"Kamu beneran mau kerja hari ini, Mas? "
Rony mengangguk, terduduk disofa sambil mengikat tali sepatunya. Setelah dua hari dirawat di rumah sakit dan satu hari istirahat rasanya sudah lebih dari cukup. Jikalau ia membolos kerja lebih lama lagi kemungkinan ia bisa didepak dari pekerjaan itu. Tuntutan dunia pekerjaan yang nyata adanya, Rony tak bisa seenaknya meskipun tubuhnya masih dalam kondisi pemulihan.
Salma duduk disisi kanan, memangku piring. Ia menyendokan nasi yang diberi kuah sayur. Setelah Rony diagnosis asam lambungnya kumat, Dokter memerintahkan agar Suaminya makan makanan yang lebih mudah dicerna, lembek. Tapi Rony tak mau bubur, alternatifnya dengan kuah sayur meskipun lelaki itu sempat misuh-misuh karena tak menyukai sayur-sayuran. Katanya tak enak, tak ada rasa.
Salma yang memaksa dengan membujuk apapun yang Rony inginkan, "Aaa...lagi."
Rony membuka mulutnya namun saat melihat sendok itu ia memundurkan wajah, "Nasinya aja. "
"Sayurnya juga ya, sedikit aja. " Salma membujuk lagi.
Rony menunjuk sendok itu, "Turunin itu kebanyakan. " titahnya.
Salma menurut meski sempat menghela napas, mengganti muatan sendok dengan nasi baru dengan sedikit sayur. Sedikit!
Rony menurut setelahnya, sementara Rony sibuk mengikat tali sepatu Salma terus menyuapi. Meski makanan itu tak habis Salma bersyukur karena hari ini lelaki itu makan lebih banyak. Setelahnya Salma memberikan obat, resep Dokter yang katanya harus dihabiskan. Rony menelannya kemudian.
"Padahal sehari lagi libur kerjanya, Mas. " ujar Salma, ia meraba kening Rony dengan punggung tangannya lalu turun keleher. "Tuh, kan. Masih anget badannya. " lanjutnya, khawatir.
"Kalau dingin mati dong, Ca. " guraunya.
Salma berdecak, Rony menanggapi dengan senyum. "Aku udah sehat kok. Lagi pula udah tiga hari aku gak masuk kerja, nanti dipecat gimana? " lanjutnya. "Maaf ya, Ca. Gara-gara aku sakit uang kamu jadi kepake buat biaya rumah sakit. Nanti aku ganti ya? "
Keuangan mereka memang sedang menipis, tanggal gajian Rony masih jauh. Orang tua mereka pun belum mengirimi uang karena setiap bulannya terjadwal. Mengingat biaya hidup di Swiss yang cukup mahal membuat dua hari menginap dirumah sakit cukup menguras kantong. Mereka lebih tepatnya Rony sepakat untuk merahasiakan kejadian kemarin, takut orang tua dirumah khawatir katanya.
Salma mendengus tak suka mendengar ucapan lelakinya, "Ish, kaya sama siapa aja. Yang penting kamu sehat lagi, uang bisa dicari kesehatan gak bisa dibeli."
Rony menatapnya dalam, teduh. Tangannya terangkat mengelus pucuk rambut Salma. "Sabar ya...makasih udah mau nemenin aku berproses. Maaf aku belum bisa cukupin semua kebutuhan kamu dengan gaji pas-pasan aku. " ucap Rony sendu.
Salma menurunkan tangan Rony yang mengusap kepalanya, ia genggam tangan itu. "Mas, udah jadi tugas aku untuk terus dampingin kamu. Ikut kemana pun kamu pergi. Menerima dan berterimakasih atas apa yang kamu beri. Walau sedikit tapi akan terasa nikmat kalau kita bersyukur. Dan aku selalu bersyukur atas apapun yang kamu beri, jangan merasa rendah. Kamu hebat, kamu bertanggung jawab. Aku bangga, bangga bisa jadi makmum kamu. " tutur Salma lembut, tulus.
Rony menghembuskan napasnya pelan, menarik senyum simpul. "Kamu tau? Dibalik Suami yang sukses ada Istri yang hebat dibelakangnya. Doa kamu, senyuman kamu selalu jadi semangat aku setiap harinya. Ca...aku gak akan sanggup jalanin ini semua kalau bukan kamu orangnya. "
"Mas, gunanya berpasangan itu untuk saling melengkapi. Menutup kekurangan masing-masing, meski kadang gak sempurna tapi semuanya berhak dicoba. Kamu punya kekurangan? Aku pun sama. Bersatunya kita untuk menyempurnakan kekurangan itu. " Salma mengangkat genggaman tangannya. Lanjutnya, "Genggaman ini jangan sampai putus ya? Meski kita gak tau kedepannya akan ada goncangan apa, besar atau kecilnya. Dengan genggaman ini semoga rumah kecil kita akan selalu kokoh meski sewaktu-waktu menerima goncangan itu. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Switzerland (END)
Teen Fiction#Karya 4 [Romance Funfiction] Sequel You're SPECIAL ●○●○●○●○ Switzerland is a dream country bagi seorang gadis untuk melanjutkan pendidikannya disana, namun orang tuanya melarang jika ia hanya pergi seorang diri. Jalan pintasnya adalah ia dinikahkan...