bab 4

5 0 0
                                    

Seminggu setelah Arsya izin tidak bersekolah karena harus beristirahat setelah keluar dari rumah sakit. Bahkan selama itu juga ayah nya tak pernah menjenguk dirinya, jangan kan menjenguknya sekedar menanyakan kabar saja tidak.

kini gadis itu sudah siapa dengan seragam hari Senin nya. Ya, hari yang paling gadis itu benci.
Melihat jam yang melingkar di tangan nya menunjukkan pukul 06.45 gadis itu lalu dengan buru-buru mengambil almamater lalu ia gunakan dan berjalan ke arah meja belajarnya guna mengambil tas nya lalu menyampirkan tas itu ke pundaknya.

Berjalan dengan tergesa-gesa menuju lantai bawah melewati meja makan yang terdapat seorang pria tengah duduk menikmati serapanya, terlihat di sebelah pria itu terdapat sosok wanita yang sedang menemani pria itu makan sembari bercanda gurau. Bahkan mereka saja sampai tak mengetahui kehadiran gadis itu.

Gadis itu hanya berecih sinis melihat pemandangan di depannya, pemandangan yang sudah biasa ia lihat di pagi hari. Tanpa perduli  gadis itu berjalan cepat melewati meja makan menuju pintu depan dengan tergesa-gesa. Namun, langkah gadis itu terhenti saat sebuah suarah menghentikan langkahny.

"Non asya ... non gak sarapan?" Asya yang mendengar ucapan bi Mina pun sontak memberhentikan langkahnya dan membuat atensi ke dua manusia yang berada di meja makan kini menatap ke arah Arsya.

Arsya mengulas senyum tipis menatap ke arah pembantu yang sudah ia anggap sebagai ibu ke dua nya itu. "Enggak bi ... asya sarapan di kantin aj ini sudah telat, asya pamit ya bi." Ucap nya berniat melangkah pergi namun lagi lagi langkahnya di buat terhenti oleh sebuah suara yang sangat menjengkelkan bagi asya.

"Cih ... anak tidak punya sopan santun" ucap seorang wanita dengan nada sinis.

"Maaf?" Arsya menghentikan langkahnya dan berbalik menatap wanita itu. Menaikan satu alis tanda tidak mengerti.

"Kamu itu ternyata tidak punya sopan santun ya, sudah tau ada orang tua di sini bukannya pamit malah di lewatin begitu, tidak di ajarkan etika oleh ibu mu?." Sinis wanita itu memandang kesal ke arah Arsya.

"Atas dasar apa anda berbicara seperti itu? Dan lagi, jangan bawa-bawa nama ibu saya jika anda yang bukan siapa-siapa di sini sok tau dengan kehidupan saya, urus saja di rimu sendiri. JALANG." Ucap Arsya panjang lebar dengan penekanan di akhir kalimat.

Wanita itu membulatkan matanya kesal tak terima dengan penuturan Arsya barusan. JALANG? Apapan anak itu berani sekali pikir wanita itu.

"Arsya, jaga ucapan mu terhadap yang lebih tua, ayah tidak pernah mengajarkan mu berkata seperti itu." Ucap lelaki yang di ketahui adalah ayah Arsya, sebut ia Galuh.

"Ayah memang tidak pernah mengajarkan nya karena selalu sibuk dengan lacur ayah itu." Arsya berkata dengan nada yang terkesan datar tanpa ekspresi.

"ARSYA CUKUP!" Bentak Galuh dengan menggebrak meja makan. Wanita yang duduk di samping Galuh pun terkejut dengan suara gebrakan meja yang terkesan nyaring itu.

Kini suasana di antara ayah dan anak itu sangat mencekam, saling melemparkan tatapan tajam bak pedang yang menghunus targetnya. Seperkian detik kemudian Arsya memutuskan tatapan itu dan melangkah pergi meninggalkan ayah nya yang kesal.

"Cih ... menjengkelkan." Ucapnya berlalu pergi.

"DASAR ANAK SIALAN!" teriak Galuh pada Arsya yang masih di dengar oleh gadis itu.

Arsya yang mendengarnya hanya bisa diam dengan tangan yang terkepal. Berjalan cepat ke arah motor sport miliknya, menaiki motor itu pergi keluar dari perkarangan rumah nya menuju ke arah sekolah.

Gadis itu kini sudah telat, lagi dan lagi, di hari Senin. Dengan kecepatan di atas rata-rata gadis itu membelah jalan raya yang ramai akan pengendara. Suara teriakan memaki itu ia hiraukan, kini yang ada di pikirannya sekarang adalah bagaiman dia sampai tepat waktu di sekolahnya. Ia malas jika harus berhadapan lagi dengan ketos menyebalkan itu, sungguh.

