1. Dia, Playboy.

283 64 215
                                    

Buaya Yang Tersakiti.












"Tau nggak, kenapa nama lo Cantika?" Tanya Rava, pria ber-headbang yang tengah berjalan bersama seorang gadis sambil memakan es krim. Taman besar Satya Radja sangat bagus untuk dibuat kencan memang, berasa piknik.

"Karena yang ngasih ibu gue," balas gadis berambut panjang bergelombang kecil itu sambil terus menjilat es krimnya.

"Karena lo cantik, luar dalem lagi," balas Rava dengan tatapan menggodanya, gadis bernama Cantika itu hanya terkekeh sambil menggeleng karena tingkah buaya darat disampingnya itu.

"Emang lu tau gue dalem nya kayak gimana?" Tanya Cantika jahil, Rava hanya terkekeh seolah tertantang dengan pertanyaan jahil gadis itu.

"Duh, gue belum tau sih, kasih lihat dong," balas Rava santai namun membuat wajah Cantika memerah malu dan memukul main-main punggung cowok itu. Rava hanya terkekeh sambil berusaha menghindar meski tetap terkena pukulan.

"Habis ini mau ikut gue gak? Gue mau belanja bulanan," ajak Cantika yang sudah tidak semerah tadi wajahnya, Rava berdehem pelan sambil membuang stik es krim yang sudah habis itu kedalam tong sampah di ujung jalanan taman.

"Boleh boleh, sekalian simulasi jadi suami lo, ya nggak?" Goda Rava yang tidak ada habis-habisnya, Cantika hanya terkekeh sambil mencebik, bohong kalau dia tidak baper, pipinya tidak berhenti blushing karena godaan makhluk tampan bernama Rava Danendra itu.

"Parkiran masih jauh, capek gak sih?" Tanya Rava sambil membenarkan headbang di dahi nya, lalu mengusap rambutnya ke belakang, suasana siang ini tidak terlalu panas, sebagian daerah mendung namun tidak hujan karena belum musimnya.

"Capek sih, lagian fakultas biologi juga jauh dari parkiran, bikin males," balas Cantika dengan wajah sebalnya, es krim ditangannya juga sudah habis jadi ia membuang stiknya. Rava pula dengan segala godaannya mengusap sudut bibir Cantika dengan ibu jarinya, menggunakan gerakan slowmotion membuat Cantika menatap pria itu kaget.

Rava menjauhkan tangannya lalu menjilat ibu jari yang ia gunakan mengusap sudut bibir Cantika. "Makan aja kayak anak kecil, gimana nanti ngurusin anak anak gue?"

Cantika membeku ditempat, pipinya lagi-lagi bersemu, sampai tidak bisa berkata-kata selain memukul main-main lengan Rava. Salting brutal.

"Mau gue gendong gak ke parkiran?" Tanya Rava, Cantika menyerngit tidak mengerti, ia menoleh kesana kemari memang sudah tidak ada mahasiswa berkeliaran karena kelas sudah selesai beberapa jam yang lalu. Rava dan Cantika tadinya memilih makan siang bersama di cafetaria terlebih dahulu sambil berbincang ria.

"Lo yakin mau gendong gue?" Tanya Cantika balik.

"Kenapa engga, biar lo nggak kecapekan," balas Rava, ia beralih duduk bersimpuh memberikan punggungnya untuk di naikki Cantika.

"Yuk!" Rava menolehkan kepalanya mengajak Cantika agar segera naik ke punggungnya.

"Duh, berasa jadi baginda ratu nih gue," balas Cantika sambil menaikki punggung itu dengan perlahan. Ia memekik kaget saat Rava berdiri setelah Cantika sudah naik di punggungnya..

"Siap?"

"Siap ap-AAAAAAAA RAVA!!"

Tanpa aba-aba Rava berlari kencang menuju parkiran besar Satya Radja dengan Cantika yang digendong di punggungnya, hal itu sontak membuat Cantika memeluk leher Rava karena takut terjatuh kebelakang.

Rava puas sekali berlari sampai tertawa tidak berhenti, Cantika juga terlihat ngos-ngosan karena tubuhnya terhentak hentak saat Rava berlari. Cantika langsung turun dari punggung Rava saat sudah sampai di pintu masuk parkiran besar Satya Radja.

Panglima Pecundang [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang