04 - Us

20 5 0
                                    

Semenjak Tari membiarkan Baskara membantunya–yang sebenarnya sudah sempat ia lakukan beberapa kali—tanpa adanya keterpaksaan dari lelaki itu, sebuah rumor dengan cepat menyebar di kampus. Hal itu tentu ikut mempengaruhi keseharian Tari seperti yang terjadi sekarang.

Seharusnya setelah kelas selesai dan tidak ada kegiatan organisasi, Tari akan langsung menuju apartemen. Namun, kali ini berbeda. Gadis itu mati-matian menahan rasa kesalnya terhadap seseorang yang menjadi alasan mengapa ia harus duduk dicafetaria kampus sekarang.

"Mau lo apa?."

Tari kembali menanyakan hal yang sama. Entah tuli atau bagaimana, sosok didepannya ini masih diam. Lebih fokus pada benda pipih ditangannya, sama sekali tidak memandang Tari sedikit pun.

Kembali Tari tidak mendapatkan jawaban. Muak. Tari memundurkan sedikit kursinya dan segera berdiri. Bersamaan dengan itu, sosok didepannya ini langsung mengangkat kepalanya. Ah, apakah akhirnya ia menyadari keberadaan Tari sesaat ketika gadis itu hendak pergi?.

Tidak. 

Tari salah besar. Lelaki di depannya ini ternyata lebih tertarik pada seorang pelayan yang datang dari belakang Tari dengan sebuah nampan berisi beberapa macam makanan juga minuman.

Tari memandang jengkel kearah lelaki yang terlihat berbinar ketika mejanya sudah dipenuhi oleh pesanannya. Gadis itu berdecak pelan sebelum akhirnya berbalik untuk segera pergi dari sana.

"Lo masih suka red velvet kan, Tar?."

Gadis itu bergeming. Pertanyaan singkat itu menimbulkan sedikit rasa perih dihatinya.

"Gue juga pesanin macha latte kesukaan lo." Lanjutnya. "Ayo, duduk dulu. Lo mungkin nolak buat ketemu sama gue, tapi nggak mungkin kan lo nolak mereka?."

Benar. Tari menolak, sangat menolak untuk kembali berhubungan dengan sosok lelaki di depannya ini bahkan jika hanya sekedar melewatinya, lebih baik Tari mencari jalan lain saja dari pada mereka harus berpapasan.

Tapi tidak salah juga dengan apa yang barusan lelaki itu katakan. Tari tidak mungkin menolak red velvet dan macha latte kesukaannya. Apalagi ia sudah lama tidak memakan kedua combo tersebut. Tari hampir saja melupakan bagaimana lezatnya kedua makanan dan minuman itu jika dimakan bersamaan.

Melupakan semua penolakannya tadi, akhirnya Tari kembali mendudukkan diri dikursi sebelumnya. Hal itu menarik senyuman tipis dari sosok didepannya. Lelaki itu langsung menyeret piring dan gelas tersebut agar lebih dekat dengan Tari.

Gadis itu mulai menikmati makanan didepannya. Sesekali Tari memejamkan mata juga menggelengkan kepalanya pelan ketika kembali merasakan nikmatnya dunia dalam bentuk makanan dan minuman.

Keduanya diam. Tari sibuk dengan santapannya, sedangkan si lelaki sibuk memperhatikan apa yang Tari lakukan. Hanya ada suara dentingan yang timbul akibat gesekan antara garpu dan piring. Sampai akhirnya red velvet dan macha latte yang sebelumnya masih utuh kini hanya menyisakan sedikit saja.

Tari mengangkat kepalanya, membalas tatapan yang ditujukan lelaki itu sejak tadi padanya. Tari memang sibuk dengan kegiatannya, namun bukan berarti ia tidak menyadari bahwa sosok didepannya ini terus memperhatikannya sejak tadi.

Daripada meladeninya dan malah membuat nafsu makannya hilang, lebih baik Tari menghabiskan dulu makanan yang diberikan secara gratis itu lalu memberikan sedikit waktu pada orang yang berbaik hati padanya ini untuk menyampaikan niatnya.

"Lo emang cuma mau liatin gue makan doang ya?."

Lelaki tersebut dengan cepat menggeleng. "Nggak, tapi ngeliat lo makan gue tiba-tiba lupa mau ngapain."

Try On!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang