Bab 17 (Kaizo)

766 51 37
                                    

Hari yang terlewat indah untuk sebuah pemakaman.

Kaizo bersedekap, bersandar di pohon rindang, memandang luasnya taman pemakanan tempat prosesi pemakaman kadet Tengkotak akan diselenggarakan.

Ketiga Lembaga hadir. Tapops, Tempur-A, dan Tengkotak memenuhi area pemakaman ini dengan setelan hitam putih mereka. Sudah sewajarnya saat seorang kadet gugur dalam sebuah misi aliansi, lembaga yang terikat dengan misi itu juga akan memberikan penghormatan terakhir.

Tanpa sadar tangannya bergerak meremas dada kemejanya, sengatan sakit itu datang lagi. Dia tidak menyangka rasanya akan seperih ini.

Dia hanya ingin memperhatikan dari jauh, kerumunan pelayat menunggu di sisi lubang sedalam satu setengah meter itu dengan percakapan berisi kebaikan si kadet yang gugur, Kaizo enggan berada di sana, masuk ke dalam percakapan yang membawa memori tentang dia, hanya membuat dadanya semakin sakit.

Jarinya memutar-mutar setangkai bunga lili putih, setidaknya hanya ini yang dapat Kaizo berikan padanya sebagai penghormatan terakhir, sejujurnya Kaizo tidak pernah mengerti kenapa orang memberikan bunga pada yang sudah pergi, akankah dia melihatnya? Akankah dia senang? Entahlah.

Bunga ini nyatanya digunakan sebagai persimbolan, mengekpresikan perasaan duka dari si pelayat yang tidak dapat mengeluarkan perasaannya dengan baik seperti Kaizo, bunga ini tidak akan memberikan apa-apa bagi si yang telah mati, jadi Kaizo berusaha mencari-cari alasan lain kenapa dia memberikan bunga ini, mungkin saja bunga ini memang dapat membuatnya senang, mungkin saja dia dapat membawa bunga ini ke seberang sana bersamanya karena bunga ini juga sudah mati sepertinya.

"Berbahagialah, kematian bukan sesuatu yang harus ditangisi."

Kaizo menoleh, menemukan Jenderal Borara dengan senyuman lebar, bagi yang tidak pernah berhadapan dengannya mungkin senyuman itu akan terlihat seperti seringai ejekan.

"Saya tidak tahu sebenarnya apa yang seharusnya saya rasakan," jawab Kaizo.

Dia mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan ideologi Tengkotak, terutama untuk yang satu ini, sebenarnya ideologi Tapops tentang perkabungan juga tidak pernah meresap ke dalam sanubarinya, selalu saja ada yang berbenturan dengan apa yang ada di dalam dirinya.

Bagi Tapops perkabungan adalah semua segala kesedihan bertemu, air mata diizinkan jatuh, berbagai teriakan penyesalan dan ucapan maaf dilantunkan untuk yang sudah mati, tidak ada senyum yang boleh mengantar kepergian mereka, hanya tangisan dan doa beserta harapan panjang yang terkadang terdengar tidak masuk akal.

Kaizo tidak pernah merasakan itu, dari banyaknya prosesi pemakaman yang dia hadiri Kaizo tidak pernah dapat membawa dirinya untuk meneteskan air mata, dia selalu menyayangkan kematian si kadet, dia juga kagum dengan dedikasi mereka, memberikan nyawa untuk keselamatan banyak orang yang bahkan tidak akan mengingatnya.

Mungkin itu semua dia rasakan karena pada dasarnya tidak ada satupun dari kadet yang telah gugur itu benar-benar memiliki arti di kehidupannya. Untuk yang kali ini berbeda dari yang sebelumnya. Kadet yang gugur ini memiliki arti dalam kehidupannya.

Tengkotak memiliki pandangan berbeda soal pemakaman, mengantar kepergian kadet adalah suatu yang terhormat, tidak boleh ada airmata yang jatuh, senyuman dan tawa lebih baik mengisi pemakaman itu, mereka percaya si kadet masih dapat melihat mereka saat mengantar kepergiannya, tidak ada yang mau melihat kesedihan, termasuk si kadet itu, mereka percaya jika mereka menangisi kepergiannya hanya akan membuat si kadet kesulitan untuk menyebrang ke sisi lain, maka dari itu, lepaslah mereka dengan senyuman.

Dan Kaizo juga tidak dapat membawa dirinya untuk melakukan itu.

"Dia mencapai kemenangan, dia mati secara terhormat, lihat ke langit." Borara menengadah, membiarkan wajahnya terpapar cahaya. "Langit tersenyum, seakan tahu hal baik apa yang sedang menyambutnya di seberang sana, sebuah keluarga yang dia nantikan pasti sedang menunggunya dengan tangan lebar, kematian tidak selalu berati perpisahan." Borara menepuk bahunya ringan. "Tersenyumlah untuknya," ucapnya berlalu saat melihat kapal angkasa yang membawa peti mati itu mendarat.

HEALING JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang