Bbbb
Sebagai anak bungsu, Tristan selalu merasa dikekang dalam keluarganya. Ia kan ingin bebas seperti kedua kakaknya, pemberontakan yang selama ini ia lakukan adalah semata-mata untuk meluapkan segala emosi yang tersimpan.
Namun bukan berarti, kelahiran Christan adalah kesalahan satu malam dengan perempuan yang dikenal maupun tidak oleh Tristan. Kelahiran Christan adalah harapan besar bagi Tristan yang merupakan anak bungsu. Dalam artian, Christan menjadi tumbal untuk bebasnya Tristan.
Katakanlah ia jahat kepada darah dagingnya sendiri, tapi memang benarkan jika si cucu lahir maka semua perhatian akan selalu terpusat padanya. Itu adalah keuntungan yang ia dapatkan. Akan tetapi, sepertinya Christan membawa pengaruh yang sedikit demi sedikit mengubah karakter keras yang dimiliki Tristan.
Itulah mengapa ia sekarang berada disini, menemui si dokter anak untuk berkonsultasi secara pribadi.
''Bayi nangis wajar gak dok?'' Tanya Tristan dengan polos. Papa muda yang satu ini memang tidak tahu menahu tentang seorang bayi.
Dokter anak itu tersenyum, perempuan manis yang biasa dipanggil dr. Ashanka ini memaklumi ketidaktahuan Tristan. ''Bayi menangis itu wajar, karena dengan menangis bayi dapat mengungkapkan perasaanya. Seperti merasa tidak nyaman, lapar, dan mengantuk. Akan aneh jika seorang bayi tidak menangis, dan kita tidak tau apa yang diinginkan si bayi,'' jelas dr. Ashanka.
''Tapi dok, bayinya gak mau diem, malah nangis kejer,'' ucap Tristan lagi. ''Padahalkan gue cuma nyium pipinya, muah muah gitu dok.''
Si dokter hanya dapat menggigit pipi bagian dalamnya, ''Tidak salah jika bayi menangis karena dicium dengan brutal seperti itu. Bukan bayinya yang harus mendapat parenting, tapi kamu sebagai ayahnya yang lebih membutuhkan,'' ucap jujur dr. Ashanka.
Bagaimana ya, Tristan belum cocok menjadi seorang ayah. Selain usia yang terlalu muda, Tristan pun belum dewasa tapi sudah memiliki anak. Ini sih yang dinamakan, bocil punya bayi.
''Saya belum punya anak dok, jangan sok tau dok,'' dusta Tristan memalingkan wajah.
''Saya lebih percaya kalo satu tambah satu itu tiga,'' balas dr. Ashanka. Ia dapat melihat ada bulir keringat sebesar biji jagung dikening Tristan, ia tahu Tristan berbohong yang terlihat jelas dari reaksinya.
''Dokter kok bodoh,'' ucap Tristan menyindir.
''Gengsi kok dipertahanin, tidak laki sekali kamu,'' balas si dokter tidak mau mengalah.
-----
Kini Tristan berada di cafe ditemani dengan secangkir jus alpukat, Tristan tak memesan kopi karena ia memiliki magh akut. Kopi memang minuman yang sangat ia hindari, begitu juga dengan mie instan. Paling tidak ia memakan sepiring mie dalam satu bulan, itupun jika ia ingin.
Ia masih sayang dengan tubuhnya.
''Bayi gue emang imut sih,'' gumam Tristan seraya melihat wajah Christan dari layar handphonenya. Ternyata Tristan diam diam mengambil foto saat si bayi mungil itu tertidur.
Puas melihat wajah anaknya, Tristan mengedarkan pandangannya ke jendela kaca yang ada didekatnya. Banyak sekali yang berlalu lalang, mau itu orang ataupun kendaraan, hiruk pikuk kota seringkali membuat Tristan pening.
Tanpa sengaja, matanya menangkap pemandangan dimana anak kecil berusia 5-6 tahun membawa mainan ditangan, anak kecil itu berjalan bersama ayahnya. Tristan membayangkan jika itu dirinya dan anaknya beberapa tahun kedepan.
Apakah menyenangkan jika bermain bersama?
''Bayi gue masih piyik, kalau belanja bareng yang ada dia diculik,'' batin Tristan. Ia membayangkan jika anaknya membawa barang belanjaan yang dibeli, lalu ada penculik yang membawa kabur anaknya beserta belanjaanya.
Penculiknya akan untung besar. Meminta uang tebusan, menjual kembali barang belanjaan ataupun mendapat babu seperti Christan kalau saja tidak ditebus.
''Kalau gitu, christan harus gue ajarin ilmu beladiri, biar gak nyusahin gue.'' Tristan mengangguk, menyetujui pemikirannya. Benar, Christan harus bisa menjaga dirinya tanpa perlu bergantung pada orang lain nantinya.
Ia juga akan mengajarkan anaknya untuk bersikap mandiri, tapi sebelum itu ia harus belajar bagaimana cara merawat anak. Maka dengan pemikiran itulah, Tristan mulai mencari diinternet mengenai kursus ibu dan anak, ia perlu belajar ilmu parenting.
Dengan tekad yang sudah bulat namun sedikit gengsi ini, Tristan keluar dari cafe, pergi ketempat kursus yang dirasa cocok setelah beberapa saat mencari dinternet. Ia akan menyembunyikan hal ini dari orang tuanya, tak apa.
Dapat ia lihat ditempat kursus ini begitu banyak ibu-ibu yang sepertinya sedang melakukan sesuatu. Diinternet tertulis jika tempat ini memang mengajarkan begitu banyak hal. Seperti olahraga yang baik untuk wanita hamil, merawat anak dengan benar mulai dari kapan saatnya anak untuk mpasi dan lain sebagainya.
Bahkan Tristan sampai pusing membacanya, tak ada satupun yang masuk dikepalanya.
''Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk kursus disini, bu?'' Tanya Tristan dengan sopan. Bagaimanapun wanita didepannya ini lebih tua, sekitar 4-7 tahun diatas umur ibu Tristan.
''Ada beberapa paket yang tersedia, tapi kebanyakan mereka memilih paket c4, yang materi didapat hanyalah ilmu parenting bagaimana caranya merawat anak secara fisik, biayanya pun tergolong murah sekitar Rp 2.500.000 selama satu bulan. '' jawab Madam Ros.
''Kami juga memberikan harga khusus untuk ayah yang ingin belajar, hanya Rp 2.000.000,'' lanjutnya.
Tristan mengangguk, bukan masalah baginya mengeluarkan banyak biaya. ''Saya akan memilih paket lengkap khusus untuk ayah, jadi bisa dimulai kapan kursusnya?''
Ini adalah awal yang baru bagi Tristan, ia akan melakukannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang lain. Tak bisa dibayangkan jika ada yang tahu, mau diletakan dimana wajahnya nanti?
''Menyebalkan,'' batin Tristan tak dapat menahan rasa kesal yang bergejolak, pasti nanti ia akan diolok-olok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Cup Cake
RandomTristan Kertarajasa, seorang papa muda yang mengasuh bayi kecilnya sendirian. Hari hari Tristan tak pernah lepas dari si kecil. Serangkaian momen senantiasa tercipta atas interaksi mereka berdua. Bak duplikat yang berbeda generasi, keduanya saling...