41. Kecewa

28 5 6
                                        

Setelah selesai berunding di ruangan C-305, mereka sepakat untuk merubah ekskul psikiter menjadi kelompok relawan. Kini hanya waktu yang menentukan keberlangsungan perkumpulan mereka.

Di perjalanan pulang yang membosankan, sebuah mobil hitam terparkir di pinggir trotoar depan gerbang sekolah. Niko yang baru keluar dari gerbang, terus menyoroti mobil hitam itu dengan kagum, seraya berdoa suatu waktu bakal memilikinya.

Civic hitam, mobil yang sedari tadi dia lirik. Dari dalam mobil, keluarlah seseorang yang membuat Niko terheran-heran bahkan sampai tak percaya. Bu Rita, dia pemilik mobil itu.

"Dheiman!" Panggil Bu Rita dari seberang jalan.

Dengan senyuman yang bercampur heran, Niko mempercepat langkahnya melewati jalanan kosong sampai ke depan mobil. "Wow! Ini mobil ibu?"

"Memangnya mobil siapa lagi?!" Bu Rita tersenyum sinis dan merayunya. "Mau coba nyetir?"

"Boleh, kalau ibu yang tanggung surat tilangnya,"

Bu Rita terkekeh. "Hahaha! Kau ada-ada aja!" Dia menatap Niko dengan wajah ramah, lalu menyuruhnya masuk. "Ayo, ikut ibu."

"Kemana?"

"Sudah ikut aja!"

"Mencurigakan!" Niko pun masuk ke mobil itu dan duduk di sebelah kursi pengemudi. Setelah Bu Rita masuk, dia bertanya lagi soal tujuan kemana mereka akan pergi. "Ngomong-ngomong, kita mau kemana?"

"Kemana aja," Bu Rita tersenyum kecil seraya memasang sabuk pengaman. "Pasang sabukmu, bisa-bisa kena tilang nanti!"

"Siap!"

Setelah memacu mobilnya cukup kencang, melintasi jalanan kota yang sunyi, mereka pun tiba di alun-alun kota. Alun-alun ramai dikunjungi warga dan turis, namun suasana santai dan pemandangan kota yang indah membuat tempat ini menjadi tempat yang sempurna untuk berbicara.

Bu Rita dan Niko duduk di bangku taman yang menghadap ke pusat kota. Pohon-pohon rindang memberikan kesan teduh di sekitar mereka, dan suasana kota yang riuh rendah terdengar dari kejauhan.

"Bu Rita, ada yang mau kutanyakan!"

Bu Rita melirik Niko yang memasang eskpresi kebingungan. "Tanyakan aja,"

"Soal perubahan ekskul menjadi kelompok relawan," Niko meneguk ludahnya dan menambahkan. "Sepertinya, ibu punya maksud lain 'kan?"

"Kalau aku bilang 'iya' memangnya kenapa?" Tanya Bu Rita balik.

"Ya-Yah.. gak apa-apa, sih. Cuma nanya."

"Jujur saja, ibu berusaha menyelamatkan ekskul kalian dari pembubaran." Beber Bu Rita membuat Niko makin kebingungan.

"Ke-Kenapa?"

"Singkatnya, peran menjadi kelompok relawan lebih cocok untuk kalian, yang belakangan ini sering membantu orang dan pihak sekolah." Bu Rita bersandar, mengeluarkan sebungkus rokok dari saku jas-nya. "Lagi pula, salah satu teman kalian sedang dipertimbangkan untuk direkrut sebagai anggota OSIS. Jadi, membuat kalian bekerja dibawa kendali OSIS dirasa cukup tepat."

Niko mengernyitkan dahinya, menduga-duga siapa temannya yang bakal direkrut OSIS. "Mira?"

"Cerdas!" Puji Bu Rita setelah Niko bisa menebaknya.

Ketika Niko mendengar kabar bahwa Mira sedang dipertimbangkan untuk direkrut sebagai anggota OSIS, rasa kaget langsung melintas di wajahnya. Mira adalah ketua ekskul mereka, dan kehadirannya di OSIS berarti sebuah perpisahan untuk mereka.

Niko pun menyampaikan kekhawawatirannya pada Bu Rita. "Aku tau Mira memang hebat, tapi dia sangat penting bagi kami. Aku akui, dia memang keras kepala, tapi dia menjadi orang yang paling memahami kami,"

Forbidden Book [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang