Di ruang kerja milik Lisa, ada Jennie juga disana. Wanita itu duduk dengan tenang meskipun rasa gugupnya masih hidup.
Dia melihat Lisa sedang focus dengan ponsel di tangannya.
“Bagaimana?” Suara Lisa terdengar ketika menghubungi seseorang.
“Kerja yang bagus. Terus pantau dan jangan biarkan dia membuat kekacauan.” Setelah itu Lisa mematikan panggilannya lalu menatap Jennie.
“Jadi, Jennie. Kau bisa mulai bercerita padaku. Apa yang sebenarnya terjadi padamu tadi malam? kenapa ayahmu bertingkah seperti itu?...”
“...jangan salah paham, semua orang yang bekerja denganku dilarang menyembunyikan latar belakang keluarganya. Aku juga bisa menjamin kalau ceritamu hanya sampai di telingaku.” tanya Lisa langsung.
Suaranya cukup tenang, wajahnya yang tampan cukup lembut. Semua itu di lakukan oleh Lisa agar Jennie merasa nyaman untuk bercerita. Sejujurnya dia juga penasaran.
Bagaimana mungkin ada seorang ayah yang tega memperlakukan anaknya seperti ini? Itulah pemicu bagi Lisa.
Terdengar desahan panjang dari Jennie, matanya memerah dan wajahnya berubah sedih.
“Sebenarnya dia bukan ayah kandungku, ayah kandungku sudah meninggal sejak aku berusia 5 tahun…”
“...singkat cerita, Ibuku menikah lagi ketika aku berusia 15 tahun, awalnya pria itu sangat baik padaku, dia menjagaku layaknya anak kandungnya sendiri…”
“...tapi ketika ibuku meninggal karena sakit 5 tahun yang lalu, dia berubah. Dia menjadi pemabuk, sering berhutang untuk berjudi, dan pada akhirnya dia menjadi gila karena miskin sehingga memintaku untuk menjual diri…”
“...aku pernah mencoba untuk kabur tapi selalu ketahuan. Aku juga tidak tahu harus melarikan diri kemana…”
Jeda Jennie karena dia sedikit sulit untuk berbicara, wanita itu menangis dengan pilu meskipun suaranya tidak terlalu keras.
Lisa pun mengambil tisyu dan memberikan padanya. Setelah tenang, Jennie melanjutkan kembali—
“Tadi malam adalah batas terakhirku, aku sudah berpikir untuk kabur dan bunuh diri, tapi terima kasih kepada Semesta karena membuka jalanku untuk masuk ke mobilmu…”
“...sekali lagi terima kasih Tuan. Aku akan berusaha melayanimu dengan keahlian memasakku agar Tuan tetap sehat.”
Lisa menatap Jennie dan bertanya lagi;
“Kau sekolah sampai selesai?” Jennie mengangguk sopan.
“Lalu, saat ibumu meninggal, apa yang kau lakukan untuk bertahan hidup?” Lanjut Lisa.
“Aku membuat cake untuk di jual keliling. Tapi keuntungan dan modalku habis di ambil oleh ayah tiriku.” Jawabnya dengan sendu.
“Apa cita-citamu Jennie?” tiba-tiba pertanyaan ini terlintas di benak Lisa.
Dengan kepala yang menunduk, dia menjawab—
“Aku ingin menjadi kepala koki di hotel bintang 10 Tuan.”
Mendengar itu, Lisa terdiam sejenak. Entah kenapa dia merasa dejavu dengan jawaban ini.
“Maka mulailah dari sini. Aku tidak akan membatasimu, kau bisa menyimpan gajimu, ketika kau merasa cukup mampu untuk keluar dari pekerjaan ini, beritahu aku–”
Jeda Lisa lalu berdiri dan pergi ke depan jendela besar ruangannya. Dia membakar rokoknya sebelum melanjutkan—
“Sejujurnya, aku berbicara denganmu demikian banyaknya, karena kau sangat mirip dengan seseorang dari masalalu yang sudah pergi lebih dulu ke dunia lain…”
KAMU SEDANG MEMBACA
BOND MARRIAGE. (JENLISA)
FantasyWARNING: AREA 21+. HARAP BIJAK DALAM MEMILIH SEBUAH BACAAN. CERITA INI TERCIPTA DARI BEBERAPA REQUEST PARA READERS TENTANG PERNIKAHAN KONTRAK. SAYA MENCOBA DENGAN VERSI SAYA SENDIRI, SAYA JUGA MENCOBA MEMBUAT YANG SEDIKIT BERBEDA DARI YANG LAINNYA...