Cintaku Terukir Di Senja Season 2

Perempuan dengan Gangguan Jiwanya

Hai, aku Senja, perempuan yang selalu tenggelam dalam bayang-bayang cinta yang sulit ia genggam. Senja begitu terpikat oleh imajinasi akan pria-pria yang selalu hadir dalam pikirannya, sampai ia lupa bagaimana caranya mencintai dirinya sendiri. Ia terjebak dalam angan tentang pangeran yang akan datang dan membawanya ke istana mimpi, seperti dongeng-dongeng masa kecil yang tak pernah usang. Tapi, kenyataannya, Senja tahu bahwa dirinya masih jauh dari berdamai dengan hati dan luka-luka yang membekas. Ia seperti Cinderella yang terus menunggu pangeran, meski sadar harapannya kerap kali hanya menjadi bayang yang tak pernah nyata.

Namun, di tengah semua mimpi yang tak tergapai, ada satu cinta yang tak pernah pergi—seorang pria yang telah mencintainya dengan tulus selama sembilan tahun terakhir. Cinta itu mengalir lembut, seperti angin yang berbisik di senja hari, setia dan tak terpengaruh oleh waktu. Mungkin bukan cinta yang dipenuhi kemewahan seperti kisah dongeng, tetapi cinta itu nyata, meski tanpa mahkota atau jubah kebesaran. Cinta yang tetap tinggal, bahkan saat dunia terasa hampa.

Senja sering kali terjebak dalam labirin perasaannya sendiri, bimbang di antara asa dan kenyataan yang terkadang pahit. Ia rela mengorbankan segalanya saat cinta memanggil, meski hatinya kerap terluka. Banyak yang melihat Senja sebagai mawar berduri—indah namun tak mudah disentuh. Hanya mereka yang berani dengan ketulusan hati yang mampu mendekat dan merasakan harumnya. Dalam semua kerapuhan itu, Senja hanya mendambakan sebuah tempat yang bisa ia sebut rumah, tempat yang hangat dan aman, di mana pikirannya yang kusut dapat menemukan ketenangan.

Senja ingin merasakan pelukan yang tidak hanya memeluk tubuhnya, tapi juga jiwanya yang terombang-ambing di antara kenyataan dan mimpi-mimpi yang tak pernah reda. Ia tahu bahwa cinta sejati bukan tentang menemukan seorang pangeran, tapi tentang menemukan seseorang yang bersedia berjalan bersamanya di setiap badai dan cerahnya pagi. Meski hidup tak seperti dongeng, Senja percaya bahwa suatu hari, ia akan menemukan tempat di mana ia bisa berlabuh, tanpa perlu menjadi siapa-siapa selain dirinya sendiri.