"Kok bisa nama band jelek gitu anggota lo setuju."
"Iyalah, gue dukunin." Jawab Jefian sambil meminum susu kotak rasa stroberinya.
Jefian, Radeva, dan Ansel berkumpul di kantin setelah acara penutupan penerimaan maba selesai dilaksanakan. Mereka duduk di meja dekat jendela dngan keadaan kantin yang tidak begitu ramai pada saat itu.
"Sinting, tapi beneran deh gue ilfeel banget tiap denger nama band lo disebut." Radeva yang sedang menikmati makanannya ikut memberi komentar.
"Emang dasarnya sifat sirik yang gitu. Kalau mau masuk band gue mah ntar, tenang aja bentar lagi kita buka audisi." Ucap Jafian percaya diri.
"Eh eh pacar lo datang tuh!"
Jafian yang mendengar hal tersebut melompat dan bersembunyi di bawah meja kantin.
Hampir 5 menit berlalu dan tidak ada tanda - tanda kemunculan perempuan yang ingin ia hindari melainkan suara tawa dari Radeva dan Ansel yang ia dengar.
"Anjing lo!"
"Yang bener dong, gue beneran ga mau ketemu dia ya bangsat!" Maki Jefian pada Radeva dan memberikan tatapan sinis kepada Ansel yang ikutan menertawakan sikap konyolnya barusan.
"Kenapa sih lo, orang Jena cakep banget gitu."
"Cakep sih tapi horror banget, gue kalo jadi Haidan udah pingsan kali ya." Balas Radeva sambil bergidik ngeri membayangkan tendangan Jena yang dia liat tadi pagi.
"Lo juga berdua ga becus banget jadi anggota, meski dia waketum mah kalo udah ngebully orang harusnya lo tegur lah. Minimal pisahin gitu, kasian banget tuh cewek maba." Jefian membahas keributan pagi tadi.
"Ya gimana, lo tau sendiri aura Jena tuh kek mana. Lo aja ga suka sama dia juga diem aja waktu dia ngaku - ngaku pacaran sama lo ke semua orang"
"Gue mau negur tuh kayak gimana, karena sebenernya tuh maba juga salah. Terus orang - orang pada diem yaudah deh gue ikutan." Ucapan Ansel yang mendapatkan anggukan tandak setuju dari Radeva.
"Tapi tu cewek gila ya, untung dosen belum pada dateng."
"Halah, ada dosen juga ga jadi masalah. Lo nggak inget kejadian bulan lalu." Jafian mengingatkan kembali terkait kejadian yang melibatkan Jena dengan mahasiswa lain, dan juga dosen.
"Hahaahaha... ga ada lawan emang si Jena." Radeva menggeleng – gelengkan kepala tidak habis pikir.
Keadaan kantin yang tadinya ramai tiba – tiba hening karena kedatangan cowok tinggi tampan yang menarik perhatian dari hampir setiap pasang mata perempuan yang berada di kantin. Entah mereka terkagum dengan paras rupawannya tersebut atau malah sedang membayangkan kemalangan yang lelaki itu dapatkan dari si cewek troublemaker, Jena.
"Tebar pesona terus..." teriak Ansel menggoda Haidan yang dibalas dengan tatapan kesal.
"Lo apain si Jena jadinya?" tanya Jefian sambil memberikan botol air mineral ke Haidan.
"Ya menurut lo aja deh, emang tu cewek bisa diapain." balas Haidan penuh emosi. "Lo berdua juga, bisa - bisanya ya diem aja. Batu lo pada?!"
"Bukannya berhenti yang ada kita ikutan dibuli, orang lo aja digituin." jawab Ansel santai.
"Paling ga cari gue kek, awas ya lo berdua gitu lagi. Liat aja gue kasih hukuman lo pada!" ancam Haidan dengan sadis.
"Bagus Dan, keluarin aja mereka berdua! dan awas aja lo pada abis keluar dari BEM mohon - mohon pengen join Jefrie–"
"CUIH AMIT AMIT JABANG BAYI"
"Sial sial sial jauh jauh dari gue loh!!"
"ANJING!" Teriak Jefian.
KAMU SEDANG MEMBACA
How does it feel to be loved?
General Fiction"Gue harus gimana lagi biar lo paham kalau gue nggak suka sama lo?!" laki - laki itu melanjutkan "Sampai kapanpun." "Nggak masalah, yang penting kamu milik aku." Perempuan itu, Jena, menjawab sambil melingkarkan tangan kanannya di lengan laki - laki...