Bab 1

9 1 0
                                    

Ada empat hal yang memicu kenangan seseorang; makanan, parfum, tempat, dan lagu.

Petikan senar gitar nan lembut memenuhi ruangan kedap suara yang diisi dengan berbagai macam alat musik lainnya. Sebuah keyboard di sudut sana, drum di sebelahnya, juga berjajar gitar bass dan sebuah nama Sandjaya Studio terpampang besar di sisi dinding yang kosong. Arshavina duduk menyilangkan kaki dan gitar dipangkuannya. Jari di tangan kirinya bergerak lihai menekan senar dari chord satu ke chord lain.

Sepiku tak lagi menyedihkan
Matahari tak lagi terasa terik
Hujan yang dingin kulalui bersamamu
Di bawah payung berwarna merah muda

Gerakan itu terhenti sejenak. Ara terdiam, berpikir sebelum kemudian menulis sesuatu pada lembaran kertas di atas meja di sampingnya. Bu Inggrid sudah meminta Arshavina agar kali ini membuat lagu yang lebih ceria. Lagu dengan lirik yang membuat orang mengingat masa indah. Lagu-lagu dimana orang tengah berdebar karena jatuh cinta. Setelah sebelumnya dua lagu karyanya bertema patah hati dan gagal move on. Namun, saat ia kembali memulai petikan gitar, sebuah speaker yang terhubung ke pintu luar bersuara.

“Kak Ara!” panggil seseorang di luar sana berhasil mengalihkan perhatian Arshavina.

Dikarenakan ruangan tersebut kedap suara maka pemilik studio dengan sengaja memasang alat tersebut agar orang dari luar bisa berkomunikasi pada pengguna ruangan kalau-kalau ada hal penting yang harus disampaikan.

“Kak Ara kedatangan tamu. Katanya dia mau ketemu sama Kakak.”

Arshavina turun dari kursi tingginya sambil berpikir, menduga-duga siapa tamu yang dimaksud. Namun, ia tidak lantas membuka pintu. Arshavina menekan tombol pada speaker itu untuk bertanya, “Siapa?”

“Aku juga nggak kenal. Tapi dia bilang dia bakal nunggu Kak Ara sampai selesai kalau emang Kak Ara nggak masih sibuk.”

Arshavina masih memutar ingatan ketika informasi tambahan disusul dengan berbisik, “Orangnya ganteng loh, Kak.”

Pada akhirnya Arshavina pun membuka pintu menampilkan Dita yang sejak tadi berdiri di depan speker penghubung tersenyum manis.

“Dia nggak mau kasih tahu namanya, tapi katanya dia nunggu di ruang galeri.”

Arshavina semakin penasaran, menurut ingatannya orang ganteng yang bekerja di studio ini ada banyak meski ia tidak sepenuhnya kenal mereka, tapi lelaki tampan yang mengenal Arshavina dan tidak dikenali oleh Dita hampir bisa dibilang langka karena Dita merupakan keponakan dari pemilik studio ini.

“Nanti kasih tahu aku ya dia siapa! Tenang aja, aku nggak akan kasih tahu Kak Rayan.”  Gadis itu memberi kedipan serta isyarat jari yang mengunci mulut. Dita dan kecintaanya pada cogan, tidak heran ia terkadang menjadi sumber informasi terkini tentang kehidupan lelaki lajang berwajah rupawan di gedung ini.

Arshavina menuju lift untuk turun satu lantai, membenahi penampilannya melalui pantulan kotak besi tersebut. Rambut pendek yang semula ia ikat asal pun dia gerai, disisir dengan jari. Menarik beberapa sisi blouse polos yang tampak kusut, serta memerhatikan kembali rok A line selutut yang sedikit terlipat di bagian ujung. Kaki berbalut sepatu docmarc itu melangkah keluar lift dengn percaya diri. Beberapa orang yang mengenalnya menyapa Arshavina.

Kemarin salah satu lagunya masuk sebagai nominasi lagu terbaik tahun ini. Tentu saja ia bangga dan bahagia, ia akan mengejar prestasi ayahnya dan bila ia beruntung, ayahnya yang sejak dulu menghilang dari rumah akan mendatanginya.

“Kak Ara, selamat ya! Aku baru dengar bahwa lagu kamu masuk nominasi.” Seseorang menyapannya dengan uluran tangan.

“Terima kasih.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EuphoniousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang