Hari itu, hari dimana aku menyaksikan kejadian yang masih akan selalu melekat di kepalaku.
Pagi itu, aku, Mama, dan Uti berangkat dari pagi-pagi buta. Awalnya aku nggak tau mereka mau kemana. Tapi yang pasti, aku nyesel karena aku maksa buat nilai ikut. Harusnya kalo aku nggak ikut, kejadian itu nggak akan tercetak jelas di memori ku sampai hari ini.
"Kemana sih, Ma? Kok nggak sampe sampe?" Gerutu ku sembari menyeruput susu kemasan sachet yang masih cair. Aku dulu emang suka banget nyemilin susu instan mentah mentah.
"Udah, nanti juga kamu tau sendiri. Lagian kan tadi udah dibilang, Nggak usah ikut." Jawab Mama ku sembari mempercepat kecepatan motornya. Posisi duduknya saat itu adalah, Mama sebagai kendali stir, dan Uti duduk di belakangku sembari memelukku. Karena pagi itu Pekanbaru terasa dingin.
Nggak perlu waktu berjam-jam, Kami sampai di satu tempat. Tempat ini seperti.. perumahan.
Aku kaget bukan main ketika Mama banting stir dan melempar asal helm nya kesembarang arah. Diikuti Uti yang langsung kalang kabut berusaha menenangkan Mama yang mulai terbakar emosi.
Tanpa basa-basi, Mama masuk ke satu rumah bercat biru muda tanpa mengucapkan salam. Ini bukan Mama ku yang biasanya.
Akhirnya aku mengikuti langkah Uti menuju rumah itu.
Aku tau, aku memang masih terlalu kecil untuk menyaksikan peristiwa seberat ini. Tapi ini semua terjadi seperti kilat. Begitu tiba-tiba.
Apa yang aku saksikan hari itu begitu berat untuk diterima oleh anak seusia lima tahun.
Papa selingkuh.
Dirumah itu Papa sedang mesra-mesraan dengan perempuan lain, padahal aku yakin, status Papa masih suami sah Mama. Rasanya aku ingin lari sekencang mungkin.
Aku mau pura-pura nggak liat apa yang terjadi waktu itu.
Mama tersulut emosi, Mama ku melempar Papa dengan gelas kaca berukuran cukup besar sampai Kepala Papa berdarah. Tak hanya itu, Wanita yang masih setia berdiri mematung disebelah Papa juga kena imbasnya. Mama menyiram kan Kopi panas yang ada di meja ke wanita jahat itu.
Kejadian itu membuatku mematung beberapa detik. Uti yang tahu aku amat teramat shock itu membawaku keluar rumah. Berusaha untuk mengalihkan pikiran ku dari insiden itu.
Sampai hari ini, aku harap wanita yang pernah merenggut kebahagian keluargaku mendapat balasan yang setimpal. Jujur, aku belum ikhlas dengan kejadian itu yang sangat sangat berdampak untukku sampai saat ini.
Sebenarnya, mereka berpisah juga mungkin ada alasan lainnya yang aku nggak akan pernah tau alasan pastinya apa. Entah benar untuk kebaikan ku, atau untuk kebaikan mereka berdua. Karena mereka juga berhak menentukan pilihan masing-masing tanpa harus memikirkan kebahagian ku aja. Mereka juga berhak menjalankan hidup dengan tenang tanpa harus bertengkar setiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dad, I'm tired
Dla nastolatkówTentang aku yang menyesal pernah mengiyakan keputusan kedua orangtuaku untuk berpisah. Aku kira, semuanya akan usai hari itu juga. Nyatanya penyesalan itu masih ada sampai detik ini. Ma, Pa. Aku kangen. Kenapa aku hidup untuk menyaksikan kalian bert...