi dulu baru roasting orang, kayak ada yang kurang kalau belum ada kopinya."

"Busettt, udah kayak tuyul lo." Keling cukup kaget dengan keberadaan Culay yang memotong pembicaraannya.

"Lo aja yang belum mesen, kita mah udah, Njut aja pengen abis minumannya, haus dia habis lari marathon tadi bilang ke gue. Duduk dulu aja." Egol menyahuti kepada seorang pria dengan perawakan kecil itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pria kuat tanpa rumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang