Akhir pekan menjadi waktu bagi para sepasang kekasih untuk berbondong-bondong menghabiskan hari bersama. Entah itu hanya di rumah, atau mencari hiburan, atau bahkan sekadar duduk di cafe tengah kota dengan harga kopi yang overpriced. Sunghoon dan Arin—sepasang kekasih tersebut memilih opsi terakhir sebagai destinasi kencan mereka.
Awalnya Sunghoon menolak, ia tahu jika keduanya tidak pernah menyukai tempat-tempat seperti itu. Namun Arin berkata jika ada yang ingin ia katakan, sehingga sang lelaki tidak punya pilihan lain,
“Aku.. mau putus.”
Sunghoon sweatdrop—lebih tepatnya terbatuk-batuk karena baru saja menyeruput coffe latte yang harganya setara dengan 2 kg telur. Ia menyesali keputusannya menyetujui pilihan Arin kalau begini. Alisnya sedikit menyatu,
“Aku ga suka ya kalau kamu prank-prank gini.” Sunghoon cukup sering melihat konten-konten para couple creator di media sosial yang acapkali melakukan prank seperti: ngomong putus ke pacar, atau prank jujur ke pacar selama ini pura-pura cinta. Hampir saja ia terjun ke dalam jurang yang sama saat Arin bersikeras ingin menjadi seperti mereka.
Sedang perempuan dengan rambut tergerai itu menghela nafas, tidak ada nada bermain-main disana, “Serius, Sunghoon. Ayo putus.”
“Tapi, kenapa..”
Maka pada akhirnya terungkap semua kedustaan selama lima tahun ini. Bagaimana Arin—pacar pertamanya yang kala itu terlibat dalam permainan truth or dare di waktu kosong saat kelas dua menengah atas.
“Bu Risa kaga masuk.” sontak ramai-ramai mereka bersorak kemenangan. Para siswa lelaki memilih tempat pojok belakang sebagai agenda main bersama game online. Ada juga yang melipir ke kantin atau pun kelas lain. Tidak ada pemberitahuan tugas pengganti—yang artinya, jam pelajaran geografi benar-benar kosong.
Pemudi berambut sepunggung itu berdiam di tempat duduknya. Sejujurnya ia suka di waktu-waktu seperti ini, namun sekarang ia bosan, pelajaran geografi mengisi dua jam di kelasnya. Sedang para teman-temannya berada di kelas ipa yang mana tidak bisa diganggu. Ia menelungkupkan wajah pada meja.
“Anjir tidur mulu lu, Rin.” celetukan teman sebangkunya tak diindahkan. ia malah semakin menyamankan posisi untuk bergegas ke alam mimpi
Tubuhnya terasa di goyang-goyangkan, “Ih Arin. Main deh main, ini anak-anak pada ngumpul.” itu Ningning—salah satu temannya yang lumayan dekat di kelas. Ningning berusaha menarik lengan Arin sehingga perempuan itu tidak jadi tertidur, matanya menatap jengkel, “Gue ngantuk. Skip aja.”
Ningning mendengus, ia mana mungkin percaya pada manusia introvert dihadapannya. Tanpa berbelas kasih Ningning menyeret lengan Arin untuk ikut pada lingkaran anak kelas mereka, terdapat para lelaki juga disana.
“Apaansih asal narik-narik!” bisiknya tak suka kepada Ningning. Sudah tahu canggung begini dengan teman sekelas malah disuruh berkumpul. Sekadar menyapa tidak pernah padahal.
Seruan dari teman lelakinya—Jay membuat keduanya menoleh, “Nah mumpung ketambahan Arin kita main ToD aja yuk. Pinter lu Ning nyari mangsa.” sedang yang di puji diam-diam bersemu malu. Arin memutar bola matanya malas, ia tahu temannya begitu menyukai pria kelahiran april itu.
“Lu mau numbalin gue ya!” meskipun jarang—hampir tidak pernah bercengkrama dengan teman laki-lakinya, ia tidak takut untuk bersenda gurau seperti sekarang. Arin sengaja memberi batas interaksi dengan mereka. Tetapi bukan berarti untuk tidak kenal sama sekali, terlebih teman lelaki di kelasnya cukup humble.
“Udeh ngikut aja.”
Botol Aqua bekas yang diketahui milik Yedam itu mulai berputar, mencari para korban-korban kejahilan satu sama lain. Terkadang gelak tawa memenuhi ruang kelas mereka. Seperti saat ini, Chenle sedang berseteru dengan Ningning perihal tantangan apa yang akan diberi,
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest, ethernal. [heehoon] | REVISI
FanfictionSunghoon itu apatis, apalagi jika dikaitkan dengan supranatural. Baginya hal itu ga masuk akal dan cuma dilebih-lebihkan, atau bahkan khayalan orang-orang. Sampai pada suatu malam, ketika ia yang entah bagaimana caranya nyaris tenggelam dalam perair...