04

581 72 13
                                    

"Flo ...?"

Adel menemukan Flora sedang terdiam lesu di tempat yang cukup sepi, yaitu taman belakang sekolah. Terhitung tiga kali sejak Adel memanggilkan nama Flora, tetapi gadis mungil itu tak kunjung juga tersadar dari lamunannya.

"Hey, Flo!" seketika Flora mengerjap kaget ketika suara Adel menyapa indra pendengarannya. Segera ia menghapus jejak air mata yang tertera di kedua pipinya, kemudian menatap Adel dengan penuh tanda tanya.

"Lo ngapain di sini sendirian? Bentar lagi bel masuk, gue anter ke kelas." Adel hendak menarik lengan Flora, namun secepatnya Flora menghindar. "Gue lagi pengen sendiri, duluan aja."

"Gak."

"Kenapa?"

"Gue temenin lo di sini."

Awalnya, Flora ingin mengutarakan penolakannya terhadap Adel, tapi ia tahu jika gadis itu sangatlah keras kepala, sudah dipastukan bahwa penolakannya pun tidak akan digubris.

"Terserah."

Kata tersebut mengakhiri pembicaraan keduanya. Mereka berdua saling bergulat dengan pikirannya masing-masing, tanpa memperdulikan siswa-siswi yang semakin lama semakin tak tampak wujudnya. Dan kini, di taman ini, cukup mereka berdualah yang seolah menguasainya. Akan tetapi, sama sekali tak terdengar satupun kata yang berhasil ke luar dari mulut Adel maupun Flora. Masih saja keduanya memilih untuk membungkam mulut.

Selang beberapa saat, suara isakan kecil mulai mengalihkan atensi Adel. Ia menyadari sesuatu, bahwasanya Flora tengah berusaha menahan tangisnya. Dan Adel tahu, gadis mungil di sampingnya ini gagal menyembunyikan kesedihannya. Hal ini disebabkan karena Adel yang senantiasa memiliki rasa peka terhadap orang di sekitarnya.

"Nangis aja, gak papa," ucap Adel lembut. Lantas ia tolehkan kepala Flora secara halus hingga benar-benar menatap kedua matanya. Sepersekian detik Flora masih mematung, namun berikutnya ia menunduk menghindari tatapan dalam dari Adel.

"Gue bilang nangis aja, Flora. Lo gak bisa pura-pura di depan gue." imbuh Adel menegaskan. Dan akhirnya, tangisan Flora pun pecah. Gadis mungil itu menangis tersedu-sedu, tanpa memikirkan murid lain yang mengamatinya dari jauh.

Adel sigap memasukkan Flora ke dalam dekapan hangatnya, mengusap punggung rapuh itu berulang-ulang. Pula, ia merasa bersalah sebab telah melontarkan kalimat yang kurang mengenakkan kepada Flora. Ditambah dengan masalah ini, pasti membuat Flora semakin merasa frustasi. Rasanya Adel ingin mengulang kejadian kemarin dan sedikit menaikkan tingkat kesabarannya hingga tak berujung menyakiti perasaan Flora.

Namun apalah daya, bagaikan nasi yang telah menjadi bubur, sesuatu yang sudah berlangsung mustahil terulang kembali.

"Maafin gue, ya, soal kemarin. Gue gak bisa tahan emosi, gue udah keterlaluan. Gue harap lo gak benci sama gue, Flo." tutur Adel tulus. Flora menggeleng, "enggak. Justru gue yang ... takut ... lo benci ... sama gue ..." balasnya sambil terisak.

Adel terkekeh miris, terlihat menggemaskan sekaligus menyayat hati. Kejadian kemarin ternyata betul-betul mengganggu pikiran Flora, dan tanpa disadari keduanya memiliki pikiran yang sejalan. Rasa takut akan kebencian tertulis jelas di benak masing-masing. Itu semua terwujud karena mereka yang mulai saling mencintai.

"Cinta mustahil bisa jadi benci, Flo. Sekalipun gue benci, gue bakal mulai jatuh cinta lagi kalau semisal lo balas perasaan gue." timpal Adel sambil merapikan rambut Flora yang acak-acakan. Sementara Flora hanya diam, larut dalam perkataan Adel barusan.

Rasa denialnya seolah mendorong Flora untuk mundur dan menjauhi kemungkinan bahwa dirinya telah mencintai Adel. Namun, terkadang Flora merasa sebaliknya, bila ia benar-benar sudah dilanda perasaan yang teramat kepada teman masa kecilnya itu. Yang membuatnya menimbang-nimbang kembali apakah seharusnya ia membalas perasaan Adel secepatnya? Ataukah membiarkan fakta yang menjawab dan berhenti menyangkal pikiran yang di luar rasa denialnya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BelovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang