Untuk pertama kalinya dalam hidup, Tristan merasakan euphoria yang begitu menggelitik perutnya. Dalam pangkuannya terdapat kehidupan seorang bayi kecil yang tengah tertidur pulas. Jemari besar miliknya menoel hidung kecil itu, gemas sekali dibuatnya.
''Bayi siapa coba ini, gak mirip gue sama sekali. Bayi setan ya...,'' ucapnya terkekeh rendah.
Bayinya, buah hatinya---apa memang benar ini anaknya, ia ingin berteriak kepada dunia. Tolong, ia tidak kuat akan kelucuan yang dimiliki oleh bayinya ini. Tristan bertanya dalam hati, benarkah ia sudah menjadi ayah? Manusia banyak dosa seperti dirinya sangat tidak pantas untuk merawat buntalan daging tanpa dosa ini.
Mulutnya memang berkata demikian, lain lagi dengan hatinya. Tristan adalah contoh manusia yang tidak memiliki sinkronisasi antara hati, otak, dan mulut.
''Gemes sih, tapi bikin mules. Mirip anak monyet,'' ucap Tristan mengejek, ''Biar gak makin mirip anak monyet, gue mandiin deh, kasian juga ntar dikira anak pungut lagi, kan lo anak gue,'' ocehnya seraya melepas kain yang melekat ditubuh si bayi.
Tristan ini adalah papa muda yang masih amatir, anaknya sendiri dibilang bayi setan, anak monyet dan anak pungut. Maklum, ia masih labil untuk status papa.
Tristan mengerjab sesaat merasakan air hangat mengenai bagian bawahnya, ''si anying malah ngompol, mau gak dapet warisan lo?'' Sungut Tristan kesal, ''Gue buang juga lo kerawa-rawa, dimakan buaya baru tau rasa lo.''
Adakah ayah se-sengklek dirinya ini? Meski demikian, ia mencium pipi lembut itu hingga si bayi mungil membuka matanya yang mengerjab polos. ''Akhirnya bangun juga lo, tanggung jawab baju gue jadi bau pesing gegara lo. Dasar anak durhaka,'' kesalnya.
Seperti kebanyakan bayi pada umumnya, Christan menangis. Bibir mungilnya melengkung kebawah dengan mata yang berkaca-kaca. Tristan pun merasa panik, bukannya segera ditenangkan atau memberinya susu menggunakan dot, Tristan malah memprotes.
''Jangan nangis anjir, cengeng banget sih jadi bayi!'' Tristan melototi Christan----si bayi mungil itu. '' Cup cup, diem ya...''
Bukannya menjadi tenang, Christan malah semakin menangis, bahkan suara tangisanya sampai ke lantai satu. Takut terjadi apa-apa dengan sang cucu, Dirandra Ancalapati---Mama Tristan---segera menghampiri kamar Tristan. Sudah ia duga sebelumnya, jika Tristan pasti akan membuat cucu tampannya menangis.
''Tristan!!! Kamu apakan cucu kesayangan mama!?'' Teriak Dirandara dengan membawa sapu. Wanita berkepala empat itu membuka paksa kamar Tristan. ''Tristan, kamu mau mama pukul sama sapu? Cepet buka pintunya!''
Karena suasana yang terlalu ribut dan tidak kondusif, Christan malah semakin menangis dengan kencang, sepertinya ia terlalu tertekan dengan drama dipagi ini.
''Ooooeeeee.....oooooeeeeee!!!'' Tangis Christan, yang mungkin jika ditranslate akan seperti ini, ''Tolong.....aku mau ganti papa!!! Bukan orang gila ini aaaaaa!!!''
-----
Christan Kertarajasa, bayi mungil yang merupakan duplikat Tristan Kertarajasa. Bayi berzodiak leo ini memiliki garis wajah seperti ayahnya. Mata bulat berwarna biru, hidungnya mancung, bibirnya tipis serta pipinya yang chubby. Salah jika Tristan memanggilnya dengan panggilan aneh, secara tak langsung ia juga aneh.
Sejujurnya, pesona bayi mungil ini tidak dapat diragukan lagi, bunga bermekaran dan blink-blink berkilau selalu ada disekitarnya. Itu adalah pelet alami yang dimilikinya tanpa perlu bayar ke dukun, Tristan bahkan sampai heran. Apalagi harum tubuhnya yang begitu sedap untuk dihirup. Pasang berapa susuk ini!?
''Lo anak gue, tapi gak mirip. Gue bapak lo, tapi gue gak terima anjir, lo lebih disayang sama ortu gue! Perebut berkedok cucu ini, halal banget dijadiin manusia kurban,'' oceh Tristan, lagi dan lagi. ''Dagingnya bisa buat barbeque-an, party sih gue.''
''Daging lo juga pastinya lembut banget, kalo gak habis bisa buat tahun depan. Inget hemat pangkal kaya!''
Christan, tertawa kecil seakan menyahut dan memperlihatkan gusinya yang masih ompong. Christan sudah mandi, ia menggunakan baju bayi yang lembut berwarna biru yang selaras dengan matanya. Sarung tangan dan kaki sudah terpasang dengan lucu. Jangan lupa bau bayi yang menguar dalam dirinya.
Tristan pun dibuat ketagihan untuk terus menciumnya.
''Bwaawaabbbaaa,'' oceh Christan, tangan yang berbalut kain itu terangkat ke atas berusaha menggapai Tristan---papanya.
''Mau apa lo!? Jangan bilang lo mau nyolok gue ya!? Wah anak durhaka, gue gigit juga pipi lo. muah muah mauh,'' Tristan mencium pipi lembut itu dengan brutal sampai kemerahan. ''Rasain lo, mmmmuuuaahhh!!!'' Jurus terakhir Tristan mendarat.
Ia mengkokop atau bisa dibilang menyedot dengan brutal pipi anaknya. Ini sih sudah termasuk kekerasan, Tristan sangat tidak ramah bintang nol.
''hungg,'' mata bulat itu berkaca-kaca untuk kesekian-kalinya oleh Tristan. Si pelaku malah tersenyum bangga, tidak kah ia ingat bahwa anaknya ini memiliki pawang? Dasarnya Tristan adalah manusia bebal dengan otak yang dangkal.
''Syukurin lo, salah siapa nakal sama bapak sendiri. Nyebelin sih lo punya muka!'' Kan, makin melantur si Tristan.
''Tristan!!! Jangan kamu buat nangis cucu papa, kalau gak mau ngerawat jangan buat anak,'' Si kepala keluarga Kertarajasa akhirnya angkat suara. Ia Abirama Kertarajasa.
''Tapi papa suka'kan hasilnya!? Gini-gini Tristan jago loh buat bibit unggul, gak kaya papa,'' sahut Tristan, seraya mengendong bayi mungil itu mendekat ke arah Abirama.
''Bener, maka dari itu papa kesel saat kamu lahir, kenapa anak sengklek kaya kamu yang lahir!?'' Balas Abirama yang sangat menohok relung ginjal Tristan. ''Dasar titisan setan.''
''Pa....'' Tristan menggeleng dengan dramatis, cukup terluka ia mendengarnya. ''Berarti papa itu setannya, setan yang udah bawa Tristan lahir, gak nyangka ternyata selama ini...''
Jika sudah begini, sangat terlihat dari mana mulut pedas Tristan berasal, memang buah jatuh tak jauh dari pohonya.
''Ululu, cucu gantengnya kakek, jangan dengerin papa kamu ya, lucu gini kok punya modelan papa kaya gitu. Jangan nangis yah, nanti bisa kok Chris ganti papa,'' ucap Abirama sembari menimang-nimang Christan.
Tristan yang kembali disindir hanya mendengus, dirinya ini memang selalu dipojokan oleh orang dirumah, apakah tidak ada rasa kasihan? Muak dia. ''Pa, Tristan titip anak Tristan, jangan buat nangis loh pa, nanti Tristan aduin ke mama,'' ucap Tristan.
Sebelah alis milik Abirama terangkat, ''Mau kemana kamu, Tris?'' Tanyanya.
''Yang udah tua gak boleh tau urusan anak muda, ngiri nanti,'' jawab Tristan melenggang pergi.
''Anak setan,'' gumam Abirama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Cup Cake
RandomTristan Kertarajasa, seorang papa muda yang mengasuh bayi kecilnya sendirian. Hari hari Tristan tak pernah lepas dari si kecil. Serangkaian momen senantiasa tercipta atas interaksi mereka berdua. Bak duplikat yang berbeda generasi, keduanya saling...