Kini Arsya telah sampai di sekolahnya itu, namun sialnya dia terlambat. Ya gerbang sekolah sudah di tutup oleh satpam dan terlihat di lapangan upacara Hari Senin sedang di laksanakan. Arsya kini terjebak di luar pagar sekolah bersama dengan siswa lain yang terlambat.

"Sialan emang klo bukan karena drama Indosiar di pagi hari mungkin gue masih bisa masuk." Kesal Arsya sembari memukul tangki bensin motor sport miliknya itu.

"Heh cewe!" Panggil seorang cowo pada Arsya yang sedang mendumel kesal itu. Namun tak ada respon sama sekali.

"Sut woi." Pamggilnya lagi namun tetap tak ada respon.

"Woi anjing!" Ucap cwo itu ngegas sudah kepalang kesal tidak mendapat respon dari Arsya. Arsya yang mendengar itu menoleh linglung mengangkat sebelah alisnya sembari menunjuk diri nya sendiri

"Gue ... ?" ucapnya pada cwo yang memanggil Arsya itu.

"Iya Lo! Siapa lagi cewe di sini kalo bukan Lo!" Ucap cowo itu kesal. Arsya melihat sekelilingnya. Memang bener kini hanya dirinnya seorang lah satu-satunya siswi yang terlambat di antar siswa ini.

"Kenapa?" Ucap Arsya seadanya.

"Telat juga Lo?" Pertanyaan unfaedah itu keluar dari mulut cowo itu. Arsya yang mendengar nya pun mendengus kesal.

"Enggak, gue gak telat." Ucapnya.

"Lah kok ... kok kalo gak telat Lo di luar kayak kita-kita?" Ucap cowo itu dengan nada bingungnya.

"IH BEGO ANJING!" ucap teman nya sembari manampol kepala cwo yang tadi memanggil Arsya.

"Awss ... sakit ndra!" Ucap lelaki itu mengaduh sakit setelah kepala nya di tampol temanya yang ia panggil ndra tadi.

"Lagian Lo ... sumpah anjir punya temen kayak Lo bikin gue mati muda sumpah." Ucap giandra kesal sembari menunjuk muka cwo yangbia Katai bego tadi.

"Sudah ndra, si Ares kan memang begitu ..." ucap teman satunya, sebut dia Kenan.

Arsya yang melihat pertengkaran unfaedah itu hanya bisa melihat dengan cengo.

"Bacot anjing." Ucap Arsya dengan kesal membuat ke lima se Joli itu mengalihkan atensinya pada gadis yang sedang kesal itu.

"Lo kenapa dah? Pms Lo?" Tanya Ares.

Arsya yang mendengar itu hanya memutar bola matanya malas meladeni dia. Namun se detik kemudian matanya meloto kaget lalu dengan cepat menolwh ke arah lima cowo itu yang masih menatap ke arah Arsya.

"Lo!" Tunjuk Arsya pada Giandra.

"Lo kakel yang waktu itu ngebuang sampah di wilayah gue di hukum kan? Lo kakel nyebelin itu anjir, sialan dosa apa gue ketemu Huma kek Lo pada lagi." Ucap Arsya mengacak rambutnya.

Ke lima cowo yang melihat itu hanya mengerutkan dahi bingung dengan tingkah Arsya yang terkesan gila?

"Lo-" belum sempat Ares berucap gerbang sudah di buka oleh satpam, dan terlihatlah di belakang satpam itu sang ketos dengan buku kesiswaan andalan nya. Ternyata upacara sudah selesai dan kini waktunya orang itu menghukum para anak yang tidak patuh aturan ini.

"Kalian! Astaga ... Kalian lagi kalian lagi, kamu juga Giandra gak capek apa kamu telat terus, ini buku kesiswaan saya sudah hampir penuh Ama nama kamu dan teman-teman kamu itu." Ucap Abraham sambil memijat keningnya pusing.

"Ya gak usah di tulis lah Bram, ngabisin tinta Lo aja." Ucap giandra sembari meoratsiak. Matanya malas.

"Kamu juga ... Arsya to? Kemren janji Ndak telat lagi, sekarang kenapa di sini?" Ucap nya sembari menunjuk ke arah Arsya.

"Ya saya telat kak." Ucap Arsya hanya bisa tersenyum pasrah.

Abraham yang mendengar penuturan dari gadis itu hanya bisa membulatkan matanya dengan mulut menganga tak percaya, berbeda dengan lima orang cowo itu yang kini tengah tertawa.

"Masuk kalian, terus jalanin hukumannya, jangan kabur." Ucap mutlak ketos itu lalu pergi meninggalkan mereka untuk masuk ke dalam.

Kapal Cinta Arasya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang