3. Keponakan Gemoy

20 2 0
                                    

"Bapak lo mana yi, bayi," ucap Galuh Jagadita, cowok humoris yang memilki lesung pipi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Bapak lo mana yi, bayi," ucap Galuh Jagadita, cowok humoris yang memilki lesung pipi. Bisa dibayangkan betapa manisnya ketika ia tersenyum. Akan tetapi ia sedikit sengklek.

"Bwa bwaaa," jawab Christan dengan riang, air liurnya bahkan keluar memenuhi area pipi. Bayi kecil itu terlihat sangat imut. Menjadi sebuah candu bagi mereka untuk terus melihatnya.

Cup

Tak tahan dengan kegemasan Christan, Galuh mencium pipi Christan yang seperti mochi. "Gemas overload, muah," komentar Galuh. Ia tidak ada bedanya dengan Tristan jika sudah melihat pipi menggemaskan itu.

"Awas! Degem gue bau jigong lo nih," ucap Naresh Gandawasa, si cowok soft yang tersesat karena berteman dengan Tristan dan Galuh.

Naresh mengusap pipi Christan dengan lembut, kemudian menggendong Christan kedalam pelukannya. Menatap manik biru Christan, ia berucap dengan nada rendah. "Jangan lucu-lucu, dek. Nanti diculik om-om emang mau hm?"

Christan menatap bingung Naresh, bibirnya yang semerah cherry terbuka memperlihatkan gusinya yang ompong. Alisnya bertaut seakan menunjukan bahwa ia tengah berfikir keras, guna mencerna maksud dari perkataan Naresh.

"Lucu banget kamu dek, ini beneran diculik om om ini," ucap Naresh, ia menggesek-gesekkan pucuk hidung miliknya di kening Christan yang dibalas senyum khas bayi.

"Iya lo om-omnya, Resh!" Ucap Tristan yang entah datang dari mana. Galuh memeletkan lidahnya kearah Naresh. "Lo juga, Galundeng!"

Tristan menatap keduanya sinis, sampai arah matanya menangkap keberadaan Christan yang berada dalam gendongan Naresh. "Ngapain lo gendong anak gue, hah!?"

Tristan mengambil alih Christan, ia memeriksa setiap inci tubuh anaknya takut ada yang terluka. Seakan mengetahui jika didepannya adalah ayahnya, Christan memanggil dengan bahasa bayi. 

"Baba baba," Manik biru jernih itu berseri-seri membuat pandangan Tristan mengabur sesaat karena silau. Lebay memang. 

"Anjing, imut banget bayi gue!" Sebisa mungkin Tristan menahan kedutan dikedua sudut bibirnya, demi apapun ia benar-benar sudah dimabukan oleh pesona Christan. Naresh dan Galuh yang telah mengetahui segala hal Tentang Tristan hanya dapat terkekeh.

Baik Naresh maupun Galuh, keduanya adalah sahabat Tristan semenjak mereka kecil. Hal sekecil apapun sudah mereka ketahui tanpa ada yang ditutupi. Mereka mandi bersama, tidur bersama, main bersama pun sudah pernah meraka lakukan.

"Adek, kamu sial deh dapet papa yang gengsinya setinggi langit. Nanti kalo udah gak betah sama papa kamu, mending kamu sama Appa Esh aja ya dek," ucap Naresh tersenyum manis yang mendapat delikan tajam dari Tristan.

"Maksud lo apa, bangke!"Ucap Tristan meninggikan suaranya sampai membuat Bayi mungil yang berada dalam dekapannya tersentak dan berkaca-kaca.

Bayi memang sesensitif itu.

"Kalau gak boleh, mending jangan buat bayi gue nangis deh, Tris," ucap Galuh memanas-manasi. Sedikit kesal rasanya melihat Tristan masih tetap mempertahankan gengsinya yang setinggi langit ke-7.

Hanya seutas senyum apa susahnya coba?

"Dianya aja yang cengeng, siapa yang ngajarin dia nangis coba?" Tristan berkilah dan menuduh anaknya, betapa kurangnya pengetahuan yang Tristan miliki ini.

