Paruh waktu

8 1 0
                                    



𝗦eorang pemuda dengan wajahnya yang manis memasuki pekarangan rumah dengan menenteng tas belanjaannya. Dia membuka pintu, mendapati seorang pria paruh baya yang duduk di sofa dengan memar di wajahnya.

Segera dia di tengah pintu berlari ke arahnya. Dia duduk di samping pria itu, "Paman, ada apa?. Bagaimana bisa?." Tanya pemuda itu panik, segera melihat memar di wajah pamannya itu.

Sebuah rintisan keluar dari mulut pamannya saat ia memegangi dagunya, segera dia beranjak mengambil kotak P3k di kamar mandi, dan kembali ke ruang tamu.

Segera dia mengobati memar di wajah pamannya dengan lembut dan mencoba untuk tidak menyakitinya. Dia memandang heran dengan pamannya, "Bagaimana bisa?." Tanyanya dengan tangan yang seraya menempelkan hansaplast di wajahnya.

Membuatnya meringis kesakitan tanpa menjawab pertanyaan ponakannya, dia menghela nafas panjang, "Jawab paman," ujarnya menegaskan kalimatnya.

Orang yang disebut paman itu sedikit mengelakkan wajahnya dari sang ponakan, dan sesekali melirik dirinya yang menunggu jawaban, "Tadi saat paman ingin kembali pulang. Paman di tahan oleh preman di pinggir jalan. Mereka bilang jika tidak membayar mereka, paman akan di habisi. Karena paman tidak memiliki uang saat itu, paman mencoba lari dari mereka tapi tetap di tangkap dan di hajar. Tapi paman berhasil kabur dengan luka ini," jelasnya dengan wajah memelas, memegangi wajahnya.

Dia diam sejenak, "Maaf paman, Zoe tidak bisa membantu paman," ujarnya dengan raut menyesal, segera di balas gelengan dari orang yang lebih tua di hadapannya, "tidak, paman yang minta maaf, harus membuat mu bekerja. Jika saja penghasilan paman cukup kamu pasti tidak harus bekerja," ujarnya menyakinkan ponakannya yang murung

Zoe menganggukkan kepalanya lalu kembali berdiri mengembalikan kotak yang ia pegang ke kamar mandi. Setelah itu kembali ke ruang tamu, dengan pamannya yang masih meringis kesakitan. Dia duduk di samping pamannya, "Paman bisa tidur di sini malam ini. Apa paman sudah makan?." Tanyanya, yang di balas gelengan dari pamannya. Segera Zoe beranjak, pergi ke dapur dan menyiapkan makanan.

Hanya nasi goreng dan telur, itupun sudah nikmat rasanya.

Acara makan malam telah selesai pamannya sudah tertidur di kamar orang tuanya dengan lelap. Dia masih berada di dapur mencuci piring yang telah mereka gunakan tadi. Perlahan Zoe mengingat-ingat kejadian di gang sempit itu tadi. Nafas orang itu terengah-engah dengan bercak darah di lengannya dan bau amis di sekelilingnya, perawakan yang tampan gagah dan manly menjadi paduan yang apik di pandang, apalagi dalam jarak yang sedekat itu.

Tapi sayang dirinya tidak tertarik dengan laki-laki. Mungkin untuk sekarang.

•○♣︎○•

Sebuah ruangan yang penuh dengan lukisan patung malaikat, ada dua tidak, tiga orang di dalam yang kini sedang menatap seorang yang sama, yang kini berdiri menghadap pada jendela.

Asap putih berterbangan di udara, menampakkan sosok pria tua yang berdiri di depan jendela, netra coklat gelapnya menatap bangunan yang berjejer, "Harus berapa kali aku mengajarimu untuk sopan pada orang yang lebih tua. Apalagi Ghalif," ujarnya berjalan ke arah sofa.

"Dan juga, kau harus berhati-hati dalam bisnis ini. Untung saja kau masih kembali dengan nyawamu. Mazen," ujarnya.

Seorang laki-laki duduk menundukkan dirinya malas menatap orang di seberangnya, "Tapi dia adalah seorang penipu. Ayah," balasnya mengecilkan suaranya, sangat malas jika harus berurusan dengan orang ini.

Seorang yang masih berdiri di dekat sofa memandangnya dengan tatapan dingin, tidak ingin melanjutkan debat, ia keluar dari ruangan yang diikuti oleh seorang bodyguard miliknya.

Medicus ||BL|| On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang