Moonlight

48 2 1
                                    

~⁠♪(⁠♡THE ENGENE♡⁠ ⁠)⁠ ⁠~⁠♪
🔍
⁠~⁠♪(⁠♡ 🎼🎼🎼♡⁠ ⁠) ⁠~⁠♪
🔍
(⁠ ♪⁠♪♪⁠♪♫ )
🔍
🎼🎼🎼🎼🎼🎼🎼

Sinar rembulan seolah menuntun Nata untuk berjalan menyusuri cahaya dalam kegelapan malam yang semakin larut. Tepat berdiri seorang laki-laki dengan seragam SMA nya tampak bersender pada tiang listrik dekat perumahan di mana rumah Nata berada.

"Riki?" Nata mengamati lamat-lamat sosok laki-laki yang berada tepat di hadapannya.

"Hai bro!" Sapa Riki sambil tersenyum miring berjalan perlahan menghampiri Nata yang tampak memandang Riki dengan penuh rasa curiga.

"Darimana lo tau alamat rumah gua?" Tanya Nata pada Riki yang semakin berjalan mendekati Nata.

"Nat, sebenarnya gua ke sini cuma mau bilang. Hati-hati sama senyum mematikan lo, jangan rebut kebahagiaan milik orang lain, jangan pernah tampakin senyum ceria itu lagi di hadapan semua orang."

"Maksud lo apa?" Nata semakin tidak mengerti tentang ucapan Riki barusan.

"Intinya, itu peringatan dari gua!" Riki lantas menepuk pundak Nata pelan kemudian meninggalkan Nata yang hanya memiringkan kepalanya sambil mencerna kembali ucapan Riki barusan.

"Gak jelas tuh bocah!" Nata lantas berjalan gontai menyusuri jalan perumahan yang semakin sepi menuju rumahnya.

🎼🎼🎼🎼🎼🎼🎼

Cahaya bulan sabit itu terlihat indah, bersamaan dengan lima bintang yang tampak berinar, hanya ada tujuh bintang di malam yang damai itu,  sementara milyaran bintang lain bersembunyi dalam kabut awan di langit yang gelap.

Delvin tampak duduk bersender pada kursi cafe di temani secangkir kopi susu hangat sambil menunggu Fano datang. Entah kenapa, ia butuh seorang teman curhat meskipun ia salah mengundang seorang teman di sekolahnya. Di bilang teman, sepertinya Fano dan Delvin tidak memiliki hubungan pertemanan yang baik. Di bilang musuh, mereka malah terlihat kompak saat mengerjakan tugas OSIS bersama. Oh,mungkin lebih tepat hubungan antar anggota OSIS, begitu pikir Delvin.

"Vin, tumben lo ngajakin gua ketemuan di cafe ada apa?" Tampak Fano langsung duduk di kursi depan Delvin berada.

"Mau mesen apa lo ntar gua yang bayar." Delvin tidak mempedulikan ucapan Fano barusan.

"Kopi americano panas aja satu."

"Ok." Delvin lantas memesan satu kopi americano panas milik Fano.

Hening.

"Sebenarnya, lo itu mau ngomong apa sih. Lima belas menit dari tadi gua nungguin lo ngomong sampe capek gua scroll hp." Fano memecahkan keheningan antara dirinya dan Delvin.

"Fan, lo tau kan di sekolah gua gak akrab sama siapapun."

"Ya termasuk gua, terus Napa?!" Potong Fano cepat.

"Kalo gua gak akrab sama lo gua gak akan nelpon lo suruh lo cepet-cepet nemuin gua di cafe!" Ujar Delvin.

"Ya udah cepet lo mau ngomong apa taik!" Fano terlihat frustasi tampaknya.

Seharusnya mereka berdua jangan di pertemukan dalam frame yang sama, ya hasilnya begini gak ada yang mau ngalah dan saling adu argumen.

"Lo tau, acara serah jabatan Middlenight Academic School nanti mau di serahin ke siapa?" Delvin tampak ragu sebenarnya mengatakan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Engene Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang