TWO

60 7 0
                                    

At another place

"Kenapa bang tiba-tiba ngajak minum di bar." Tanya pria yang lebih muda yang bingung dan risih dengan dentuman musik bar yang sangat kencang.

"Saya dijodohkan ben." Ucap pria yang lebih dewasa dengan nada frustasi.

"Bukannya uda pacaran ya bang sama kak isabelle." Tanya Benedicto dengan nada penasaran.

"Iya mama dan papa tidak setuju dengan isa tidak tahu mengapa." Cercanya lalu meneguk wine nya.

"Jadi bang sam tolak?." Tanya Benedicto lagi.

"Tante mu mengancam akan mengakhiri hidupnya. Saya frustasi ben jadi saya menyetujuinya."

"Gapapa bang mungkin itu pilihan terbaik om sama tante, jangan sedih belarut ya bang." Ucap sang adik yang menyemangati kakak laki-lakinya.

"Terima kasih ya ben, sudah mau mendengarkan cerita saya. Walaupun saya mempunyai adik tapi tidak tahu mengapa kamu sudah seperti adik saya kandung." Ucap Sammanuel  tersenyum.

"Gapapa bang, kalau bukan karena om sama tante aku mungkin ga bisa punya fasilitas yang bagus dan pendidikan bagus serta pekerjaan yang bagus."

"Kita kan saudara wajar saling membantu, papa saya bercerita ketika perusahaan kakek saya bangkrut kakek kamu memberikan bantuan 100% ke kakek saya. Jadi kamu juga sudah dianggap anak oleh papa dan mama saya." Ucap Sammauel yang menyemangati Benedicto.

"Makasi ya bang, btw abang punya ga foto sama wanita yang akan dijodohkan sama mu?" Tanya Benedicto yang penasaran.

"Ini dia ben, memang cantik tapi saya takut kalau dia juga mengalami hal yang sama dengan saya yaitu frustasi." Ucap Sammanuel sembari menunjukan foto wanita.

Benedicto hanya bisa diam tak bisa berkata-kata foto yang ditunjukan oleh sepupunya ialah foto wanita yang baru saja ia ajak berkencan dan wanita yang paling ia cintai.

"Kenapa ben?" Tanya Sammanuel

"Gapapa bang, kita pulang yuk. Aku antar ya bang. Dirimu ga bawa kendaraan kan?." Ucap Benedicto yang menahan air mata di lampu yang remang-remang tersebut.

"Iya terima kasih ben."

Sesampainya di rumah Sammanuel, Benedicto memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah yang mewah itu. Kedua pria itu berjalan masuk ke dalam rumah. Kedua orang tua Sammanuel menyambut kedatangan mereka berdua.

"Benee, how are you?" Tanya seorang pria paruh baya pada Benedicto.

"I'm great om."

"Don't call me om ya ben, kamu sudah saya anggap seperti anak sendiri. Panggil papi juga seperti sam."

"Iya papi."

"Ben kebetulan kamu datang, mami kamu udah buat makanan kesukaan kamu loh." Ucapnya sambil menepuk punggung Benedicto.

"Jadi saya tidak anak mami papi? Kok tidak ditanyain?" Kini Sammanuel memasang wajah cemberutnya.

"Sam, kamu itu tiap hari mami lihat. Putra mami satu ini jarang datang jadi harus di sambut dong." Ucap Maminya Sam lalu memegang tangan Benedicto menuju dapur.

"Iya ndoro ratu."

Keluarga Sammanuel termaksuk keluarga harmonis, mereka menganggap Benedicto seperti anak mereka sendiri. Maminya Sam sempat menawarkan pada Benedicto buat tinggal di kediaman keluarga mereka tetapi Benedicto menolak dikarenakan semenjak ibunya meninggal dia hanya ingin hidup sendiri di apartemen miliknya.

"Oh ya sam, kamu pasti uda tau kan kalau abang mu mau dijodohkan." Ucap Papanya Sam sehingga membuat Benedicto tersedak.

"Uhukk.."

"Pelan-pelan Ben, Mami khawatir jadinya. Kamu gapapa kan?."

"Gapapa Mam, iyaa pi Ben uda tahu. Tadi bang Sam cerita."

"Gimana cantik ga pilihan papi sama mami? Perempuan itu bentar lagi lulus kuliah dia juga anak sahabat papi loh." Kata Papi Sam padanya.

"Iya pi cantik dia." Jawab Benedicto singkat padahal di hatinya sangat teriris.

"Tidak seperti pacarnya Sam, dia hanya wanita miskin." Kini sang Mami yang berbicara untuk menyindir putranya.

"Mam stop ngatain Isabelle, kalau bukan karena mami mengancam ingin mengakhiri hidup saya juga tidak mau menerima perjodohan ini." Amarah Sammanuel yang memuncak sehingga membuat dirinya memukul meja.

"SAM, HOW DARE YOU???." Teriak sang ayah.

"SAYA TIDAK SUKA MAMI MENJELEKAM ISA." Tegas Sam.

"KENAPA?? MEMANG DIA ORANG MISKIN."

"MAMI!!." Sam yang berada di pumcak emosi, tudak sengaja melempar satu buah gelas.

"Samm?? Kamu begini? Yasudah tidak usah menikah." Ucap sang ibu yang hatinya teiris melihat anaknya sangat membela perempuan lain.

Maminya Sam meninggalkan ruang makan lalu bergegas ke kamar. Bene yang melihat apa yang terjadi langsung mengejar wanita paruh baya itu. Wanita itu menangis, tak menyangka bahwa putra kesayangannya membentak dirinya. Ia duduk di tepi kasur. Bene langsung menghampiri wanita yang sudah ia anggap seperti ibu sendiri.

"Mam, udah ya jangan nangis lagi." Ucap Bene lalu memeluk wanita 'itu'.

"Mami ga nyangka abang mu begitu."

"Mungkin bang Sam masih sayang sama kak Isa mam. Terus dia nyari cara buat putus baik-baik."

"25 tahun aku mengenalnya baru kali ini dia membentak ku."

"Udah ya mam, nanti aku bujuk bang Sam buat setuju untuk perjodohan ini."

"Janji ya??"

"Janji mam, tapi  mami jangan nangis lagi ya."

"Aku beruntung punya putra seperti mu ben."

"Aku juga mam, beruntung bisa mempunyai orang tua baik seperti kalian."

"Oh ya Ben, nanti mami cari perempuan yang seperti winnie calon istri abang mu."

"Iya mam iya." Hati Bene sangat sakit mendengar perkataan maminya. Ia harus mengikhlaskan wanita yang sangat ia cintai untuk  abangnya.

Di kamar Sammanuel sangat frustasi, ia merasa bersalah karena membentak maminya. Ia membaringkan tubuhnya di kasur king size miliknya. Bene yang melihat itu mengetuk pintu kamar abang nya lalu duduk di tepi ranjang. Sam yang sadar pun langsung duduk di sebelah adiknya.

"Gimana ben, mami masih menangis?."

"Kamu melukai hati seorang ibu bang."

"Ben saya tidak bermaksud, saya hanya tidak mau mami menjelekan Isa."

"Segitu cintanya ya sama Isa bang?."

"Sangat ben."

"Ikhlasin ya bang, belajar mencintai winnie ya demi mami. Winnie orang nya baik cantik hatinya pun seperti malaikat."

"Darimana kamu tahu ben?"

"Ehh...hmm dari wajahnya bang."

"Ben aku juga berpikir semoga winnie tidak bernasib sama dengan ku yang harus mengikhlaskan orang yang aku cintai."

"Iya bang."







TBC

EN

CLOSER (WENHO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang