Jendra mendorong trolly yang berisikan makanan, jajanan, dan kebutuhan lainnya terutama untuk si kembar. Kini mereka sudah berada di lorong yang berisikan mainan anak-anak, mata Jio sekejap langsung berbinar, dia langsung berlari untuk melihat-lihat. Jendra tahu sekali perasaan itu. Perasaan senang ketika melihat sesuatu yang kita sukai.
"Jia, gak mau liat?" tanya Jendra pada Jia yang masih bergeming dan memegang tangannya.
Jia menggeleng, "Jia gak suka,"
Jendra mengangguk, dilihat-lihat memang lorong supermarket ini lebih banyak mainan yang dimainkan untuk anak laki-laki seusia Jio. Jendra bahkan tidak bisa menemukan mainan seperti boneka atau yang lainnya.
"Beneran gak mau beli apa-apa disini? Papa gak mau balik lagi ya," ucap Jendra memastikan sekali lagi pada Jia.
"Jia mau ke toko buku aja Pa,"
"Papa! Jio beli ini ya!" teriak Jio sambil membawa lego berukuran hampir setengah badannya.
Jia hanya menatap Jio malas, "Jangan Pa! Ngabisin duit."
"Enak aja! Boleh ya Pa boleh?" tanya Jio berlompat-lompat kegirangan.
Jendra mencoba mengambil alih kotak lego yang dibawa Jio. "Jio, tapi ini untuk anak umur 14 tahun ke atas," ucap Jendra begitu melihat umur yang tertera dan jumlah pieces lego yang lebih dari 3000 itu pada kotaknya.
"Gapapa! Kita pernah nyelesaiin yang lebih banyak dari ini Pa. Jio juga belum pernah mainin lego yang bentuk fisik gini, boleh ya Pa?" bujuk Jio.
Jendra mengerutkan alisnya, "Hah gimana? Lego gak bentuk fisik maksudnya gimana?" tanya Jendra yang justru salah fokus dengan pernyataan Jio.
"Jio biasanya main lego yang bentuknya hologram gitu Pa!" Jelas Jio bersemangat.
Jendra hanya mengangguk sambil membayangkan bagaimana lego bentuk hologram yang dimaksud Jio. Jio langsung berjingkrak kesenangan ketika Jendra menaruh kotak besar itu di trolley mereka.
"Papa! Jia mau beli buku," ucap Jia sekali lagi sambil menarik baju Jendra.
"Eh? Iya ayo, tapi abis dari sini ya."
"Cie, kamu pasti cemburu kan aku dibeliin lego?"
"Enggak tuh."
"Cemburu kan?"
"Enggak ya!"
"Cemburu tuh!" ucap Jio sambil menjulurkan lidahnya, Jia hanya mendelik sinis melihat kelakuan saudara kembar 7 menitnya itu.
Jendra hanya bisa geleng-geleng melihat kejahilan Jio. Pasti menyenangkan memiliki seseorang yang bisa diajak main, mendiskusikan hal random, dan menjadi tempat bersandar untuk satu sama lain. Sayangnya, sebagai anak tunggal, Jendra tidak akan pernah merasakan hal itu.
"Papa! Jio sama Jia ke sana sebentar ya," tunjuk Jio ke rak pendingin yang berisi berbagai jenis minuman.
Jendra mengangguk, "Oke, jangan lama-lama. Papa beli daging dulu."
Trolley -nya pun dibawa mendekat ke tempat yang menyajikan jenis-jenis daging. Jendra sendiri sudah meminta Bi Nini untuk mengirimkan apa saja yang harus di beli, salah satunya adalah daging sapi beserta jenis potongan dan beratnya yang sudah tertera jelas di notes smartphonenya.
Saat melihat-lihat daging yang terpampang di atas meja pendingin, sudut mata Jendra seketika melihat seseorang yang sedang menumpukan kedua tangannya di atas pegangan trolley sambil memainkan smartphone. Jendra menelisik dan memperhatikan punggung perempuan yang cukup familiar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Mom Dad!
FanfictionJio dan Jia tiba-tiba saja muncul dihadapan Jendra dan mengaku anak dari Jendra. Jendra yang berumur 18 tahun hanya bisa melongo tidak percaya. Memang beneran ada time travel di dunia ini?