Anna adalah seorang gadis Yatim-piatu, yang tinggal dan tumbuh di Panti Asuhan.
Saat ia bertanya tentang asal-usul keberadaannya di Panti Asuhan, suster Panti meceritakan bahwa ia telah menemukan dirinya yang masih bayi, tepat di depan pintu teras panti, dengan hanya selembar kain tipis yang menyelimuti tubuhnya dan sepucuk surat yang memberitahukan namanya.
Mengetahui itu, Anna seringkali bertanya-tanya prihal kenapa ia yang masih bayi dititipkan di panti asuhan?
Apakah orangtuanya tidak menginginkannya?
Apakah ia adalah anak haram yang lahir dari suatu kesalahan?
Atau apakah orangtuanya tidak cukup percaya diri untuk bisa membesarkannya dengan baik?
Di masa lalu saat Anna masih kecil, ia sempat akan diadopsi beberapa kali oleh pasangan suami-istri yang datang ke panti untuk mengngakat seorang anak.
Tapi karena pemikiran naifnya yang bodoh, ia akhirnya terus menolak semua tawaran adopsi tersebut.
Pada saat itu ia berpikir, mungkin jika ia menunggu sedikit lebih lama lagi, maka orangtuanya akan datang ke panti asuhan untuk menjemputnya. Ia merasa khawatir apabila ia diadopsi nanti, maka orangtuanya yang datang untuk menjemputnya ke panti asuhan tidak akan bisa menemukannya dan akan merasa bersedih.
Itulah kenapa ia selalu menolak tawaran untuk di adopsi dan dengan setia menunggu kedatangan sosok orangtua, yang bahkan wajah dan keberadaannya saja tak ia ketahui.
Dan ketika ia berusia 12 tahun, ia akhirnya sadar bahwa apa yang selama ini ia lakukan adalah hal bodoh yang tidak berguna.
Karena mau selama apa pun ia menunggu dengan setia, orangtuanya tampaknya tidak akan pernah datang untuk menjemputnya ke panti asuhan itu.
Anna mulai berpikir...
Mungkin benar apa yang dikatakan anak-anak panti lainnya, bahwa ia telah dibuang oleh orangtuanya sendiri. Bahwa ia adalah anak yang tidak diinginkan dan merupakan keberadaan yang salah, sehingga orangtuanya tidak sudi untuk merawatnya.
Karena pemikiran menyakitkan tentang ia yang tak diinginkan dan telah dibuang oleh orangtuanya itulah, Anna akhirnya tumbuh menjadi gadis yang pemurung, pendiam dan lebih suka menyendiri. Sangat berbanding terbalik dengan kepribadian cerianya yang sebelumnya.
Semenjak saat itu, dibandingkan bermain-main dengan teman-teman panti asuhannya yang lain, Anna lebih memilih untuk menyendiri di kamar atau dibagian taman belakang yang sepi. Jika tidak menggambar dan mewarnai, maka ia akan membaca buku.
Di sekolah pun begitu. Anna tidak tertarik bergaul dengan siapa pun. Ia hanya akan berdiam diri di kelas, atau pergi ke perpustakaan dan beberapa kali mengunjungi kantin untuk makan seorang diri saat ia kelaparan.
Akibatnya, Anna akhirnya tidak memiliki seorang pun teman dan orang-orangpun jadi menjauhinya.
Tapi Anna tampaknya sama sekali tidak keberatan dengan hal itu. Sebaliknya ia malah berpikir, bahwa adalah hal yang wajar jika orang-orang tidak ingin mendekatinya atau berteman dengannya, karena ia adalah seorang gadis jelek tanpa bakat yang bahkan tak diinginkan oleh orangtuanya sendiri.
Anna pada akhirnya berpikir, bahwa ia layak dibuang dan tidak diinginkan oleh siapa pun.
Lalu, ketika Anna berusia 19 tahun dan lulus dari Sekolah menengah akhir, Anna akhirnya pergi dari Panti asuhan seperti yang telah ia rencanakan sejak lama. Beralasan jika ia ingin memulai hidup yang lebih mandiri dan mengenal dunia luar dengan lebih baik.
Suster panti yang sangat menyayanginya dan telah merawatnya sejak bayi, pada awalnya tidak setuju dengan keputusannya itu. Tapi setelah ia memohon berulangkali dan berusaha keras untuk meyakinkan suster Panti, ia akhirnya diizinkan untuk pergi, dengan syarat ia harus sering menghubungi sang suster dan sesekali datang berkunjung ke Panti.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear, Rossaliete
Romance"Aku seharusnya mati dalam peperangan itu," Rossaliete dè Cavriend. "Apakah kau berpikir aku akan membiarkan itu terjadi?" Alarich Von Zaphiere. Begitu terbangun dari tidurnya, Anna mendapati dirinya secara mengejutkan dan tidak terduga, telah bert...