"Lo kira adek gak sensitif apa? Apa yang lo harapin dari bayi yang baru umur 3 minggu? Nyangkul gitu, otak lo tuh yang harus dibenerin. Dasar gak waras!" Ucap Naresh menyentil ulu hati Tristan. Cowok yang dikenal soft itu sebenarnya memiliki mulut yang pedas seperti cabai habanero.

Mungkin ini akibat bergaul dengan Tristan.

"Kalian kenapa sih, buat anak sendiri lah, jangan ambil punya gue! Susah tau gue buatnya!" Jawab Tristan.

"Susah gimana, orang lo tinggal nyoblos doang kok susah, yang ada malah enak. Ncus ncus kan?" Ucap Galuh mengerlingkan matanya nakal.

Naresh menggeplak kepala Galuh dengan keras. "Heh, omongan lo bisa ditahan gak? Nanti adek denger, lo mau tanggung jawab kalau otak sucinya nanti tercemar gara-gara lo?" Ucap Naresh memperingati.

''Sok tau lo, Resh. Dia bapaknya aja gak tau, padahal udah punya buntut,'' ucap Galuh sekaligus menyindir Tristan.

''Gini-gini gue sering nonton parenting di ViTube ya. Jangankan parenting, primbon aja gue tonton karena gabut,'' jelas Naresh jujur yang mendapat tatapan tak percaya dari Galuh. Naresh benar-benar mulai menanamkan investasi sedari muda termasuk hal yang menurutnya tak berguna seperti primbon.

''Lo mau jadi dukun ya, Resh?" Tanya Galuh menggeleng tak percaya. ''Dukun beranak gitu misalnya.''

''Harga diri gue! Sia-sia gue sekolah tingi-tinggi ngambil jurusan kedokteran malah jadi dukun, mati aja deh lo. Aissh Shibal!" Naresh misuh-misuh tak jelas . Over greget dia tuh, bisa-bisanya ia berteman dengan Galuh, yang sepertinya memang mempunyai otak dangkal lantaran terletak dikaki.

Sabar Naresh, gak boleh gitu. Nanti eomma marah, gak dapet uang jajan.

-----

Kini Tristan bersama putra kecilnya tengah berada ditaman rumah miliknya---meninggalkan teman tak beradap yang ada dikamarnya. Taman yang memiliki luas 1500 m² ini ditumbuhi oleh bunga-bunga cantik yang terawat. Tak lupa juga ada jembatan mini yang dibangun diatas kolam ikan yang diujungnya terdapat sebuah rumah kaca.

Meskipun Tristan adalah seorang lelaki, tak dipungkiri ia juga menyukai taman kecil dirumahnya ini. Hanya saja ia sedikit sebal dengan lebah yang terbang kesana-kemari bahkan seringkali menyengat dirinya dengan jarumnya yang tajam.

Sakit sih tidak, hanya saja ia merasa pegal dan sedikit bengkak pada area yang tersengat. Duh, ngilu.

''Gue punya kolam ikan, kalau lo nakal, siap-siap aja bakal gue ceburin lo kesini biar dimakan sekalian sama ikan-ikan punya papa,'' ucap Tristan dengan smirk khasnya.

Papa muda yang berstatus mahasiswa itu kian hari kian sengklek otaknya. Padahal bayi berparas imut dan tampan digendongannya ini adalah anak kandungnya.

Aja aja ada.

"Auuuu, bwaaa  bwaa auu nyamm," oceh Christan seakan membantah pernyataan main main Tristan. Air liurnya bahkan muncrat keluar mengenai wajah Tristan.

Anehnya, Tristan malah terkekeh melihat anaknya protes. Air liur yang ada diwajahnya tidak ia hiraukan, yang ada ia ketagihan dengan harum air liurnya yang sangat-sangat khas bayi.

Ini yang namanya masih suci? Bayi yang belum terjamah oleh dosa-dosa?

"Wangi banget lo, bikin nagih! Amm!" Tristan tanpa aba aba, menggigit pipi kemerahan Christan. Tak akan ia hiraukan jika anaknya menangis untuk kesekian kalinya.

Melihat putranya berkaca-kaca, Tristan malah tertawa bahagia. "Nangis aja gak usah sok kuat, tulang karet gini udah pasti cengeng. Nanti tetep dibuang ke kolam kok, hehe."

Papa ed*n!


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Little Cup CakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang