"Boss, Mr. Shale sudah tiba."
Balin memberitahu dengan pelan."Amankan yang perlu."
Agam menjawab singkat.Balin mengangguk, kemudian pergi keluar ruangan bersamaan dengan masuknya Mr. Shale dan antek-anteknya.
Agam bangun, mereka berjabat tangan.
Kemudian Agam berkata dengan pelan,
"I want just two uf us here, if you don't mind Mr. Shale."Mr. Shale yang mendengarnya, melirik antek-anteknya yang langsung mengerti dan berjalan keluar ruangan.
"Please, sit."
Agam mempersilahkan.Setelah duduk, Mr. Shale mencoba berbasa-basi.
"Bagaimana kehidupan pernikahanmu Mr. Kendrick?""Kita baik."
Agam menjawab singkat."Hah... Kalau kau bosan pasanganmu tidak terlalu memuaskan, datanglah ke tempatku. Di sana, kau bisa menemukan banyak hal."
Mr. Shale berbicara omong kosong lagi."Mr. Shale, aku sedang tidak ingin berbasa-basi sekarang."
Agam memperingati dengan serius.Mr. Shale hanya menanggapi dengan kekehan.
"Aku ingin menyalurkannya sampai ke Torun. Kau mengenal beberapa nama?"
Agam bertanya dengan pelan sambil menghisap rokok di jarinya."Torun? Itu berbahaya. Kau tau kota itu sudah di klaim oleh beberapa nama besar. Aku tidak ingin mengambil resiko."
Mr. Shale berbicara dengan gestur menolak dan takut yang kentara."Aku ingin nama dan kau siapkan jalurnya." Agam berbicara santai, menghembuskan asap rokoknya ke atas.
"Ya. Aku mengerti Mr. Kendrick, namun itu terlalu berbahaya. Kau tau itu daerah kekuasaan dari orang-orang Timur, jika kita mencoba untuk menyalurkan ke sana mereka tidak akan senang."
Agam mengangkat pandangannya dan menatap diam Mr. Shale di depannya.
"Oke, akan aku siapkan jalurnya."
Mr. Shale mengangkat tangan tanda menyerah. Dia memang punya kekuasaan, tapi Agam Kendrick ini terlalu menakutkan. Menghela napas, "Tapi jangan libatkan aku jika terjadi sesuatu. Aku punya banyak istri. Aku tidak ingin kehilangan semuanya."Agam mengangguk pelan, "Aku tunggu kabarnya besok, Mr. Shale."
Mr. Shale menghela napas sekali lagi, Agam Kendrick selalu tidak takut pada apapun, seperti memiliki keyakinan ke manapun dia pergi semua orang berlutut untuknya. Mr. Shale bangun dan pergi keluar.
Setelah perginya Mr. Shale, Balin masuk.Agam menghela napas lelah, "Belum ada kabar?"
Pria itu meneguk segelas whiskey di tangannya dengan gusar."Belum Boss. Tuan Muda belum menelpon."
Balin berbicara dengan kepala tertunduk."Aku yang akan menjemputnya."
Agam frustasi sekarang. Dia bisa mati merindu kalau begini.Balin ingin berbicara sesuatu, karena ini sudah malam. Dia ingin bossnya itu beristirahat dan pergi esoknya, namun melihat kegusaran bossnya, Balin menutup mulut rapat-rapat.
1 minggu sudah berlalu sejak mereka saling menjauhkan diri. Ansel bahkan tidak pernah menelpon Balin untuk meminta jemputan. Atau mengirim pesan kepada Balin menanyakan kabar Agam seperti waktu itu saat dia pergi bekerja.
Pemuda itu benar-benar ingin menjauhinya. Agam pikir dengan Ansel yang pulang ke rumah orangtuanya, pemuda itu akan merasa lebih baik dan mereka berbicara kembali dengan baik pula setelah dia pulang. Dia takut menyakiti Ansel lebih dalam. Tapi Ansel belum pulang juga sampai saat ini! Semakin lama, dirinya yang semakin tersiksa. Jadi Agam memutuskan untuk datang sendiri menjemput pulang pemuda itu. Ya. Agam menyerah.